Mutasi Virus Makin Ganas, Vaksin Covid-19 Perlu Direvisi
17 Februari 2021
Produsen vaksin Covid-19 sedang mencari cara, bagaimana mengoptimalkan resepnya untuk melawan mutasi virus yang semakin mencemaskan. Badan regulasi menunjuk contoh vaksin flu sebagai cetak biru untuk update vaksin.
Iklan
Virus terus menerus melakukan mutasi dan mencari kombinasi yang tepat dalam mutasi parsial, untuk meloloskan diri dari efek vaksinasi. "Optimasi vaksin bukan sesuatu segampang membalik telapak tangan dan terjadi cuma dalam waktu semalam", ujar Richard Webby direktur World Health Organization Flu Center di St. Jude Children's Research Hospital di Memphis, AS.
Hasil riset teranyar meningkatkan kekhawatiran, vaksin Covid-19 generasi pertama tidak akan ampuh lagi melawan varian virus mutasi Afrika Selatan maupun varian mutasi lainnya yang bersirkulasi secara global.
Kabar baiknya, banyak vaksin Covid-19 dibuat dengan teknologi terbaru yang sangat fleksibel dan memudahkan revisi atau upgrade. Tapi tetap ada kendala, yakni menentukan apakah virus sudah melakukan mutasi cukup jauh, dan apakah sudah tiba saatnya melakukan modifikasi vaksin? Dan perubahan apa yang harus dilakukan?
"Pertanyaannya, kapan saatnya kita menarik pelatuknya?", tanya Norman Baylor, mantan direktur urusan vaksin Food and Drug Administration AS. "Saat ini virusnya ibarat sasaran tembak yang terus bergerak", tandasnya.
Vaksin influenza jadi model
WHO dan FDA kini melirik sistem pembuatan vaksin flu global untuk mengambil keputusan, terkait update vaksin corona. Virus influenza melakukan mutasi lebih cepat dibanding virus corona, dan vaksin flu harus direvisi setiap tahun. Pusat kesehatan nasional di seluruh dunia mengumpulkan sampel virus flu yang sedang bersirkulasi, dan melacak bagaimana mutasinya.
Sampel kemudian dikirimkan ke laboratorium yang ditetapkan oleh WHO, untuk melakukan uji antigen lebih spesifik dan menentukan kekuatan vaksin. WHO dan lembaga regulasi obat-obatan kemudian menyepakati resep vaksin untuk tahun bersangkutan. Setelah itu produsen vaksin bisa mulai bekerja.
"Untuk vaksin Covid-19 juga harus diambil langkah kritis guna memantapkan jaringan monitoring dan uji coba", papar Webby. Saat ini masih ada variabel geografis amat lebar untuk melacak dan menguji varian mutasi virus corona. Sebagai contoh, pakar flu dari AS itu merujuk data, Inggris melakukan lebih banyak uji sampel dibanding AS.
Efikasi vaksin bisa merosot
Tiga varian mutasi corona yang sudah ditemukan, masing-masing varian Inggris, Afrika Selatan dan Brazil amat mencemaskan para ahli kesehatan. Pasalnya ketiga varian itu bisa melakukan kombinasi atau mutasi silang yang membuat virusnya makin berbahaya.
Negara dengan Kuota Vaksinasi Corona Tertinggi di Dunia
Sejumlah negara ngebut melakukan vaksinasi corona untuk meredam pandemi Covid-19 secara efektif. Yang mengejutkan, sejumlah negara kecil mencapai kuota vaksinasi per kapita tertinggi di dunia.
Foto: picture-alliance/dpa/Geisler-Fotopress
Israel Terdepan
Israel berada di peringkat paling atas sebagai negara dengan kuota vaksinasi corona per kapita tertinggi sedunia. 96% dari seluruh populasi yang jumlahnya 8,6 juta orang minimal sudah mendapat dosis pertama vaksin (posisi 08/03/21). Sukses negara Yahudi itu untuk mengerem pandemi Covid-19 mendapat acungan jempol. Kini kehidupan publik berangsur normal, tapi prokes tetap dijalankan.
Foto: Ronen Zvulun/REUTERS
Uni Emirat Arab di Posisi Dua
Uni Emirat Arab (UEA) menyusul di posisi kedua dengan kuota vaksinasi per kapita mencapai 62 per 100 penduduk. Sekitar 6,8 juta dari lebih 9 juta penduduk UEA sudah mendapat vaksin corona dosis pertama. UAE menggunakan vaksin Sinovac buatan Cina untuk program vaksinasi massal gratis. Saat ini Dubai mulai "roll out" vaksinasi dengan vaksin buatan BioNTech-Pfizer.
Foto: Getty Images/AFP/K. Sahib
Inggris
Inggris mencatatkan kuota vaksinasi corona per kapita pada kisaran 31 per 100 orang. Dengan jumlah populasi hampir 86 juta orang, berarti lebih dari 28 juta warga Inggris sudah mendapat vaksin corona. Aktual ada tiga jenis vaksin yang digunakan, yakni buatan BioNTech-Pfizer, Moderna dan AstraZeneca.
Foto: Victoria Jones/AFP/Getty Images
Amerika Serikat
Amerika Serikat juga ngebut memerangi pandemi Covid-19, setelah terganjal beberapa bulan oleh politik Trump. Aktual kuota vaksinasi per kapita mencapai 23,5 per 100 orang. Artinya hingga saat ini sudah lebih dari 76 juta dari total 331 juta populasi AS mendapat minimal satu dosis vaksin buatan BioNTech-Pfizer atau Moderna. Presiden terpilih Joe Biden mendapat vaksinasi sebagai aksi simbolis.
Foto: Tom Brenner/REUTERS
Serbia
Serbia, salah satu negara bekas Yugoslavia dengan populasi 7 juta orang juga ngebut dengan program vaksinasi massal. Kuotanya mencapai 22 per 100 orang (posisi 4/3/21) Menteri kesehatan Serbia, Zlatibor Loncar secara simbolis mendapat vaksinasi anti Covid-19 buatan Sinopharm, Cina di Beograd akhir Januari silam.
Foto: Nikola Andjic/Tanjug/ Xinhua News Agency/picture alliance
Chile
Negara kecil di Amerika Selatan, Chile juga melakukan vaksinasi massal dengan cepat. Negara dengan populasi sekitar 19 juta orang itu sudah mencapai kuota 19,2 per 100 penduduk. Presiden Sebastian Pinera mendaat suntikan vaksin perdana secara simbolis pertengahan Februari lalu di kota Futrono. Vaksin yang digunakan adalah Sinovac buatan Cina.
Bahrain menjadi negara di kawasan Teluk berikutnya yang mencatatkan kuota tinggi vaksinasi corona dengan 17,8 per 100 orang. Registrasi vaksinasi di negara kecil berpenduduk sekitar 1,6 juta orang itu dilakukan menggunakan aplikasi mobile. Vaksinasi menggunakan dua jenis vaksin dalam program ini, yakni vaksin buatan Sinopharm dan buatan BioNTech-Pfizer.
Foto: Imago/Sven Simon
Denmark
Denmark negara kecil di Eropa dengan populasi 5,8 juta mencatatkan kuota vaksinasi corona per kapita 11 per 100 warga. Jika dilihat angka mutlaknya relatif kecil, hanya sekitar 600 ribu warga yang mendapat vaksinasi. Tapi dilihat dari kuota per total populasi angka itu cukup tinggi.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendapat vaksin Sinovac buatan Cina saat memulai kampanye vaksinasi massal di Ankara pertengahan Januari silam. Saat ini kuota vaksinasi di Turki mencapai sekitar 11 dari 100 warga di negara dengan populasi 82 juta orang itu.
Foto: Murat Cetinmuhurdar/Presidential Press Office/REUTERS
Jerman
Jerman belakangan catat pertambahan kasus covid-19, menjadi lebih dari 2,5 juta orang dan lebih dari 72.000 korban meninggal. Walau vaksin BioNTech berasal dari Jerman, namun pembagiannya tergantung Uni Eopa. Jerman baru mencatat 7,9% vaksinasi corona bagi 83 juta penduduknya. Strategi vaksinasi dikritik sebagai amat lamban dan kurang efektif. Penulis Agus Setiawan (as/pkp)
Foto: Markus Schreiber/AP Photo/picture alliance
10 foto1 | 10
Para pakar kesehatan menyebutkan, walaupun virus lebih mudah menular, bukan berarti secara otomatis vaksin yang ada tidak lagi ampuh. Tapi varian Afrika Selatan misalnya memicu lebih banyak kekhawatiran. Peneliti David Ho dari Columbia University melakukan uji sampel darah orang yang sudah mendapat vaksinasi BioNTech/Pfizer atau Moderna dengan virus mutasi Afrika Selatan di laboratorium. Hasilnya, antibodi yang dipicu vaksin masih tetap melindungi, tapi dengan efikasi lebih rendah.
Juga uji pembanding dengan kandidat vaksin Novavax dan Johnson & Johnson, menunjukkan hasil serupa. Antibodi masih tetap mampu melindungi, tapi dengan efikasi lebih rendah. "Jika virusnya melakukan lagi mutasi tambahan, maka tingkat keampuhan vaksin akan semakin lemah", ujar Ho memperingatkan.
Iklan
Revisi resep vaksin
"Jika orang yang sudah divaksinasi lengkap mulai terinfeksi ulang dan harus dirawat di rumah sakit akibat virus mutasi, itu berarti garis batas aman sudah terlewati", ujar Dr. Paul Offit, pakar vaksin dari Children's Hospital of Philadelphia yang menjadi konsultan FDA. Itu memang belum terjadi, tapi kita harus sudah siap-siap, tambahnya.
Moderna kini sedang melakukan opsi baru. Apakah dosis ketiga mampu mendongkrak imunitas hingga mencukupi untuk melawan sejumlah varian mutasi. "Ini gagasan bagus untuk melakukan uji klinis, karena orang yang sudah divaksin masih memiliki tingkat antibodi cukup tinggi", ujar Ho dari Columbia University.
Inilah Efek Samping Vaksin Corona
Reaksi tubuh jika divaksin menandakan kita membangun kekebalan terhadap bibit penyakitnya. Tapi kadang ada efek samping serius yang kasusnya individual. Kenali apa saja efek samping vaksin corona.
Foto: Robin Utrecht/picture alliance
Vaksin Biontech-Pfizer
Pada fase uji klinis, unsur aktif BNT162b2 dari perusahaan BioNTech dari Jerman dan Pfizer dari AS tidak menunjukkan efek samping serius. Tapi setelah mendapat izin, vaksin mRNA ini tunjukkan reaksi alergi berat pada beberapa orang, bahkan tiga mengalami gejala syok anaphylaktis. Ketiga orang itu tidak punya riwayat alergi. Karenanya pengidap alergi disarankan konsultasi sebelum divaksin.
Foto: Jack Guez/Getty Images/AFP
Vaksin Moderna
Vaksin mRNA-1273 dari perusahaan Moderna AS, pada prinsipnya sangat mirip dengan vaksin BioNTech/Pfizer. Setelah dilakukan vaksinasi, muncul laporan efek samping berupa reaksi alergis. Dan pada kasus sangat kecil, kelumpuhan sementara saraf wajah. Efek samping diduga dipicu partikel lipid nano yang menjadi transporter unsur aktifnya, yang diuraikan oleh tubuh.
Foto: Jospeh Prezioso/AFP/Getty Images
Vaksin AstraZeneca - Universitas Oxford
Inggris memberikan izin darurat penggunaan vaksin AstraZeneca yang unsur aktifnya disebut AZD 1222. Berbeda dengan dua vaksin yang pertama mendapat izin, vaksin buatan perusahaan Inggris/Swedia ini adalah vaksin vektor yang dikembangkan dari virus flu simpanse yang dilemahkan. Sejauh ini belum ada efek samping vaksin yang dilaporkan, selain reaksi normal yang khas.
Foto: Gareth Fuller/AP Photo/picture alliance
Vaksin Sputnik V
Rusia sudah izinkan vaksin Sputnik V buatan pusat riset Gamaleja di Moskow, Agustus 2020. Padahal uji klinis fase 3 dengan sampel luas belum dilakukan. Vaksin menggunakan dua unsur aktif adenovirus berbeda yang dimodifikasi. Walau kontroversial, ratusan ribu orang di Rusia, Belarus, India, Brasil, UAE dan Argentina telah divaksin Sputnik V. Tidak ada laporan resmi mengenai efek samping.
Foto: Maria Eugenia Cerutti/AFP
Vaksin Sinovac Biotech
Cina izin darurat penggunaan vaksin Sinovac sejak Juli 2020. Unsur aktif vaksin yang diberi nama CoronaVac adalah virus inaktif. Uji klinis fase 3 secara massal telah dilakukan di Indonesia, Turki dan India. Laporan resmi efek samping yang dirilis perusahaan di Beijing itu sebutkan kurang dari 5% keluhkan reaksi yang umum. Indonesia sejauh ini telah menerima 3 juta dosis vaksin Sinovac. (as/vlz)
Foto: Presidential Palace/REUTERS
5 foto1 | 5
Produsen vaksin kenamaan, kini juga sedang mengembangkan varian vaksin eksperimen, untuk antisipasi. Vaksin buatan BioNTech/Pfizer dan Moderna dibuat dengan teknologi baru mRNA, berupa bagian kode genetika yang melatih tubuh memproduksi antibodi virus corona. Untuk update vaksin, para ilmuwan tinggal mengubah bebannya, dengan kode genetika virus mutasi.
Generasi pertama vaksin Covid-19 sudah diuji klinis pada puluhan bahkan ratusan ribu responden selama beerapa bulan, untuk memastikan efikasi maupun keamanannya. "Mengubah resep vaksin untuk lebih baik menyasar virus mutasi, tidak perlu lagi mengulangi prosedur uji klinis dengan puluhan ribu orang", ujar Dr. Peter Marks, direktur urusan vaksin FDA kepada American Medical Association. Cukup pada ratusan orang, untuk melihat apakah ampuh dan memicu respons antibodi kuat.