1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Myanmar Akan Kirim Perwakilan ke KTT ASEAN di Laos

8 Oktober 2024

Konflik di Myanmar akan menjadi agenda utama KTT ASEAN di Laos yang digelar mulai Rabu (9/10). Sejak tiga tahun upaya menemukan solusi belum berhasil, dan Myanmar tidak diundang lagi ke KTT.

Presiden Jokowi menyambut PM Cina Li Qiang di KTT ASEAN 2023 di Jakarta
Presiden Jokowi menyambut PM Cina Li Qiang di KTT ASEAN 2023 di JakartaFoto: MAST IRHAM/REUTERS

Setelah kudeta militer di Myanmar Februari 2021, ASEAN melarang para pemimpin junta Myanmar menghadiri pertemuan puncak perhimpunan negara-negara Asia Tenggara itu. Para jenderal juga menolak mengirimkan "perwakilan non-politik" untuk menggantikan kehadirannya.

Namun kali ini, Myanmar akan mengirim pejabat senior Kementerian Luar Negeri sebagai perwakilannya untuk pertemuan puncak tiga hari mulai Rabu (09/10) di ibu kota Laos, Vientiane, kata seorang diplomat yang terlibat dalam pertemuan tersebut kepada kantor berita AFP.

Beberapa minggu setelah merebut kekuasaan tahun 2021, junta militer dalam KTT di Jakarta menyetujui rencana "konsensus lima poin" yang bertujuan memulihkan perdamaian. Namun rezim Myanmar kemudian mengabaikan konsensus itu, dan melakukan tindakan keras menindas kebebasan berpendapat dan membungkam oposisi.

"Yang penting adalah mereka (sekarang) menerima konsensus lima poin," kata diplomat itu kepada AFP. "Junta militer Myanmar mungkin berpikir lebih baik suara mereka didengar, daripada terus berada di luar."

PM Thailand Paetongtarn Shinawatra: "ASEAN harus memainkan peran penting dalam memulihkan perdamaian di Myanmar:"Foto: Chalinee Thirasupa/REUTERS

ASEAN tidak bersikap tegas

Pimpinan junta militer Min Aung Hlaing menghadiri KTT ASEAN di Jakarta April 2021, yang khusus membahas krisis di Myanmar. Setelah KTT itu itu, ASEAN tidak pernah lagi mengundang Myanmar ke pertemuan rutinnya.

Hari Selasa (08/10) sekretaris tetap di Kementerian Luar Negeri Myanmar, Aung Kyaw Moe, menghadiri pertemuan para menteri luar negeri ketika mempersiapkan KTT utama, menurut wartawan AFP.

Langkah ini dilakukan dua minggu setelah militer mengeluarkan undangan yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada musuh-musuhnya, untuk melakukan pembicaraan yang bertujuan mengakhiri konflik. Perang di Myanmar telah menewaskan ribuan orang dan memaksa jutaan orang mengungsi.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Akhir pekan lalu, Indonesia menjadi tuan rumah pembicaraan tertutup mengenai konflik Myanmar, yang melibatkan ASEAN, Uni Eropa dan PBB, serta berbagai kelompok anti-junta. ASEAN telah lama dikritik karena tidak mampu mengambil tindakan tegas, akibat prinsip pengambilan keputusan berdasarkan konsensus.

Konflik di Myanmar mendominasi setiap pertemuan tingkat tinggi sejak kudeta militer, namun sikap ASEAN terpecah. Indonesia, Malaysia dan Filipina memimpin seruan untuk mengambil tindakan yang lebih keras terhadap rezim militer. Tetapi Thailand, yang bertetangga dengan Myanmar dan secara teratur menampung ribuan orang yang melarikan diri dari konflik, telah mengadakan pembicaraan bilateral sendiri dengan junta, menyerukan tanggapan yang lebih efektif dari ASEAN.

Konsultasi dengan Cina soal Laut Cina Selatan

Hari Senin (07/10), PM baru Thailand Paetongtarn Shinawatra mengatakan:  "ASEAN harus memainkan peran penting dalam memulihkan perdamaian di Myanmar sesegera mungkin.”

Sekutu utama Myanmar, Cina, yang akan menghadiri KTT ASEAN pada hari Kamis (10/10), ingin mencapai kesepakatan untuk mengakhiri konflik di Myanmar, meskipun Cina menegaskan tidak akan mencampuri "urusan dalam negeri". 

Laut Cina Selatan (LCS) akan menjadi topik penting lainnya bagi para pemimpin, setelah berbulan-bulan terjadi konfrontasi dengan kekerasan antara kapal Cina dan Filipina di jalur perairan yang disengketakan.

Beijing mengklaim hampir seluruh kawasan Laut Cina Selatan, mengabaikan klaim saingan dari beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Filipina, dan keputusan internasional bahwa pernyataan mereka tidak memiliki dasar hukum.

Selain ASEAN dan Cina, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Australia dan Kanada diharapkan menghadiri konsultasi itu.

hp/as (AFP, Reuters)