Kebencian terhadap etnis Rohingya mengakar kuat di dalam kelompok ultra-nasionalis Buddha Myanmar. Pendapat umum yang beredar menyebutkan keberadaan kelompok minoritas itu mencoreng wajah Myanmar.
Iklan
Ratusan biksu turun ke jalan sembari meneriakkan yel-yel anti Rohingya. "Tolak pengungsi kapal di Myanmar!" Mereka datang ke Yangon dengan kereta. Seluruhnya berjumlah 500 demonstran. "Berhentilah menyalahkan Myanmar," bunyi tulisan pada baju kaos yang dibagi-bagikan secara gratis.
Di saat yang bersamaan ribuan pengungsi masih terapung di laut Andaman. Mereka berniat ke Thailand yang sedang menggelar konfrensi pengungsi. Sementara di Myanmar simpatisan kelompok Buddha Nasionalis memprotes dunia internasional yang menyalahkan negaranya, terkait krisis manusia perahu itu.
Tapi tanggungjawab moral Myanmar sulit dibantah. "Sebagian besar pengungsi adalah etnis Rohingnya yang melarikan diri dari situasi represif di Myanmar," kata Wakil Menteri Luar Negeri AS, Antony Biken, pekan lalu.
"Dongeng" PBB tentang Rohingya
Myanmar hingga kini menolak mengakui kewarganegaraan sekitar 1,3 juta anggota etnis Rohingya. PBB mencatat mereka sebagai kaum minoritas yang paling diburu. Pemerintah di Naypyidaw berulangkali menegaskan, etnis Rohingya tidak lain adalah pendatang ilegal asal Bangladesh.
Pandangan serupa juga disuarakan oleh demonstran Sandi Thwin Mar Oo. "Akhirnya kebenaran terbuka," tuturnya. Pengungsi kapal harus diidentifikasi agar menegaskan negara asal mereka yang menurutnya adalah Bangladesh. Buat Sandi Thwin klaim tersebut adalah kebenaran satu-satunya.
Pengungsi Rohingya - Ditindas dan Diperas
Pengungsi Rohingya asal Myanmar dan Bangladesh sering terdampar di Malaysia dan Indonesia, setelah menjadi korban pemerasan dan penipuan sindikat perdagangan manusia.
Foto: Reuters
Pelayaran Maut
Setiap tahun, ribuan pengungsi Rohingya asal Myanmar dan pencari suaka asal Bangladesh berlayar menuju Malaysia dan Indonesia dengan kapal-kapal dari sindikat perdagangan manusia. Dalam tiga bulan pertama 2015, PBB memperkirakan ada 25.000 pengungsi yang berangkat, kebanyakan dari kamp-kamp gelap di Thailand.
Foto: Asiapics
Lemah dan Kelelahan
Para pedagang manusia membawa pengungsi dengan kapal lalu meninggalkan mereka di laut, sering tanpa makanan dan minuman. Kelompok ini terdampar 10 Mei 2015 di daerah pesisir Aceh Utara, lalu diselamatkan otoritas Indonesia dan ditampung di sebuah stadion. Kebanyakan dalam kondisi lemah dan kelelahan.
Foto: Reuters/R: Bintang
Perempuan dan Anak-Anak
Sekitar 600 pengungsi tiba di Aceh Utara dengan empat kapal. Pada saat yang sama, lebih 1000 pengungsi ditahan polisi Malaysia dekat Pulau Langkawi. Diantara pengungsi yang berhasil diselamatkan, banyak anak-anak dan perempuan.
Foto: Reuters/R. Bintang
Tertindas dan Tanpa Kewarganegaraan
Myanmar menganggap warga Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan menolak memberi mereka status warga negara, sekalipun mereka telah tinggal puluhan tahun di negara itu. Banyak warga Rohingya melihat pengungsian sebagai satu-satunya jalan untuk mendapat suaka politik di tempat lain. Tujuan akhir mereka adalah Australia.
Foto: Reuters/R: Bintang
Perbudakan Modern
Para pengungsi Rohingya harus membayar sampai 200 dolar AS untuk sampai ke Malaysia kepada pedagang manusia. Mereka lalu dibawa dengan kapal yang penuh sesak, sering tanpa makanan dan minuman. Mereka biasanya dibawa lebih dulu ke kamp-kamp penampungan gelap di Thailand dan diperlakukan seperti budak.
Foto: picture-alliance/AP Photo/S. Yulinnas
Gelombang Pengungsi
Asia Tenggara selama beberapa tahun terakhir menjadi salah satu kawasan transit pengungsi, dipicu oleh konflik dan penindasan di beberapa tempat. Di kawasan Asia Pasifik diperkirakan ada sekitar 11,7 juta pengungsi yang jadi korban sindikat perdagangan manusia, terutama di kawasan Mekong Besar, Kamboja, Cina, Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam.
Kebanyakan penduduk Myanmar meyakini hal yang sama. Mereka menolak menyebut pengungsi dengan sebutan etnis "Rohingya." Pada sensus penduduk pertama sejak 30 tahun, kelompok minoritas itu cuma diberi satu opsi pada kolom negara asal, yakni "Bangladesh."
"Ketika mereka mulai menyebut dirinya Rohingya, mereka mengklaim diri sebagai korban," tukas Sandi Thwin Mar Oo dalam nada makian. Di belakangnya pria-pria berjubah merah memegang spanduk yang bertuliskan "PBB, hentikan dongeng tentang Rohingya."
Pengalihan Isu?
Buat Sandhi Thwin, keberadaan etnis Rohingya telah mencoreng wajah Myanmar. Dan ia ingin melawan. Dengan sigap demonstran perempuan bertubuh ramping itu menaiki kursi plastik sembari meneriakkan yel-yel kepada massa yang berkumpul.
"Dunia barat tidak mengerti, bahwa kami di Myanmar sudah punya banyak masalah," ujar Biksu U Sandar Thiri. "Kenapa negara Muslim kaya tidak menampung pengungsi manusia perahu itu?" tanyanya. Sebagai penganut agama Buddha, ia harus menjaga keyakinannya. Ia mengaku punya perasaan belas kasihan terhadap sesama manusia. "Tetapi jika ada masalah, biasanya kaum Muslim yang berada di belakangnya", kata U Sandar yang mengaku banyak mendapat informasi dari media.
Pemerintah Myanmar sejauh ini masih bersikap diam. Secara hati-hati delegasi dari negara mayoritas rakyatnya beragama Buddha itu menghindari istilah "Rohingya" selama konfrensi pengungsi di Thailand.
Tapi tidak semuanya bersuara sama. Seorang biksu yang dikenal bersikap moderat, Ashin Issariya, menilai aksi protes secara kritis. Menurutnya "konflik semacam ini cuma mengalihkan perhatian publik dari masalah sesungguhnya di Myanmar."
Keseharian Pengungsi Rohingya di Aceh
Sebelum pemerintah Indonesia menyatakan kesediaannya untuk menampung pengungsi, para nelayan Aceh sudah menyelamatkan ratusan yang terlantar di lautan. Bagaimana nasib pengungsi Rohingya setelah tiba di Indonesia?
Foto: Reuters/R: Bintang
Diangkut Truk
Pengungsi Rohingya yang diselamatkan dan berhasil tiba dengan kapal di pelabuhan desa Julok di provinsi Aceh diangkut dengan kendaraan truk terbuka ke tempat penampungan sementara pengungsi.
Foto: Reuters/Beawiharta
Menunggu
Sebelum memasuki tempat penampungan sementara, para pengungsi Rohingya dikumpulkan di lapangan terbuka terlebih dahulu. Identitas mereka didata oleh para relawan.
Foto: Reuters/Beawiharta
Tenda Medis Darurat
Dalam perjalanan dengan kapal, banyak pengungsi yang jatuh sakit. Di Kuala Langsa, Aceh, didirikan tenda pengobatan darurat.
Foto: Reuters/Roni Bintang
Anak-anak Kelaparan
Ada banyak anak-anak yang tiba di Aceh dengan pengungsi Rohingya. Mereka datang dalam kondisi kelaparan. Beberapa relawan membagikan biskuit bagi anak-anak di pelabuhan desa Julok.
Foto: Reuters/Beawiharta
Mandi Bersama
Tempat membersihkan diri bagi para pengungsi, juga disediakan di desa Julok. Bak besar penuh air, lengkap dengan belasan gayung.
Foto: Reuters/Beawiharta
Tidur di Lapangan Bulutangkis
Tidak ada kasur yang nyaman. Cukup beralaskan tikar di gedung olahraga (GOR) di Lhoksukon, para pengungsi Rohingya berusaha untuk beristirahat.