1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Krisis Rohingya: Myanmar Hadapi Tekanan dari ASEAN

19 Desember 2016

Malaysia meningkatkan tekanan terhadap Myanmar pada pertemuan para Menlu ASEAN di Yangon soal krisis Rohingnya. Menlu Malaysia Anifah Aman menuntut akses kemanusiaan penuh ke daerah konflik.

Demonstration Malaysia Muslime Myanmar  Rohingya
Foto: Getty Images/M.Vastyayana

Para menteri luar negeri ASEAN yang melakukan pertemuan darurat soal krisis Rohingya do Yangon hari Senin (19/12) meningkatkan tekanan terhadap pimpinan Myanmar Aung San Suu Kyi.

Dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan itu, Suu Kyi mengatakan pembicaraan tersebut berlangsung "jujur dan transparan" tetapi juga "menekankan pentingnya memperkuat persatuan ASEAN dan menyelesaikan perbedaan antara anggota keluarga ASEAN".

PM Malaysia Najib Razak, salah satu pengecam keras politik Myanmar terhadap RohingyaFoto: picture alliance/zumapress

Terutama Malaysia menutut penyelidikan independen yang dipimpin ASEAN atas berbagai tuduhan pelanggaran HAM terhadap militer Myanmar.

Menteri Luar Negeri Malaysia Anifah Aman juga mendesak akses kemanusiaan penuh ke daerah yang sekarang tertutup, di mana lebih dari 130.000 orang terkurung selama dua bulan tanpa bantuan dari luar.

Dia memperingatkan, tindakan keras militer bisa memicu terulangnya krisis manusia perahu seperti tahun lalu, ketika ribuan warga Rohingya yang kelaparan mencoba melarikan diri ke selatan ke Malaysia. "Kami percaya bahwa situasi sekarang harus diselesaikan bersama-sama," katanya dalam pertemuan di Yangon. "Myanmar harus berbuat lebih banyak untuk mencoba mengatasi akar penyebab dari masalah ini," tandasnya.

Myanmar juga menghadapi tajam dari masyarakat internasional. Termasuk dari PBB dan Amerika Serikat. Minggu lalu, Komisaris HAM PBB Zeid Ra'ad Al Hussein mengeritik penanganan pemerintah Myanmar terhadap krisis itu yang "tidak berperasaan". Dia menggambarkan tindakan militer Myanmar sebagai "pelajaran, bagaimana membuat situasi yang buruk menjadi lebih buruk".

Hari Senin (19/02), Amnesty International juga melontarkan kritik tajam dan menyatakan, tentara melakukan "serangan yang luas dan sistematis terhadap penduduk sipil". ini merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, kata Amnesty International. Tindakan keras terbaru di negara bagian Rakhine Myanmar memicu gelombang  protes publik di negara-negara ASEAN, termasuk di Jakarta.

Lebih dari 27.000 warga muslim Rohingya melarikan dari barat laut Myanmar ke Bangladesh sejak awal November untuk melarikan diri operasi kontra-pemberontakan militer. Lebih 120.000 warga Rohingya terpaksa harus ditampung di tempat-tempat penampungan pengungsi sejak konflik meruncing lagi sejak 2012.

Tentara Myanmar menyatakan operasi militer yang dilaksanakan adalah operasi pengamaan dan untuk memburu kelompok militan dan memastikan serangan terhadap pos polisi seperti yang terjadi Oktober lalu tidak terjadi lagi.

Eksodus warga Rohingya memicu sengketa diplomasi di ASEAN, yang selama ini berpegang pada konsep non interferensi telah memicu sengketa di kalanganlangka dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), blok 10-anggota yang membanggakan diri pada diplomasi konsensus dan non-interferensi.

Myanmar secara tegas membanntah tuduhan-tuduhan itu dan sempat memanggil Duta Besar Malaysia di Myanma serta melarang mengiriman tenaga kerja Myanmar ke Malaysia. Suu Kyi juga mengadakan serangkaian pembicaraan dengan wakil-wakil ASEAN, termasuk Indonesia. Suu Kyi meminta pengertian masyarakat internasional dan meinta waktu lebih banyak untuk mempelajari akar masalahnya.

hp/ap (afp, ap, rtr)