1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Myanmar Juga Ingin Bangun Program Atom?

3 Agustus 2009

Sudah sejak lama, junta militer Myanmar terang-terangan membangun reaktor atom dan persenjataan nuklir angkatan perangnya.

Simbol AtomFoto: AP Graphics

Dukungan bagi pembangunan atom nuklirnya, diperoleh Myanmar dari Rusia dan Korea Utara. Sudah sejak dua tahun silam diketahui, Myanmar memiliki kontrak dengan badan atom Rusia ROSATOM untuk membangun reaktor nuklir untuk penelitian. Sementara itu di pekan-pekan belakangan ini, Amerika Serikat memperingatkan tentang adanya kerjasama yang lebih erat antara Myanmar dengan Korea Utara.

Pada bulan Juni sebuah kapal pengangkut misterius dari Korea Utara, yang diduga mengangkut senjata, berlayar menuju Myanmar. Baru setelah tekanan internasional lambat laun semakin keras, kapal itu kembali ke Korut.

Pakar keamanan dari Massachusetts Institute of Technology MIT, Jim Walsh di sebuah stasion radio Australia mengungkapkan terdapat lebih banyak lagi petunjuk tentang ambisi nuklir Myanmar, namun belum ditemukan buktinya:

„Sejak sekian lama Myanmar memang tertarik membangun program nuklir. Pada tahun 1980 hingga 1990 an, junta militer Myanmar tidak punya hubungan yang baik dengan Koera Utara. Namun sejak tahun-tahun belakangan ini dilakukan pertemuan rahasia, terjadi kontak militer. Pada saat yang bersamaan Myanmar membangun reaktor atom kecil dengan bantuan dari Rusia.“

Koran eksil Myanmar yang dulu disebut Birma, „Mizzima News“, akhir Juli memberitakan sebuah dokumen rahasia, yang menyebutkan militer Myanmar dan Rusia menyepakati pembangunan reaktor atom berkekuatan 10 juta mega watt. Dan bersama Korea Utara, militer Myanmar bekerjasama seperti misalnya membangun sistem terowongan di Myanmar. Televisi eksil “Democratic Voice of Burma DVB” memperlihatkan gambar rahasia dari instalasi terowongan tersebut.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton dalam konferensi keamanan di Phuket baru-baru ini memperingatkan tentang adanya kerjasama nuklir antara Myanmar dan Korea Utara. Pakar keamanan Jim Walsh menyampaikan analisa adanya persamaan antara kedua negara itu, yakni sama-sama mengalami isolasi internasional:

“Beberapa negara menginginkan teknologi nuklir untuk pertahanan wilayahnya, karena merasa terancam. Lainnya karena alasan gengsi, yakni guna mendapatkan pengakuan internasional. Terutama sebuah negara yang tidak memiliki legitmasi baik di dalam negeri maupun internasional, mencoba-coba mencari legitimasi lewat teknologi atom.”

Akhir pekan lalu harian Bangkok Post menulis, sejak beberapa tahun Myanmar telah mulai membangun apa yang disebut batalyon nuklir. Hingga tahun 2012, Myanmar konon sudah akan memberikan ketrampilan nuklir pada lebih dari 1000 serdadunya.

Musch Borowska / Ayu Purwaningsih

Editor : Dewi Gunawan