Myanmar Perpanjang Keadaan Darurat Selama Enam Bulan
1 Agustus 2022
Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional junta militer Myanmar menyetujui perpanjangan keadaan darurat selama enam bulan mendatang.
Iklan
Junta militer Myanmar akan memperpanjang keadaan darurat di negaranya selama enam bulan lagi, media resmi pemerintah Myanmar melaporkan pada hari Senin (01/08).
Junta militer Myanmar pertama kali mengumumkan keadaan darurat negaranya setelah merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dalam kudeta pada Februari tahun lalu.
Pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing meminta pemerintah militer untuk "mengizinkannya bertugas selama enam bulan lagi," dilansir dari laporan surat kabar Global New Light of Myanmar.
Dalam laporan tersebut, anggota Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional junta Myanmar dengan suara bulatnya mendukung keputusan tersebut.
Myanmar: Aksi Protes Perahu Menentang Kudeta Militer
Warga etnis Intha di negara bagian Shan, Myanmar, melakukan protes unik terhadap junta militer dengan aksi protes perahu di Danau Inle, salah satu tujuan wisata populer di negara itu.
Foto: Robert Bociaga
Protes meluas di Myanmar
Protes terhadap kudeta militer di Myanmar 1 Februari lalu meluas ke luar kota Yangon. Pada 18 Februari, penduduk di sekitar Danau Inle, salah satu tujuan wisata populer di negara bagian Shan selatan, berdemonstrasi menentang junta militer dan menuntut pemulihan demokrasi.
Foto: Robert Bociaga
Protes dari atas perahu
Warga dari semua lapisan masyarakat berpartisipasi dalam aksi protes perahu. Mereka terlihat membawa megafon dan plakat-plakat, sambil melantunkan lagu-lagu revolusi.
Foto: Robert Bociaga/DW
Kudeta militer
Pihak militer awal Februari mengkudeta pemerintahan sipil dengan mengklaim terjadi penipuan yang luas dalam pemilihan umum November lalu, yang dimenangkan secara telak oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dari Aung San Suu Kyi, sekalipun militer ketika itu membuat partai politik untuk menang pemilu. Sejak kudeta, banyak anggota NLD dan pemerintahan sipil yang ditahan, termasuk Suu Kyi.
Foto: AP Photo/picture alliance
Pembangkangan sipil
Sejak kudeta, puluhan ribu orang melakukan protes dan kampanye pembangkangan sipil. Pihak militer menanggapi dengan keras dengan gelombang penangkapan ancaman sanksi berat.
Foto: REUTERS
Aksi protes perahu dukung sanksi Barat terhadap pelaku kudeta
Negara-negara Barat telah menjatuhkan sanksi kepada para pemimpin kudeta dan menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan para tahanan politik lain. Pengunjuk rasa di Danau Inle menyambut baik sanksi tersebut dan mengatakan bahwa tujuan mereka adalah untuk mengakhiri dominasi militer selamanya. Namun, mereka tidak mendukung rekonsiliasi dengan para jenderal, kebijakan yang diambil Suu Kyi selama ini.
Foto: Robert Bociaga
Sistem demokrasi satu-satunya jalan melindungi minoritas
Negara bagian Shan dihuni oleh warga etnis Intha, yang juga dikenal sebagai "orang danau". "Satu-satunya cara untuk melindungi tradisi minoritas adalah melalui sistem demokratis dan desentralisasi. Itulah mengapa kami membutuhkan demokrasi federal di Myanmar," kata Ko Su, seorang aktivis etnis Intha, kepada DW.
Foto: Robert Bociaga
Sektor turisme di bawah pengawasan militer
Suku Intha mengatakan, mereka belum dapat sepenuhnya memanfaatkan pariwisata karena sebagian besar hotel dan bisnis di daerah tersebut dimiliki oleh orang-orang yang memiliki koneksi dengan militer. Namun sebelum kudeta, penduduk setempat setidaknya bisa mendapatkan keuntungan dari industri pariwisata yang berkembang pesat. (hp/vlz)
Foto: Robert Bociaga
7 foto1 | 7
Keadaan darurat sejak 2021
Keadaan darurat pertama kali diumumkan pada Februari 2021, setelah kudeta menggulingkan pemerintahan Suu Kyi. Junta Myanmar mengatakan pemilihan umum akan diadakan, dan keadaan darurat akan dicabut pada Agustus 2023.
Namun, keraguan muncul dan mempertanyakan apakah pemilihan perlu diberlangsungkan atau tidak. Militer Myanmar menuduh adanya kecurangan pemilu 2020, yang dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi. Namun, kelompok pemantau pemilu tidak menemukan bukti kecurangan Suu Kyi yang telah ditahan sejak kudeta dan menghadapi berbagai tuduhan.
Sejak pengambilalihan tersebut, telah terjadi aksi penentangan keras terhadap perbedaan pendapat dan kebebasan pers. Pada hari Sabtu (30/07), seorang jurnalis video Jepang ditahan oleh pasukan keamanan di Myanmar saat meliput protes terhadap pemerintahan militer Myanmar di Yangon, ungkap aktivis pro-demokrasi.
Pemerintah Jepang pada hari Senin (01/08) kemudian mengkonfirmasi bahwa salah satu warganya telah ditangkap di Myanmar, dan Tokyo menyerukan pembebasan jurnalisnya tersebut.