1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Myanmar Terancam Bencana Kemanusiaan

9 Mei 2008

Terhambatnya bantuan kemanusiaan bagi korban badai di Birma menjadi sorotan media internasional. Junta militer menyatakan bersedia menerima bantuan asing namun melarang ratusan pekerja kemanusiaan masuk Birma.

Harga bahan pangan di Birma melambung
Harga bahan pangan di Birma melambungFoto: AP

Harian Inggris The Independent dalam tajuknya menulis:

"Birma tidak memiliki truk, kapal atau bahan bakar untuk menyalurkan bantuan kepada rakyatnya. Sementara tentara Birma yang biasanya bergerak cepat dalam menekan gerakan demokrasi malah menghilang saat krisis kemanusiaan terjadi. Mereka tidak memiliki keahlian dan perlengkapan untuk memperbaiki jalan dan jembatan yang hancur. Bantuan darurat yang efektif membutuhkan orang-orang yang sudah biasa menangani bencana berskala besar sehingga bantuan tetap tersalur kepada para korban. Pemerintah Myanmar menyadari semua ini. Semoga saja kali ini junta militer bersikap manusiawi dan memberikan akses penuh pada organisasi bantuan."

Harian Prancis Le Monde mengomentari penolakan pemerintah Myanmar untuk mengizinkan bantuan asing masuk ke Birma. Harian yang terbit di Paris itu menulis:

"Jumlah korban bertambah terus, sementara mereka yang lolos dari maut terancam epidemi penyakit. Menteri Luar Negeri Bernard Kouchner memang benar bila ia mengatakan penolakan junta militer ini ibarat bencana kedua bagi Birma. Dunia internasional kembali tidak berdaya menghadapi suatu rezim, yang lebih mementingkan kelanggengan kekuasaan daripada kesejahteraan rakyatnya."

Sementara harian Inggris berhaluan konservatif The Times berkomentar:

"Junta militer dapat didesak untuk bersikap lebih bertanggung jawab bila kekuasaan mereka terancam goyah. Rakyat Birma mulai berpaling dan mencari bantuan di biara-biara karena tidak dapat mengharapkan pemerintah. Saat Birma memproklamasikan kemerdekaannya, negara itu termasuk salah satu negara terkaya di Asia. Tapi manejemen yang salah dari junta militer menyebabkan Birma kini terpuruk dalam kemiskinan. Rakyat yang lapar bisa saja menggulingkan pemerintah bila pasokan beras Birma habis. Bila junta militer ingin mempertahankan kekuasaannya, sebaiknya pemerintah Myanmar segera membuka perbatasan negaranya bagi bantuan internasional untuk membantu para korban.

Harian Italia La Repubblica menulis:

"Junta militer menyandera rakyat Birma di negara yang diporak-porandakan badai tropis Nargis. Dunia internasional pun mengecam keras sikap pemerintah Myanmar. Ketidak-berdayaaan masyarakat dunia menghadapi situasi di Birma sangat mengecewakan. Dalam sejarah manusia belum pernah ada kejadian seperti ini - hampir seminggu setelah bencana terjadi bantuan yang mengalir dijegal oleh militer di perbatasan Birma. Angka korban terus meningkat, 100.000 orang diperkirakan tewas, suatu tumbal darah yang mengerikan. Tapi para jendral tetap acuh terhadap kecaman dunia dan bersikeras mempertahankan isolasi Birma dari dunia luar."

Tajuk senada diluncurkan harian Belanda de Volkskrant:

"Saat ini yang terpenting adalah pemberian bantuan pada para korban. Tapi dalam jangka panjang yang terbaik bagi rakyat Birma adalah bila junta militer dilengserkan. Ini tidak mudah. Risiko pecahnya kerusuhan di Myanmar adalah suatu ancaman nyata, dan para diktator memang tak pernah mencari dukungan dari rakyatnya. Pertanyaannya sekarang, berapa lamakah militer dapat menjamin keutuhan Birma, dan mungkin yang lebih penting lagi, berapa lama lagi Cina melindungi para jenderal? Sebenarnya ini adalah peluang bagi Beijing untuk memperbaiki citra Cina di mata dunia sebelum Olimpiade 2008 digelar."(zer)