Jutaan pekerja paksa dieksploitasi di Jerman selama Perang Dunia II. Banyak nasib mereka yang kini tidak diketahui. Seorang perempuan dari Belarus tidak mau pasrah dengan keadaan ini dan mencari tahu.
Iklan
Ketika bibinya meninggal, Hanna S. masih berusia delapan tahun. Saat itu, ia masih terlalu muda untuk memahami apa yang telah terjadi pada saudara perempuan neneknya: yakni harus melakukan kerja paksa di Jerman untuk Nazi.
Sama seperti 13 juta pria, perempuan, dan anak-anak lainnya, banyak dari mereka dideportasi dari negara-negara yang diduduki oleh Nazi ke Jerman dan dipaksa melakukan kerja paksa di sana.
Sejarah samar dalam keluarga
"Saya mengetahui tentang nasib bibi buyut saya secara tidak sengaja," kata Hanna S., yang berasal dari Belarus dan tidak mau menyebutkan nama lengkapnya. Kami bertemu dengannya di Berlin, di mana ia menghabiskan liburan musim panasnya dengan menghadiri sebuah seminar tentang topik kerja paksa Nazi.
"Tidak banyak yang dibicarakan di keluarga saya," kata perempuan lincah berambut cokelat panjang itu. "Saya pikir itu sangat disayangkan." Informasi yang dimiliki Hanna tentang bibinya sangat sedikit. "Itulah kesenjangan dalam sejarah keluarga saya."
Hanna hanya tahu bahwa bibinya harus memanggang roti. Namun, ia berharap dapat mengetahui lebih banyak lagi tentang bibinya suatu hari nanti. Itulah sebabnya ia datang ke Berlin, ke Pusat Dokumentasi Kerja Paksa Nazi, yang terletak di bagian tenggara kota dekat Sungai Spree.
Auschwitz - Menengok Kekejaman Sebuah Kamp
Kamp konsentrasi Auschwitz berhasil dibebaskan pasukan Soviet, 27 Januari 1945. Sejak tahun 1996, tanggal ini dijadikan sebagai hari peringatan bagi para korban kekejaman Nationalsozialismus (Nazi).
Foto: AP
Pembebasan
75 tahun lalu, Tentara Merah berhasil membebaskan kamp konsentrasi dan kamp pemusnahan Auschwitz-Birkenau. Antara tahun 1940-1945, lebih dari satu juta orang, kebanyakan warga Yahudi, tewas dibunuh di kamp ini. Ketika tentara Soviet membebaskan kamp, mereka hanya menemukan sekitar 7000 orang yang selamat. Tampak dalam foto yang diambil Januari 1945, tiga orang penghuni kamp yang berhasil selamat.
Foto: AP
Hampir Mati Kelaparan
10 hari sebelum Tentara Merah membebaskan kamp ini, Nazi menggiring sekitar 60 ribu tawanan, dengan apa yang disebut Todesmarsch atau Mars Kematian, ke kamp lain. Mereka yang tinggal di kamp adalah para tahanan yang kondisinya telah lemah akibat kelaparan.
Foto: AP
Tahanan Anak
Nazi menahan sekitar 232 ribu anak-anak di Auschwitz-Birkenau. Kebanyak dari mereka adalah anak-anak keturunan Yahudi. Selain itu terdapat juga anak-anak Roma, anak-anak yang dikirim dari Polandia, Rusia dan Ukraina. Saat ini, masih hidup sekitar 300 anak dari 2000 anak yang berhasil diselamatkan 70 tahun lalu.
Foto: AP
Sinisme Nazi
"Arbeit macht frei“ atau terjemahan harfiahnya "Kerja Dapat Membebaskan“, semboyan yang terpampang di depan gerbang utama kamp konsentrasi Auschwitz I. Tahun 2009, plang tulisan asli di gerbang ini telah dicuri, dan diganti dengan satu replika. Plang asli yang berhasil ditemukan kembali kini disimpan di museum.
Foto: AP
Holocaust
Auschwitz-Birkenau merupakan kamp konsentrasi dan kamp pemusnahan terbesar yang dibangun Nazi. Dan kamp ini merupakan satu-satunya yang berhasil dipertahankan kondisinya sesuai dengan kondisi ketika kamp ini dibebaskan tahun 1945 – atau seperti tampak dalam foto yang dibuat tahun 1946.
Foto: AP
Tugu Peringatan Asli
Untuk mempertahankan kamp ini sebagai tugu peringatan, Polandia telah membentuk satu yayasan. Jerman telah menjanjikan 120 juta Euro dana yang dibutuhkan, sehingga pekerjaan pemeliharaan dapat terus dilaksanakan dalam tahun-tahun mendatang. Foto yang diambil tahun 1958 memperlihatkan gudang penyimpanan di balik pagar listrik tegangan tinggi
Foto: AP
Pembunuh
Salah satu dari 116 foto langka para petinggi Nazi di Auschwitz ini diambil pada tahun 1944. Richard Bär, yang sejak Mei 1944 memegang komando tertinggi di Auschwitz, di sebelahnya, Dr. Josef Mengele, komandan di Birkenau, Josef Kramer (tertutup wajahnya), serta mantan komandan Auschwitz Rudolf Höß. Pria paling kanan tidak diketahui identitasnya.
Foto: AP
Fotografer
Wilhelm Brasse berusia 25 tahun ketika tiba sebagai tahanan politik di Auschwitz. Atas perintah SS, ia membuat foto dari sekitar 40 ribu tahanan. Ia pun diharuskan mendokumentasikan eksperimen medis brutal yang dilakukan Dr. Mengele. Akibat trauma, setelah perang berakhir, tidak pernah sekalipun menyentuh kamera lagi. Kisah Brasse diabadikan dalam satu film Polandia berjudul "Potrecista“.
Foto: dpa
Seleksi
Foto dari tahun 1944 yang kini tersimpan di Museum Yad Varshem ini memperlihatkan para perempuan dan anak-anak, yang dipisahkan dari kelompok laki-laki. Mereka sedang menjalani psores ‚penyeleksian, ketika tiba di Auschwitz-Birkenau.
Foto: AP
Kerja Rodi
Mereka yang lolos dari 'seleksi’ diharuskan melakukan kerja yang berat. Tampak dalam foto, para perempuan yang lolos seleksi berdiri dalam antrian untuk menerima perintah kerja.
Foto: AP
Barak Perempuan
Kelaparan dan kedinginan merupakan keseharian yang harus dijalani para perempuan penghuni kamp di Birkenau. Mereka ditempatkan dalam barak terpisah di lokasi kamp.
Foto: dpa
Warisan Holocaust
Di area kamp Auschwitz seluas hampir 200 hektar terdapat 300 barak tahanan. Banyak bagian dari kamp konsentrasi Auschwitz yang sampai sekarang tetap terpelihara keasliannya dan dijadikan sebagai tugu peringatan serta museum kekejaman Holocaust. Museum ini juga dijadikan pusat penelitian Holocaust.
Foto: dpa
Krematorium
Auschwitz-Birkenau memiliki enam kamar gas serta empat krematorium. Rasa kengerian masih dapat dirasakan para pengunjung ketika melihat bekas oven pembakaran jenazah ini. Banyak tahanan dari seluruh Eropa dibunuh pada hari kedatangan mereka dan jenazah mereka dibakar di tempat ini.
Foto: AP
Rencana Pemusnahan
Salinan asli dari rencana pembangunan kamp konsetrasi dan kamp pemusnahan Auschwitz tahun 1941 dan 1942. Salinan asli ini kini disimpan di Museum Holocaust Yad Vaschem di Yerusalem. Dalam salinan ini digambarkan berapa besar dan di mana saja akan dibangun kamar gas dan oven pembakaran korban. Salinan ini ditemukan pada tahun 2008 di sebuah apartemen di Berlin.
Foto: AP
14 foto1 | 14
Di sini, bersama dengan orang-orang lain yang tertarik dengan sejarah, ia mengambil bagian dalam seminar studi selama 10 hari yang diselenggarakan oleh Aktion Sühnezeichen Friedensdienste (Aksi Rekonsiliasi untuk Layanan Perdamaian), untuk mempelajari secara mendetail soal kerja paksa Nazi.
Selain dia, ada lima peserta lainnya berasal dari Belarus. "Topik ini menyentuh saya, tetapi juga melelahkan secara emosional," kata perempuan berusia 30 tahun yang berprofesi sebagai guru itu. Kelak, ia ingin melakukan lebih banyak penelitiantentang arsip.
Barak sebagai tempat tinggal pekerja paksa
Ketika menceritakan hal ini, Hanna memandang dinding-dinding barak yang kosong tempat para pekerja paksa ditempatkan selama era Nazi. Ini adalah bagian dari bekas kamp barak yang dibangun dari tahun 1943 dan sekarang berfungsi sebagai tempat peringatan otentik di Pusat Dokumentasi Kerja Paksa Nazi.
Pohon di depan jendela sudah ada pada saat itu, begitu pula rumah-rumah di sekitarnya yang dapat digunakan untuk melihat ke kamp barak, dan melihat bagaimana para pekerja paksa berlari ke pabrik, pabrik di sekitarnya pada pagi hari dan kembali pada malam hari. Dengan sedikit imajinasi, kita dapat membayangkan pengurungan, hawa dingin, dan kondisi higienis yang mengerikan di dalam barak, yang kemudian dilaporkan oleh banyak saksi mata. Tidak ada privasi, bahkan di ruangan dengan toilet di ujung koridor.
Iklan
Satu kamp kerja paksa di setiap sudut
Berlin, ibu kota Reich pada saat itu, merupakan contoh ilustrasi yang sangat baik tentang skala besar eksploitasi pekerja paksa. Berlin bukan hanya pusat kekuasaan Nazi, tetapi juga lokasi perusahaan-perusahaan persenjataan dan industri besar. Perusahaan-perusahaan tersebut memiliki permintaan tenaga kerja yang tinggi, terutama karena banyak pria Jerman berada di garis depan peperangan, sehingga tidak tersedia cukup tenaga kerja.
Situs-situs Peringatan 75 Tahun Perang Dunia Kedua di Berlin
Perang Dunia Kedua berakhir 75 tahun lalu di ibukota Jerman, Berlin. Berbagai tugu dan situs peringatan tentang kekejaman perang rezim Nazi dan Hitler ada di Berlin. Inilah beberapa di antaranya.
Foto: DW/R. Pelzl
Gedung Reichstag
Pada 30 April 1945, dua tentara Soviet mengibarkan bendera merah di gedung parlemen Reichstag di Berlin. Meskipun sekarang diketahui bahwa adegan ini sebenarnya terjadi dua hari kemudian, namun inilah salah satu gambar paling terkenal dari abad ke-20, melambangkan kemenangan Sekutu atas Hitler, sekaligus akhir Perang Dunia Kedua.
Foto: picture-alliance/dpa
Sekarang jadi gedung parlemen Jerman, Bundestag
Gedung Reichstag di Berlin yang sudah dipugar, sekarang jadi gedung parlemen Jerman, Bundestag, dengan halaman luas di depannya. Pada musim panas banyak orang duduk santai dan berpiknik di tempat ini.
Foto: picture-alliance/imageBROKER/M. Hauser
Museum Sekutu (AlliiertenMuseum)
Sekutu barat, yaitu Amerika, Inggris dan Prancis, baru masuk ke Berlin Juli 1945, ketika mereka mengambil alih sektor barat kota. Pusat pasukan AS adalah distrik Zehlendorf. Bekas gedung bioskop "Outpost Theater" sekarang menjadi bagian dari Museum Sekutu (AlliiertenMuseum), yang mencakup periode Berlin pasca perang, hingga penarikan pasukan Amerika pada tahun 1994, setelah Jerman bersatu kembali.
Foto: picture-alliance/akg-images/D. E. Hoppe
Tugu Peringatan Serdadu Rusia (Sowjetisches Ehrenmal)
Patung serdadu Rusia menggendong anak kecil yang diselamatkan dan memegang pedang, berdiri di atas simbol swastika yang hancur. Monumen Sowjetisches Ehrenmal ini ada di Treptow dan menjadi lokasi pemakaman militer bagi sekitar 7.000 tentara Soviet yang kehilangan nyawa dalam pertempuran merebut Berlin pada musim semi 1945.
Foto: picture-alliance/360-Berlin/J. Knappe
Taman Makam Serdadu Inggris (Britischer Soldatenfriedhof)
Sekitar 3.600 tentara Angkatan Udara Inggris, sebagian besar tewas dalam pertempuran udara di Berlin, dimakamkan di Pemakaman Inggris di Heerstrasse. Pemakaman ini dibangun antara tahun 1955 dan 1957 untuk para prajurit yang tewas di pihak Inggris Raya dan Negara-negara Persemakmuran, khususnya dari Kanada.
Foto: picture-alliance/Arco Images/Schoening Berlin
Pusat Peringatan Perlawanan Jerman (Gedenkstätte Deutscher Widerstand)
Setahun sebelum Perang Dunia Kedua berakhir, pada 20 Juni 1944, sekelompok perwira Jerman dipimpin oleh Claus Schenk Graf von Stauffenberg mencoba membunuh Hitler dan menggulingkan rezim Nazi. Tetapi bom yang dipasang gagal membunuh Hitler. Para perwira yang terlibat di eksekusi. Graf von Stauffenberg dieksekusi di tempat ini, yang sekarang jadi Pusat Peringatan Perlawanan Jerman terhadap Hitler.
Pusat Dokumentasi Kekejaman Nazi (Topographie des Terrors)
Dengan sekitar satu juta pengunjung setiap tahun, pusat dokumentasi "Topographie des Terros" di Niederkirchnerstrasse adalah salah satu situs peringatan yang paling banyak dikunjungi di Berlin. Dari tahun 1933 hingga 1945, ini adalah markas Kantor Polisi Rahasia Gestapo dan SS. Dengan kata lain, inilah tempat di mana sistem teror rezim Nazi direncanakan dan dikelola.
Foto: picture-alliance/dpa/P. Zinken
Peringatan Holocaust (Holocaust Mahnmal)
Sebanyak 2.711 pilar yang dipancang di tempat ini memperingati sekitar 6,3 juta warga Yahudi Eropa yang dibunuh selama kekuasaan Nazi di bawah Hitler. Peristiwa itu juga disebut sebagai "Holocaust". Monumen ini juga dilengkapi dengan pameran keliling yang mendokumentasikan diskriminasi, penganiayaan dan pemusnahan sistematis warga Yahudi di kamp-kamp konsentrasi Nazi.
Foto: picture-alliance/Schoening
Gereja Peringatan Kaisar Wilhelm (Kaiser-Wilhelm-Gedächtniskirche)
Gereja ini ada di Breitscheidplatz di pusat kota. Gereja ini rusak parah selama serangan bom pihak sekutu tahun 1943. Tadinya gereja ini akan dihancurkan sama sekali untuk dibangun yang baru, namun warga Berlin memprotes rencana itu. Akhirnya reruntuhan menara gereja setinggi 71 meter ini dipertahankan sebagai peringatan terhadap perang dan kehancuran, untuk perdamaian dan rekonsiliasi. (hp/pkp)
Foto: picture-alliance/dpa/R. Günther
9 foto1 | 9
Di Berlin saja, sekitar setengah juta pria, perempuan dan bahkan anak-anak dipaksa bekerja. "Pekerja paksa ada di mana-mana di Berlin," jelas sejarawan Roland Borchers, yang merupakan peneliti di Pusat Dokumentasi Kerja Paksa Nazi. "Ada kamp di setiap sudut kota." Dalam lanskap kota saat ini, hampir tidak ada yang bisa dilihat dari mereka.
Basis data terus berkembang
Para sejarawan memperkirakan ada sekitar 3.000 kamp untuk pekerja paksa di Berlin. Selain barak-barak sederhana, ruang penyimpanan, loteng, atau flat pribadi juga digunakan sebagai tempat tinggal bersama. Sebanyak 2.000 dari kamp-kamp tersebut telah didokumentasikan dalam basis data yang dapat diakses oleh publik dan Borchers secara teratur menambahkan lebih banyak data. "Kami terus menemukan kamp-kamp baru."
Selama era Nazi, perusahaan mana pun dapat meminta pekerja paksa, mulai dari pabrik senjata besar hingga toko roti di sudut jalan. "Dia harus pergi ke kantor tenaga kerja, menjelaskan kebutuhannya dan membuatnya kredibel bahwa bisnisnya penting," jelas Borchers. "Kemudian dia mendapat pekerja paksa."
Perspektif para korban
Untuk waktu yang lama setelah Perang Dunia II, topik kerja paksa Nazi hanya mendapat sedikit perhatian. Baru pada pertengahan tahun 1980-an, pengelolaan sejarah gelap itu dimulai, yang terus berlanjut hingga saat ini. Borchers menekankan bahwa beberapa aspek masih belum dipahami dengan baik.
Di atas semua itu, masih sedikit yang diketahui tentang perspektif dan pengalaman para korban. Hanna juga mengalami hal itu. Di banyak keluarga, hanya sedikiit diskusi mengenai masalah ini, baik karena malu atas kekelaman sejarah tersebut atau karena alasan lain. Hal ini membuatnya semakin penting untuk membahas topik kerja paksa Nazi, "agar kekejaman semacam itu tidak terulang lagi di masa depan."