1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Nasib Pencari Suaka Sri Lanka Terkatung-katung

29 Oktober 2009

Indonesia menegaskan tidak akan memaksa turun 78 pencari suaka asal Sri Lanka dari kapal Australia di perairan dekat Pulau Bintan.

Pengungsi Sri Lanka yang bertahan tinggal di negaranya, menetap dalam bedeng penampungan sementaraFoto: AP

Hingga kini Australia bersikukuh tidak akan membawa 78 pengungsi Sri Lanka di perairan Bintan ke negeri kangguru tersebut. Perdana Menteri Australia Kevin Rudd menekankan bahwa sudah ada kesepakatan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam mengatasi penyelundupan manusia. Rudd bertahan dengan yang disebutnya sebagai “Indonesian Solution” atau Penyelesaian Indonesia, dengan memroses para pencari suaka itu di Indonesia, sebagai dasar untuk mencegah perjalanan laut berbahaya yang ditempuh oleh para manusia perahu. Namun juru bicara Departemen Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah mengungkapkan: „Tidak ada itu, kita tidak mengenal istilah „Indonesian Solution.“, itu hanya jargon politik Australia, yang tidak proposional. Kita juga tidak nyaman dengan istilah dalam perdebatan politik di Australia. Tidak ada itu terminologi Indonesian Solution.“

Baru-baru ini Kapal Australia Oceanic Viking menyelamatkan 78 pencari suaka asal Sri Lanka yang terkatung-katung di perairan internasional. Kapal Australia tersebut kemudian membawa mereka dan melemparkan jangkar di perairan dekat Pulau Bintan, namun tidak merapat di pelabuhan. Sebelumnya lebih dari 250 imigran tidak berdokumen asal Sri Lanka juga tertahan di Merak, Banten. Puluhan diantara mereka kini jatuh sakit.

Namun hingga kini para pengungsi itu, baik yang berada di perairan Banten maupun Bintan, menolak untuk turun dari kapal dan diproses sebagai pencari suaka. Perdana Menteri Australia Kevin Rudd mengungkapkan tidak tertutup kemungkinan memaksa para pengungsi turun dari kapal dan menjalani proses pemeriksaan kesehatan dan identitas. Namun Juru bicara Departemen Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah menyatakan: „Kalau mereka tidak mau diproses kita tunggu saja sampai mereka siap sampai diproses.“

Terkait 78 pencari suaka di perairan Bintan, Departemen Luar Negeri menegaskan bahwa karena para pengungsi itu berada di atas Kapal Australia maka secara hukum lebih berada pada tanggung jawab Australia. Kembali Faizasyah: „Lautnya laut kita, kita beri izin lepas jangkar di perairan kita. Namun selama mereka ada di kapal Australia, maka mereka tunduk pada bendera kapal. Lebih berat di Australia. Dari sisi hukum internasional, keberadaan mereka di atas kapal itu berada dalam yuridiksi Australia.“

Sementara untuk 250 an pengungsi lainnya di Merak, Banten, karena mereka ditangkap oleh Indonesia, maka Indonesia dan badan imigrasi internasional IOM yang mengurusi kebutuhan kemanusiaannya. Pemerintah Indonesia juga meminta mereka untuk mau diproses identitas, kesehatan dan latar belakangnya. Bila para pengungsi itu mau turun dari kapal dan diperiksa, maka aakana da dua kemungkinan, diproses untuk menjadi pencari suaka oleh badan internasional untuk pengungsi UNHCR atau dipulangkan ke negerinya. Kembali Faizasyah:„Tidak otomatis kita serahkan mereka ke UNHCR. Bila ada indikasi pengungsi kita teruskan, bila alasannya ekonomi, maka pemerintah Indonesia akan berurusan dengan negara asal.“

Saat ini pemerintah Australia sendiri terus mendapat tekanan dari kubu oposisi karena dianggap lemah menghadapi arus pengungsi. Kebanyakan dari para pencari suaka ke negeri kangguru itu melewati wilayah perairan Indonesia.

Ayu Purwaningsih

Edotor : Hendra Pasuhuk

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait