1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Migrasi

Nasib Pengungsi, Terkatung dan Diserang di Laut Aegean

Brigitta Schülke-Gill | Julia Bayer
1 Juli 2020

Benarkah pasukan penjaga pantai Yunani sengaja menyabotase kapal pengungsi dan migran di laut lepas untuk mendorong mereka kembali ke Turki? Berikut investigasi Deutsche Welle.

Kapal pengungsi di perairan Aegea
Kapal pengungsi di perairan AegeaFoto: Turkish Coast Guard Command

"Mama, Mama, kita bakal mati!" Terdengar raung panik seorang bocah saat sejumlah pria mengenakan masker memanjat ke atas kapal kecil yang penuh berisi pengungsi di tengah laut lepas.

Video yang menggambarkan kejadian ini diposting di Twitter pada 4 Juni oleh layanan darurat pengungsi AlarmPhone. Insiden itu terjadi di selat antara Turki dan Pulau Lesbos milik Yunani. Menurut badan perlindungan perbatasan Frontex, Mediterania Timur saat ini merupakan rute paling sibuk yang dilalui para pengungsi yang mencoba memasuki Uni Eropa.

Serangan ilegal

AlarmPhone adalah layanan bantuan bagi para migran yang menghadapi masalah di laut lepas. Mereka meneruskan panggilan darurat ke agen penjaga pantai terdekat dan mencoba menekan pihak berwenang agar bertindak cepat dalam menyelamatkan para pengungsi.

Lorenz, seorang relawan AlarmPhone yang berasal dari Swiss, tengah bertugas pada tanggal 4 Juni. Para pengungsi yang berada di kapal terlihat sangat tertekan, kata Lorenz. Orang-orang yang mengenakan masker dilaporkan telah menghancurkan mesin, melumpuhkan kapal, lantas meninggalkannya begitu saja.

Menurut koordinat yang didapatkan Lorenz, semua ini terjadi di perairan Yunani. "Serangan-serangan ini sepenuhnya ilegal menurut standar legislatif apa pun, dan jelas menunjukkan kekuatan berlebihan yang saat ini digunakan dalam menghadapi para pengungsi di sepanjang perbatasan Yunani," ujar Lorenz. Relawan AlarmPhone semakin sering mendengar terjadinya serangan seperti ini.

Saksi mata: pria bermasker adalah "aparat Yunani"

DW menganalisis dan melakukan verifikasi sebuah video yang dibuat oleh seorang pengungsi remaja asal Afghanistan bernama Farhad (bukan nama sebenarnya).

Video tersebut menunjukkan adanya lubang di perahu pengungsi, mesin yang telah hancur, dan orang-orang yang putus asa, yang akhirnya melompat ke air dan mencoba berenang menuju pantai Lesbos sambil mendorong perahu. Seorang perempuan terlihat mengibaskan tinjunya dan berteriak: "Mereka mengirim teman-teman mereka untuk menghancurkan perahu kami - kini mereka mengawasi kami!" 

Farhad mengatakan kepada DW bahwa dia yakin para pria yang memakai masker itu adalah “aparat Yunani”. Lagi pula, ujarnya, mereka datang dari kapal besar milik penjaga pantai, dan selalu berkomunikasi dengan kapal induk.

Namun keterlibatan penjaga pantai Yunani tentunya sulit dibuktikan. Para pria bermasker tidak mengenakan seragam, dan kapal mereka tidak memiliki tanda apa pun. Itulah sebabnya video lain yang diposting mulai 4 Juni menjadi sangat penting.

Kondisi kapal pengungsi di Laut Aegean seperti yang direkam oleh pengungsi bernama Farhad.

Berkat analisis yang teliti terhadap superstruktur dan fitur-fitur kapal tersebut, platform investigasi online Bellingcat dan Lighthouse Reports mampu dengan tepat mencocokkan kapal itu dengan kapal penjaga pantai Hellenic. Kapal itu diduga adalah kapal penjaga pantai Yunani ΛΣ 080, dan telah terbukti dikerahkan dari Lesbos pada hari yang sama.

Yunani bantah semua tuduhan

Yunani terus menolak tuduhan bahwa mereka menggunakan metode ilegal untuk mengusir pengungsi yang tiba di perairannya. Menanggapi permintaan DW untuk berkomentar terkait laporan adanya aksi pendorongan kembali kapal pengungsi secara ilegal, penjaga pantai Yunani mengatakan bahwa di tengah pandemi corona negara itu dihadapkan dengan "arus migrasi terorganisir" dan “masif” dari Turki. 

Badan perlindungan perbatasan Eropa, Frontex, yang bekerja erat dengan penjaga pantai Yunani di Laut Aegean, juga tidak memberikan tanggapan langsung terhadap penyelidikan DW tentang peristiwa 4 Juni itu.

Markas besar Frontex yang berada di Warsawa, Polandia, hanya menjawab dengan pernyataan umum bahwa "Frontex berkomitmen penuh menjunjung tinggi standar kontrol perbatasan dalam operasi kami, dan melakukan pushback adalah ilegal menurut hukum internasional."

Sementara itu, badan milik PBB untuk pengungsi, UNHCR, menyatakan keprihatinannya. Boris Cheshirkov, juru bicara UNHCR di Yunani, mengonfirmasi kepada DW bahwa, sejak Maret pihaknya telah mendokumentasikan puluhan insiden semacam ini. UNHCR telah meminta pemerintah Yunani untuk menyelidiki insiden tersebut.

Cheshirkov juga menegaskan bahwa meski "Yunani memiliki hak yang sah untuk mengontrol perbatasannya dan menertibkan migrasi tidak teratur," negara tersebut harus melakukannya "dengan tetap menghormati hak asasi manusia internasional dan standar perlindungan pengungsi."

Sama buruknya

Pihak penjaga pantai Turki secara teratur menerbitkan foto-foto "penyelamatan" kapal pengungsi. Namun, semua pengamat di wilayah itu menyatakan bahwa Yunani bukan satu-satunya pihak yang dilaporkan melanggar hukum. Seringnya, kata para pengamat, pihak Turki berlama-lama hanya menjadi penonton dan lebih memilih untuk memfilmkan kejadian yang diduga sebagai pelanggaran pihak Yunani daripada segera bertindak menyelamatkan para pengungsi.

"Tidak ada pihak baik di sini, karena kedua belah pihak mempermainkan orang-orang yang rentan," kata Tommy Olsen, pendiri platform AegeanBoatReport. "Dan Uni Eropa tampaknya telah memberi lampu hijau kepada Yunani untuk hal ini." Olsen telah dengan cermat mendokumentasikan pergerakan pengungsi di Laut Aegean sejak 2017.

Terkadang para pengungsi ditangkap langsung di antara kedua front. Inilah yang terjadi pada tanggal 22 Juni, ketika sebuah kapal yang membawa 35 pria, perempuan dan anak-anak ditarik kembali dari perairan Yunani menuju Turki. Seorang pengungsi merekam adegan itu. Sekali lagi, video itu memperlihatkan sebuah perahu karet yang cukup kokoh dengan sekelompok pria berbaju hitam. Dan di belakangnya, dapat dikenali dengan jelas, kapal penjaga pantai Yunani.

Tidak jelas apa yang terjadi selanjutnya. Para pengungsi yang berada di atas kapal melaporkan bahwa sebuah kapal patroli Turki tiba-tiba meluncur ke arah kapal Yunani, dan terdengar suara tembakan dilepaskan. Kepanikan pun pecah di antara para pengungsi. Saat kami melakukan verifikasi video tersebut, tiba-tiba kami melihat wajah yang tidak asing lagi: remaja Farhad yang berusia 16 tahun. Namun, kami telah kehilangan kontak dengannya. (ae/gtp)

Esther Felden dan Amanullah Jawad dari DW berkontribusi dalam laporan ini.