Hingga memasuki babak Debat Capres bagian kedua (Minggu, 17 Februari 2019), konstestasi politik Pemilu 2019 masih menampakkan wajah maskulinitas. Kemana para perempuan di panggung politik pilpres? Opini Wahyu Susilo.
Iklan
Penampakan wajah maskulinitas Pemilu 2019 bukan hanya didominasi oleh dominasi kontestasi Presiden dan Wakil Presiden yang memang kandidatnya semua lelaki, tetapi juga oleh dominasi caleg laki-laki yang mencapai hampir 60% dibanding caleg perempuan yang mencapai 40%. Meski sudah melewati ambang batas 30% kuota perempuan, namun menurut kajian Perludem, prospek keterpilihan caleg perempuan masih jauh dari harapan jika menilik dari urutan kandidasi penetapan daftar calon tetap. Mayoritas nomor urut teratas yang memiliki peluang keterpilihan yang tinggi masih didominasi caleg laki-laki.
Selain itu, hanya maskulin Pemilu 2019 juga terlihat dari marginalisasi isu-isu terkait perempuan dalam perbincangan dan perdebatan tentang program dan konten kampanye para kandidat. Dalam dua perdebatan kandidat Pilpres 2019 baik di term 1 (tentang penegakan hukum, HAM dan terorisme) maupun term 2 (tentang energi, sumberdaya alam, infrastruktur dan lingkungan) sangat miskin sekali perdebatan tentang permasalahan yang dihadapi perempuan baik dalam bidang hukum, HAM, penanganan terorisme, akses terhadap sumberdaya alam dan infrastruktur serta dampak kerusakan lingkungan.
Wajah maskulin nampak di perdebatan term 1 dimana dari 6 panelis didominasi oleh (5) laki-laki dan hanya menyisakan 1 panelis perempuan Bivitri Susanti dan 1 moderator perempuan Ira Koesno. Satu-satunya konten perdebatan terkait perempuan hanya berupa pertanyaan atau tepatnya gugatan capres #01 Joko Widodo ke capres #02 Prabowo Subianto tentang tidak adanya perempuan yang menempati posisi strategis di kepemimpinan partai pimpinan Prabowo, Gerindra.
Dalam debat term 2 situasinya juga tidak berubah
Meski ada penambahan 2 panelis perempuan yaitu Yaya Hidayati (WALHI) dan Dewi Kartika (Konsorsium Pembaruan Agraria) namun perdebatan di term 2 yang berlangsung dinamis dan sengit ini sama sekali tidak menyisakan pertanyaan terkait dengan situasi kerentanan perempuan dalam thema-thema sumber daya alam, infrastruktur dan lingkungan.
Wajah maskulinitas juga mendominasi kontestasi perdebatan tentang Pemilu 2019 (terutama Pilpres 2019) di layar-layar televisi dan pangung-panggung yang disediakan oleh lembaga survey dan universitas. Sekali lagi, perempuan lebih sering hanya dihadirkan sebagai moderator ataupun penyiar berita, sementara agenda politik perempuan (yang tidak sekedar keterwakilan perempuan) makin terpinggirkan. Di lembaga survey, perempuan dihadirkan sebagai angka-angka statistik menjadi variable atas elektabilitas peningkat ataupun penurun prosentase keterpilihan.
Nurhadi-Aldo sekalipun
Maskulinitas juga dihadirkan oleh kalangan yang pesimis atas prospek pemilu 2019 yang dianggap tidak menawarkan kebaruan politik. Ketidakpercayaan pada kandidat pemilu 2019 (terutama kandidat pilpres 2019) mendorong mereka mempromosikan parodi kandidat Nurhadi-Aldo (Dildo) dalam bentuk meme yang disebarkan melalui berbagai platform sosial media. Pada mulanya inisiatif ini dianggap sebagai fenomena penyegaran dari aroma Pemilu 2019 yang itu-itu saja, namun dalam perjalanannya konten-konten meme parodi kandidat Nurhadi-Aldo terjebak dalam artikulasi yang seksisme, melecehkan perempuan hingga akhirnya meme parodi ini melakukan bunuh diri ketika dalam satu tampilannya mengekspresikan keterpaksaan diasosiasikan sebagai situasi perkosaan. Ini dinilai oleh para aktivis feminis sebagai upaya mempromosikan budaya perkosaan (rape-culture). Feminist Tunggal Pawestri dalam artikelnya di laman BBC Indonesia sejak dini sudah mewanti-wanti bahwa meme parodi kandidat ini memiliki kecenderungan menormalisasi kecabulan dan berpotensi melecehkan seksualitas dan perempuan.
Faktor lain yang mengukuhkan pemilu yang maskulin adalah berpengaruhnya isu terkait agama dalam Pemilu 2019. Harus diakui, keterpengaruhan agama dalam proses pemilu juga akan memiliki factor yang signifikan meminggirkan agenda-agenda perlindungan perempuan.
Kebangkitan Pemimpin Perempuan di Indonesia
Meski hanya memenangkan 15 dari 111 daerah pemilihan, kemunculan pemimpin perempuan di sejumlah daerah menjadi salah satu catatan manis Pilkada 2018. Inilah sejumlah figur yang patut Anda kenal.
Foto: Detik.com
Khofifah Indar Parawansa
Meski awalnya tidak mendapat dukungan besar, Khofifah merebut hati penduduk Jawa Timur dan mengalahkan Saifullah Yusuf yang lebih diunggulkan. Sosokyang juga mantan anak didik bekas Presiden Abdurrahman Wahid ini sejak awal berkecimpung di Nahdlatul Ulama. Ia menjabat ketua umum Muslimat NU selama empat periode berturut-turut. Tidak heran jika Alm. Gus Dur pernah menyebutnya "srikandi NU".
Foto: Detik.com
Tri Rismaharini
Sebanyak 86,34% suara dikumpulkan Risma saat memenangkan masa jabatan kedua dalam Pemilihan Walikota Surabaya 2015 silam. Kinerjanya yang apik dan faktor kesederhanaan membuat walikota perempuan pertama Surabaya ini berulangkali masuk dalam nominasi walikota terbaik di dunia, termasuk memenangkan Lee Kuan Yew World City Prize 2018.
Foto: Detik.com
Haryanti Sutrisno
Didaulat sebagai salah satu bupati terkaya di Indonesia saat ini, Haryanti akan melakoni masa jabatan kedua di Kabupaten Kediri menyusul hasil Pilkada 2018. Namun kemenangannya itu juga turut memperpanjang kekuasaan dinasti Sutrisno di Kediri selama hampir 20 tahun. Suaminya itu juga menjabat sebagai bupati untuk periode 2000-2010.
Foto: Detik.com
Chusnunia Chalim
Dengan usia yang baru menginjak 36 tahun, Chusnunia Chalim atau lebih sering dipanggil Nunik sudah mengantongi riwayat karir yang cemerlang. Ia tidak hanya pernah menjabat sebagai bupati Lampung Timur, tetapi juga memenangkan Pilkada Lampung 2018 sebagai wakil gubernur. Politisi muda Partai Kebangkitan Bangsa ini juga pernah duduk di Dewan Perwakilan Rakyat antara 2009-2014.
Foto: Detik.com
Anna Muawanah
Sejak 2004 Anna Muawanah yang merupakan kader PKB sudah malang melintang sebagai anggota legislatif sebelum memenangkan Pemilihan Bupati Bojonegoro dengan perolehan suara 35,2% pada Pilkada 2018 silam. Dalam kehidupan sehari-hari Anna bekerja sebagai seorang pengusaha yang bergerak di bidang industri logam dan peternakan.
Foto: Detik.com
Mundjidah Wahab
Mundjidah Wahab boleh jadi salah satu pemimpin perempuan paling berpengalaman di Indonesia saat ini. Sejak tahun 1971 ia sudah aktif di DPRD Jombang dan di Jawa Timur, sebelum menjabat wakil bupati Jombang sejak 2013 silam. Dalam Pilkada kemarin Mundjidah yang juga sempat menjadi pengurus MUI memenangkan kursi bupati Jombang untuk lima tahun ke depan.
Foto: Detik.com
Puput Tantriana Sari
Kemenangan Puput Tantriana dalam Pilbup Probolinggo 2018 membetoni kekuasaan keluarganya yang sudah memerintah kawasan tersebut sejak dipegang suaminya, Hasan Aminuddin antara 2003-2013. Dengan usianya yang baru 35 tahun, Puput saat ini tercatat sebagai salah satu bupati perempuan termuda di Indonesia.
Foto: Detik.com
Faida
Sebagai Bupati perempuan pertama di Jember, karir Faida banyak mendapat sorotan selama Pilkada 2018. Pasalnya sebelum terjun ke dunia politik, dia lebih banyak bergelut dengan profesinya sendiri sebagai seorang dokter. Sepanjang karirnya Faida lebih banyak mengurusi rumah sakit al-Huda, Banyuwangi, yang dibangun oleh ayahnya sendiri. (rzn/hp: detik, kompas, tirto, tribunnews)
Foto: Detik.com
8 foto1 | 8
Jika selama ini para aktivis gerakan perempuan Indonesia sedang mengupayakan adanya penghentian praktik perkawinan anak dengan advokasi di berbagai level hingga meraih kemenangan kecil di putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13 Desember 2018, namun isu ini tidak mendapat perhatian utama dari para kandidat Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden karena dianggap sebagai isu sensitif di kalangan mayoritas muslim. Walau menurut berbagai catatan organisasi internasional seperti UNICEF tentang tingginya angka sunat perempuan di Indonesia dan Indonesia juga memiliki komitmen untuk pencapaian SDGs dalam upaya penghapusannya, namun agenda penghapusan sunat perempuan juga sama sekali tidak disuarakan oleh para kandidat pemilu legislative dan pemilu presiden. Bagaimanapun juga isu sunat perempuan juga masih selalu dikaitkan dengan sensitifitas agama.
Tuntutan agar Indonesia segera memiliki Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang akhir-akhir ini disuarakan oleh kalangan perempuan Indonesia hingga akhirnya menjadi salah satu RUU Prioritas yang harus diselesaikan masa persidangan DPR tahun 2019, diresistensi oleh kalangan Islam konservatif dan dipropagandakan sebagai legislasi yang pro-LGBT dan perzinahan. Resistensi ini sangat terkait dalam upaya untuk menggiring opini para pemilih muslim menolak partai-partai yang mendukung pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Inilah Srikandi Pembawa Harum Nama Indonesia di Dunia Industri Logam Jerman
Perempuan asal Indonesia ini dipercaya sebagai pakar analisis di perusahaan logam bergengsi Jerman yang memproduksi mesin pencetak. Pekerjaan langka dalam dunia kerja yang di Jerman pun masih didominasi pria.
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
Mengenal mesin ekstruder
Jerman terkenal dalam memproduksi logam presisi tahan aus berkualitas tinggi, yang digunakan dalam berbagai keperluan industri. Termasuk di antaranya yang diproduksi perusahaan di Remscheid ini. Perusahaan Jerman CA. Picard mengkhususkan diri dalam bidang teknologi pelat baja dan komponen mesin ekstruder yang mencetak berbagai kebutuhan manusia.
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
Kepala laboratoriumnya perempuan asal Indonesia
Di perusahaan ini ada perempuan dari Indonesia yang bekerja sebagai insinyur material. Namanya: Yuis Anglila Pawitri. Perempuan lulusan Universitas Bonn Rhein Sieg, Jerman ini dipercaya menjadi kepala laboratorium pengujian bahan material di perusahaan tersebut. Dia bertanggung jawab untuk analisis kimia bahan material, pengujian dan perlakuan panas dari logam untuk membuatnya tahan aus.
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
Melakukan pengawasan
Selain itu, Yuis juga mengawasi proses produksi agar sesuai dengan standar kualitas, mulai dari pengembangan dan pemilihan bahan, menentukan spesifikasi material, pengawasan proses produksi, pengujian bahan dan komponen, uji keausan dan korosi, instruksi untruk perlakuan panas terhadap logam, evaluasi produk kontrol kualitas sampai analisis kerusakan.
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
Pentingnya mikroskop dalam pengujian
Salah satu bidang ilmu yang memiliki peran penting dalam penelitian bahan logam tahan aus ini adalah metalografie: “Dengan bantuan mikroskop, kita dapat mengetahui struktur mikro dan sifat dari bahan tersebut. Dan hal ini sangat penting, baik untuk proses produksi komponen selanjutnya maupun sebagai persyaratan yang harus dimiliki komponen tersebut sebagai produk jadi.“
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
Pentingnya perlakukan panas dalam industri logam
Untuk membuat baja yang tahan aus, dapat menggunakan beragam metode. Salah satu di antaranya adalah dengan proses perlakuan panas dan mengaplikasikan lapisan logam tahan aus di permukaan komponen tersebut.
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
Proses karburasi
Proses karburasi dalam perlakukan panas dilakukan untuk memasukkan kandungan karbon ke dalam permukaan baja, agar baja tersebut dapat menjadi lebih keras daripada yang seharusnya. Setelah proses karburasi tersebut komponen melalui tahap perlakuan panas selanjutnya proses hardening dan quenching. Proses pengerasan baja ini bertujuan untuk membuat komponen menjadi tahan aus.
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
Menghasilkan produk tahan aus
Dan yang terpenting juga adalah proses tempering, agar komponen tidak mudah rapuh dan mengurangi beban atau ketegangan dalam komponen tersebut.
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
Contoh produk ynag dihasilkan
Berikut ini adalah sebagian contoh komponen untuk keperluan industri elektronik, pengecoran, kemasan, kimia, plastik, keramik dan pangan.
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
8 foto1 | 8
Bagaimana dengan TKW?
Marginalisasi agenda perlindungan perempuan dalam Pemilu 2019 ini tentu saja juga makin meminggirkan agenda perlindungan buruh migran Indonesia yang mayoritas perempuan dalam Pemilu 2019. Menurut pemantauan Migrant CARE atas proses penetapan daftar pemilih Pemilu 2019, Komisi Pemilihan Umum hanya mampu menjangkau sekitar 30% (2,06 juta) pemilih di luar negeri dari seluruh jumlah warga negara Indonesia (yang mayoritas buruh migran perempuan) sekitar 6,5 juta. Selain dari sisi partisipasi, artikulasi politik buruh migran Indonesia juga belum mendapatkan tempat dalam politik representatif elektoral. Selama ini, suara pemilih luar negeri menjadi konstituensi anggota parlemen dari daerah Pemilihan DKI II (Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan Luar Negeri).
Berdasar pengalaman pemantauan kinerja anggota DPR-RI periode 2004-2009 dan Periode 2009-2014 mayoritas mereka yang terpilih dari daerah pemilihan ini tidak memiliki komitmen yang kuat untuk mengartikulasikan kepentingan dan agenda perlindungan buruh migran Indonesia. Oleh karena itu, Migrant CARE sejak Pemilu 2009, bersama eksponen diaspora dan penggerak pemilu demokratis, terus mengusulkan agar konstituensi pemilih di luar negeri mendapatkan hak politiknya dengan Dapil Luar Negeri, terpisah dari Dapil DKI II.
Penulis:
@wahyususilo adalah pendiri Migrant CARE, sekaligus bekerja sebagai analis kebijakan di lembaga tersebut. Tahun 2007, meraih Hero-Acting to End Modern Slavery Award dari Department of State USA.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWnesia adalah sepenuhnya opini penulis dan menjadi tanggung jawab penulis.
*Ingin ikut berdiskusi? Silakan tuliskan komentar Anda di bawah ini.
Berlinale 2019: Suara Perempuan dan Kaum Marjinal
Tokoh perempuan jadi sorotan di Festival Film Internasional "Berlinale" tahun ini. Sekitar 400 film dari seluruh dunia ditampilkan. Indonesia diwakili film "Aruna dan Lidahnya", saduran dari novel Laksmi Pamuntjak.
Foto: Berlinale 2014/Richard Hübner
Aruna dan Lidahnya
Berlinale 2019 akan digelar 7 sampai 17 Februari di Berlin. Dari Indonesia ditampilkan film "Aruna dan Lidahnya" (2018), yang disadur dari roman Laksmi Pamuntjak (foto) dengan judul yang sama. Disutradarai oleh Edwin, dengan peran utama dimainkan oleh Dian Sastrowardoyo, Nicholas Saputra, Hannah Al Rashid dan Oka Antara. Naskah film ditulis Laksmi Pamuntjak dan Titien Wattimena.
Foto: DW/H. Pasuhuk
Perempuan dalam sorotan
Yang jadi sorotan tahun ini: peran perempuan dalam pembuatan film - baik di depan maupun di belakang kamera. Pemenang Beruang Emas Kehormatan Berlinale 2019 sudah ditentukan: bintang besar sinema Eropa Charlotte Rampling - dalam foto di atas terlihat dalam film "Max mon amour" oleh Nagisa Ōshima (1986).
Foto: Studiocanal
Film tentang masyarakat adat
Peserta Berlinale juga bisa menyaksikan film dari dunia yang jarang ditampilkan di layar perak dalam bagian program "NATIVe". 16 film panjang dan pendek dan film dokumenter dari wilayah Pasifik Selatan akan ditampilkan dan memberikan pandangan sekilas tentang kehidupan masyarakat adat di kawasan itu. Seperti film "Tanna" dari Australia-Ni-Vanuatu, yang menggambarkan perselisihan pernikahan lokal.
Foto: Kairosfilmverleih
Film dokumenter tentang Aretha Franklin
Berlinale 2019 akan menampilkan pemutaran perdana film-film, salah satunya karya Sydney Grace yang luar biasa: "Amazing Grace." Film ini mendokumentasikan penampilan Aretha Franklin di sebuah gereja Baptis di Detroit pada tahun 1972, di mana album pemenang Grammy "Amazing Grace" direkam. Film berusia 40 tahun ini akan tampil tanpa editan di Berlin.
Foto: Amazing Grace Movie, LLC
Film pembuka dari Denmark
Film pembuka Berlinale hari Kamis, 7 Februari, adalah "The Kindness of Strangers," besutan sutradara Denmark Lone Scherfig. Film ini dibuat di sebuah restoran Rusia di New York pada musim dingin dan merupakan representasi yang baik dari internasionalitas Berlinale dan fokusnya tahun ini: perempuan di dunia industri.
Foto: Per Arnesen
Para perempuan garda pelopor
Berlinale juga selalu mempromosikan film-film klasik yang direstorasi kembali, ditampilkan dalam program Berlinale Classics. Salah satu film klasik tahun ini adalah "The Wayward Girl" dari tahun 1959. Disutradarai oleh pembuat film Norwegia, Edith Carlmar, film ini menampilkan Liv Ullmann muda dalam peran utama pertamanya. (Teks: Jochen Kürten/hp/ap)