Naturalisasi Pemain Asing Awali Era Baru Sepak Bola Korsel?
4 September 2025
Federasi sepak bola Korea Selatan (KFA) untuk pertama kalinya menominasikan seorang atlet naturalisasi untuk bergabung dengan tim nasional (timnas) putera. Gelandang muda bernama Jens Castrop adalah pemain berdarah Korea Selatan (Korsel) yang lahir dan besar di Jerman.
Castrop akan bersiap menjalani debut internasional melawan Amerika Serikat pada Sabtu (06/09). Langkah ini menandai perubahan besar untuk sepak bola Korsel.
Pada Piala Dunia 2022, Korsel menjadi salah satu dari empat negara tanpa pemain naturalisasi. Padahal, aturan FIFA membolehkan pemain kelahiran luar negeri dengan ikatan keluarga atau pengalaman di liga domestik untuk dinaturalisasi.
Korea Selatan sangat jarang melakukan naturalisasi. Terakhir, Korsel hanya memanggil remaja asal AS, Casey Phair ke skuat Piala Dunia Wanita 2023.
Profil Jens Castrop
Pemain berusia 22 tahun ini lahir dari ibu yang memiliki darah Korea Selatan, yang kemudian pindah ke Düsseldorf, Jerman pada 1996. Castrop sempat membela timnas junior Jerman dan baru saja mencatat debut di liga sepak bola Jerman bersama klub Borussia Mönchengladbach pada Agustus 2025.
Meskipun begitu, bagi Castrop, Korea Selatan adalah pilihan yang sesuai dengan akar dan identitasnya. "Memilih tim nasional bukan soal kehormatan atau syarat tertentu, tapi tentang di mana hati saya benar-benar berada,” kata Castrop setelah dipanggil timnas Korea Selatan.
Ibunya juga menegaskan pentingnya identitas Asia bagi Castrop, "saya selalu bilang ke Jens, akar kamu Korea Selatan, hatimu berdetak untuk Korea Selatan.”
Disorot soal wajib militer
Debut Castrop sontak memicu pertanyaan soal kewajibannya menjalani dinas militer. Perkaranya, dia sebelumnya tidak pernah tinggal di Korea Selatan. Isu wajib militer ini cukup sensitif, karena publik kerap menyoroti figur kaya atau terkenal yang dianggap menghindari kewajiban wajib militer. Korsel saat ini masih berada dalam status perang dengan jirannya di utara.
Profesor Dirk Bethmann dari Korea University menegaskan, ada konsensus sosial yang kuat bahwa semua laki-laki harus mengabdi pada pertahanan negeri. "Itu sebabnya pengecualian hanya diberikan dalam kasus yang sangat terbatas,” ujarnya kepada DW.
Menurutnya, jalur khusus hanya diberikan untuk atlet dan seniman yang dinilai memberi kontribusi lebih besar bagi citra dan kesejahteraan negara, dibanding jika mereka sekadar menjalani tugas militer dasar.
Menanggapi hal itu, Castrop menegaskan bahwa yang terpenting baginya adalah kontribusi untuk Korea Selatan. Dia pun rutin berkomunikasi dengan Asosiasi Sepak Bola Korea Selatan dan manajemennya terkait isu ini.
Bukan sekadar sepak bola
Bagi masyarakat Korsel, timnas bukan sekadar skuat, melainkan representasi negara. Pemanggilan Castrop dianggap bisa membuka jalan bagi talenta diaspora Korea Selatan lainnya di Eropa dan Amerika Utara untuk ikut berkontribusi.
"Jika Castrop bisa beradaptasi dan bermain bagus, ini bisa jadi contoh penting bagi pemain kelahiran luar negeri lain di masa depan,” kata Lee Sung-mo, penulis dan penerjemah berbasis di Seoul.
Bahasa, adalah tantang lain yang harus dihadapi Castrop. Saat ini, dia masih belajar bahasa Korsel. "Dia akan kesulitan berkomunikasi dengan rekan-rekannya, tapi kami tahu dia berusaha keras belajar. Kami semua akan bekerja sama untuk membantunya beradaptasi,” kata pelatih Korea Selatan, Hong Myung-bo.
Castrop percaya semua itu akan menyesuaikan. "Kuncinya adalah dia harus menunjukkan daya saingnya di posisi yang dia mainkan,” ujar Hong.
Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh: Felicia Salvina dan Muhammad Hanafi
Editor: Rizki Nugraha