Arab Peringatkan AS Tidak Pindahkan Kedutaan ke Yerusalem
4 Desember 2017
Liga Arab, Palestina dan Yordania memperingatkan AS agar tidak memindahkan kedutaannya ke Yerusalem. Status Yerusalem menjadi batu sandungan utama dalam konflik Israel dan Palestina.
Iklan
Yordania pada hari Minggu memperingatkan Presiden Donald Trump tentang "konsekuensi berbahaya" jika Amerika Serikat mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, di tengah spekulasi bahwa langkah itu dapat dilakukan minggu ini.
Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi mengatakan bahwa dia telah menyampaikan hal itu kepada Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson. "Keputusan seperti itu akan memicu kemarahan di dunia Arab, meningkatkan ketegangan dan membahayakan upaya perdamaian," tulis Ayman Safadi di akun Twitter.
Hari Minggu (3/12) penasihat utama Trump Jared Kushner yang ditugaskan menegosiasikan perdamaian antara Israel dan Palestina, mengatakan bahwa Trump belum membuat keputusan.
"Presiden masih akan membuat keputusannya," kata Kushner mengatakan dalam sebuah diskusi tentang situasi Timur Tengah di Brookings Institution di Washington. "Dia masih menimbang berbagai fakta", katanya. Trump diberitakan akan mengumumkan langkah pemindahan Kedutaan Besar AS dari tel Avibv ke Yerusalem minggu ini.
Pejabat Palestina sebelumnya telah memperingatkan Trump agar tidak mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel karena hal itu akan membahayakan kelanjutan proses perdamaian.
"Ini adalah langkah yang akan mengakhiri kemungkinan sebuah proses perdamaian," kata Naabil Shaath, penasihat senior Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas kepada kantor berita DPA.
"Proses perdamaian yang dimulai dengan menggugat tempat yang paling suci bagi kita bukanlah awal (permadaian), melainkan penghancuran," tandas Naabil Shaath.
Mahmoud Abbas sebelumnya meluncurkan prakarsa diplomatik dan berbicara dengan para pemimpin Arab dan internasional untuk mencegah pengumuman Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, kata Shaath.
Presiden Palestina itu memperingatkan para pemimpin internasional bahwa langkah tersebut akan "mendorong kawasan ini ke dalam fase berbahaya, yang hasilnya tidak dapat dikendalikan," demikian dikutip kantor berita resmi Palestina, Wafa.
Sekretaris Jenderal Liga Arab Aboul Gheit mengatakan hari Sabtu (2/11) bahwa perubahan semacam itu dalam kebijakan AS akan "memupuk ekstremisme dan kekerasan."
Israel menganggap Yerusalem sebagai ibukota utamanya dan sejak lama mendesak AS untuk memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke kota bersejarah itu. Namun pemerintah otonomi Palestina mengatakan, Yerusalem Timur harus menjadi ibu kota negara Palestina di masa depan.
Israel merebut bagian timur kota Yerusalem pada Perang tahun 1967 dan mencaplok wilayah tersebut dalam sebuah langkah yang tidak diakui secara internasional.
AS hingga kini tetap mempertahankan kedutaan besarnya di Tel Aviv, meskipun sejak lebih dua dekade sudah ada undang-undang AS yang menetapkan bahwa kantor kedutaan harus dipindahkan ke Yerusalem.
Perang 1967: Yerusalem, Dulu dan Sekarang
Selama setengah abad sejak perang 1967, Yerusalem berada di jantung kontroversi seputar Palestina, pemukiman Yahudi dan pergeseran demografi. Namun kendati begitu tidak banyak yang berubah pada wajah kota abadi itu
Foto: Reuters/R. Zvulun
Masjid Al-Aqsa - 1967
Selamanya Yerusalem diperebutkan oleh kaum Muslim dan Yahudi. Uniknya perang yang berkecamuk pada 1967 hampir tidak mengusik kehidupan warga Yerusalem. Menjelang akhir pekan, penduduk muslim berkumpul di Masjid al-Aqsa untuk menunaikan ibadah Sholat Jumat. Foto ini diambil pada 23 Juni 1967, dua pekan setelah perang berakhir.
Foto: Reuters/
Masjid Al-Aqsa - 2017
Pada lokasi yang sama kehidupan umat Muslim tidak berubah, meski telah berselang separuh abad. Ribuan warga tetap berduyun-duyun menunaikan ibadah di Masjid Al-Aqsa dan berkumpul di halamanya untuk bersantai.
Foto: Reuters/A. Awad
Makam Absalom - 1967
Lembah Kidron adalah kawasan suci buat umat Yahudi dan Kristen. Selain Makam Absalom, putra Raja Daud yang memberontak, lembah ini juga menampung Taman Getsemani, di mana Yesus berdoa sebelum mengalami penyaliban.
Foto: Reuters/Moshe Pridan/Courtesy Government Press Office
Makam Absalom - 2017
Sampai saat ini warga Arab dan Yahudi masih berseteru ihwal nama lembah bersejarah ini. Dalam bahasa Ibrani lembah ini dinamai Kidron, sementara warga Arab menyebutnya Wadi al-Joz.
Foto: Reuters/R. Zvulun
Bukit Zaitun - 1967
Lini pertahanan pasukan Arab-Yordania di Bukit Zaitun yang membentengi bagian timur Yerusalem mengalami gempuran hebat oleh militer Israel. Tidak butuh waktu lama bagi pasukan Yahudi untuk merebut kawasan strategis tersebut.
Foto: Government Press Office/REUTERS
Bukit Zaitun - 2017
Kini Bukit Zaitun dan kawasan pemukiman Wadi el-Joz yang berada di tepi Yerusalem terlihat modern. Pun menara rumah sakit Augusta Victoria yang dibangun pada awal abad ke19 masih berdiri tegap di puncak Bukit Zaitun. Kawasan tersebut hingga kini dihuni oleh warga Arab di Yerusalem.
Foto: Ronen Zvulun/REUTERS
Kubah Shakhrah - 1967
Kubah Shakhrah adalah ikon Yerusalem yang diperebutkan. Kompleks suci ini tidak hanya menjadi situs berharga umat Muslim, tetapi juga bangsa Yahudi. Sebab itu keputusan parlemen Israel, Knesset, untuk menyerahkan kompleks Al-Haram kepada umat Muslim sesaat setelah Perang 1967 dianggap mengejutkan oleh banyak pihak.
Foto: Reuters/Moshe Pridan/Courtesy of Government Press Office
Kubah Shakhrah - 2017
Buat warga Yahudi, kubah Shakhrah melindungi batu besar, tempat di mana Bumi diciptakan danNabi Ibrahim mengorbankan puteranya. Sementara untuk umat Muslim, dari tempat inilah Nabi Muhammad melakukan perjalanan langit yang dikenal dengan Isra Mi'raj.
Foto: Reuters/A. Awad
Gerbang Damaskus - 1967
Setelah tidak digunakan lagi sebagai benteng pertahanan, Gerbang Damaskus menjadi pintu masuk utama menuju kota tua Yerusalem. Meski terdapat konsensus antara Arab dan Israel untuk tidak menghancurkan bangunan bersejarah, sebagian tembok Gerbang Damaskus turut hancur dalam Perang 1967.
Foto: Reuters/
Gerbang Damaskus - 2017
Selama berpuluh tahun, kerusakan pada Gerbang Damaskus yang muncul akibat perang dibiarkan tak tersentuh. Baru 2011 silam Israel merestorasi menara dan sebagian besar tembok yang hancur akibat Perang 1967. Kini Gerbang Damaskus menjadi salah satu atraksi wisata paling digemari turis mancanegara.
Foto: Reuters/R. Zvulun
Arab Souk - 1967
Pasar Arab adalah jantung perdagangan Yerusalem sejak era Kesultanan Utsmaniyyah. Pada era kerajaan Islam terkuat sepanjang sejarah itu Yerusalem mengalami banyak pembangunan, antara lain tembok yang mengelilingi kota tua dan Pasar Arab.
Foto: Reuters/Fritz Cohen/Courtesy of Government Press Office
Arab Souk - 2017
Hingga hari ini Pasar Arab masih riuh oleh pedagang muslim yang menjajakan berbagai barang, mulai dari kebutuhan sehari-hari, pakaian khas Arab hingga berbagai jenis suvenir untuk wisatawan.
Foto: Reuters/A. Awad
Restoran Basti - 1967
Restoran Basti sudah dimiliki oleh keluarga muslim Yerusalem sejak 1927. Saat perang berkecamuk pun warga muslim masih menyempatkan diri bertemu di salah satu tempat makan paling tua di Yeruslem itu.
Foto: Reuters/Moshe Pridan/Courtesy of Government Press Office
Restoran Basti - 2017
Kini, 50 tahun berselang, restoran Basti menjadi lokasi favorit wisatawan asing yang menjelajah kota tua Yerusalem. Setiap tahun restoran ini selalu tutup lebih awal ketika warga Yahudi merayakan pembebasan dan penggabungan Yerusalem ke wilayah Israel sebagai buntut Perang 1967.
Foto: Reuters/A. Awad
Pemakaman Yahudi - 1967
Pada Perang Enam Hari, komandan militer Israel Motta Gur dan pasukannya memantau kompleks Al-Haram dari punggung Bukit Zaitun yang juga menaungi salah satu pemakaman Yahudi paling tua di Timur Tengah. Setelah merebut kawasan strategis ini dari tangan pasukan Yordania, Israel merencanakan perebutan kota tua Yerusalem.
Foto: Government Press Office/REUTERS
Pemakaman Yahudi - 2017
Kini, di lokasi yang sama, ribuan wisatawan berfoto untuk mengabadikan kompleks Al-Haram beserta kota tua Yerusalem. Bukit Zaitun tidak cuma tujuan wisata favorit umat Muslim, melainkan juga bangsa Yahudi.
Foto: Reuters/R. Zvulun
Sabil Qaitbay - 1967
Mata air Qaitbay yang dibangun pada era Kesultanan Mamluk, dianggap sebagai salah satu sudut paling cantik di kompleks Al-Haram. Meski dibangun dengan gaya Islam dengan membubuhkan ayat-ayat Al-Quran, menara mata air ini didesain oleh seorang arsitek beragama Kristen.
Foto: Reuters/
Sabil Qaitbay - 2017
Sejak Perang 1967, semua bangunan bersejarah dan dianggap suci oleh tiga agama Samawi dilindungi dan dijauhkan dari konflik bersenjata. Sebab itu pula berbagai situs bersejarah di Yerusalem nyaris tak berubah meski didera perang dan gelombang kekerasan. Meski begitu Yerusalem tetap berada di episentrum konflik antara Palestina dan Israel.