1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Negara-negara Timur Tengah Upayakan Swasembada Pangan

19 April 2022

Negara-negara Timur Tengah berupaya meningkatkan kemandirian pangan mereka untuk mengatasi kekurangan gandum akibat perang di Ukraina. Tapi masih banyak tantangan untuk mencapai hal itu saat ini.

Panen gandum di Mesir, April 2018
Panen gandum di Mesir, April 2018Foto: Ahmed Al Sayed/AA/picture alliance

Anjloknya impor gandum tahun ini akibat perang di Ukraina membuat negara-negara Timur Tengah menjadikan swasembada pangan sebagai salah satu prioritas utama. "Upaya di Timur Tengah telah berlipat ganda setelah pandemi global dan krisis Rusia-Ukraina,” kata Neil Quilliam, ahli Timur Tengah dan Afrika Utara di lembaga pemikir Chatham House yang berbasis di London kepada DW.

Salah satu contohnya adalah Lebanon, yang lahan roduksi gandumnya mencakup 50.000 hektar, sedangkan untuk memasok cukup pangan bagi 6,5 juta penduduk akan dibutuhkan 180.000 hektar. "Selama beberapa dekade, Lebanon adalah pengimpor gandum skala besar karena biaya impor lebih murah daripada menanam gandum. Tetapi karena krisis, kami terpaksa mencari rencana alternatif," ujar Abdallah Nasreddine, juru bicara kementerian pertanian Lebanon.

"Kementerian pertanian telah menugaskan LSM internasional untuk menguji di mana tanah cukup subur, tetapi untuk ini kami membutuhkan dana," katanya kepada DW. Memang masih dibutuhkan perubahan ekonomi dan struktural sebelum lebih banyak bantuan keuangan bisa datang dari Bank Dunia atau Dana Moneter Internasional (IMF). Perubahan itu tampaknya sulit dicapai karena perekonomi negara itu sejak lama berada di ambang kehancuran.

Produksi roti tradisional di MesirFoto: MOHAMMED HUWAIS/AFP

Bibit yang lebih baik, lebih banyak lahan

Mesir, negara terpadat di Timur Tengah dengan 102 juta penduduk, juga menghadapi masalah dengan pasokan gandum akibat perang di Ukraina. Penduduk Mesir tahun ini diperkirakan akan mengonsumsi sekitar 20 juta ton, tapi produksi dalam negeri hanya 10 juta ton per tahun. Sisanya biasanya diimpor dari Ukraina dan Rusia. Tapi yang dibutuhkan bukan hanya gandum. Mesir mengimpor 80% pasokan pangannya dari Ukraina dan Rusia.

Setelah pecah perang di Ukraina, pemerintah Mesir mengembangkan agenda tiga langkah untuk mendongkrak produksi lokal. "Tahun ini, pemerintah telah mengalokasikan 250.000 hektar sebagai lahan baru untuk budidaya gandum, dan tahun depan ditargetkan meningkat menjadi 500.000 hektar,” kata  Aladdin Hamwieh, ahli bioteknologi di Pusat Penelitian Pertanian Internasional di Daerah Kering ICARDA, yang berafiliasi dengan pemerintah.

"Ini merupakan tambahan dari 1,5 juta hektar yang telah dikembangkan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir," tambahnya.

Selain di lembah Delta yang subur, gandum kini juga ditanam di daerah gurun Mesir Hulu, padahal tanah yang kering membutuhkan lebih banyak pupuk. Pemerintah juga mendorong produksi lokal dengan menyediakan benih bersertifikat bagi petani yang menghasilkan panen lebih tinggi. Pemerintah Mesir menjalankan program subsidi makanan untuk 70% populasi — terutama untuk roti, makanan pokok utama penduduk Mesir.

Namun, masih banyak inovasi yang dibutuhkan untuk menggenjot budidaya. "Semakin banyak gandum akan ditanam di bedengan yang ditinggikan," kata Aladdin Hamwieh kepada DW. "Metode ini dapat menghemat 25% air irigasi, dan membutuhkan benih 15% lebih sedikit."

Swasembada pangan: kembali ke akar

Timur Tengah dan Afrika Utara "dapat memperoleh kembali kejayaannya dalam inovasi pertanian seperti di zaman kuno, dengan berinvestasi dalam praktik dan teknologi mutakhir yang responsif terhadap perubahan iklim, seperti hidroponik, pertanian konservasi, dan penggunaan air olahan yang aman," kata Aladdin Hamwieh.

Perusahaan agritech 'Pure Harvest' yang berbasis di Abu Dhabi saat ini dipandang sebagai pelopor proses itu. Perusahaan menanam produk dengan menggunakan hidroponik yang memungkinkan tanaman tumbuh di atas larutan nutrisi mineral, bukan pertanian di atas tanah. Teknik ini dipandang sebagai solusi inovatif untuk kawasan gurun dan yang dilanda penggurunan, seperti di Timur Tengah.

Sejauh ini, perusahaan itu telah berhasil menjadi pelopor di bidang lain: Pada tahun 2020, Wafra International Investment Company Kuwait menginvestasikan 100 juta dollar AS. Ini merupakan komitmennya yang terbesar untuk sebuah perusahaan agri-tech di Timur Tengah.

(hp/pkp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait