Indonesia selalu membangggakan alamnya yang indah, tanahnya yang subur, pantainya cantik. Tapi apa yang sudah dilakukan untuk memasarkan kekayaan alam itu agar memberi manfaat ekonomi luas?
Iklan
“Kita juga punya nih yang kayak gini,” ujar Ian Alon kawan saya sembari menatap indahnya pemandangan laut dari sebuah resort mahal, eksotis, menyenangkan dan memanjakan di pulau kecil di negara Maladewa.
Ia lalu menyebut betapa indahnya pemandangan Morotai, Miangas, Sangalaki bahkan Raja Ampat. Menurutnya, tempat-tempat tadi tak sekedar dipunyai oleh Indonesia, tapi juga memiliki keindahan yang lebih baik dibanding apa yang sedang kami lihat di Maladewa dari sebuah sudut yang sungguh menyenangkan.
Ian tentu benar, negeri tempat kami berasal mungkin adalah negeri terindah di dunia. Kami jelas memiliki garis pantai terpanjang di dunia, karena negeri kami terdiri dari sekitar 19 ribuan pulau—ada yang bilang 18 ribuan, 13 ribuan….berapapun itu jumlahnya sangat banyak—dan bisa jadi adalah negara pemilik pulau terbanyak di dunia.
Sungguh mudah bagi bangsa kami untuk menemukan pantai tak jauh dari rumahnya. Masalahnya…tak banyak dari kami yang sadar bahwa kami sebenarnya tinggal di daerah kepulauan dan pantai letaknya tak jauh dari rumah siapapun.
Tak perlu Ian menyebut nama Morotai saya rasa, karena masih di Propinsi Jakarta saja sudah terdapat sekitar ratusan atau mungkin seribuan pulau yang juga memiliki keindahan alam bawah laut. Rasanya terlalu jauh bahkan jika ia—atau saya—menyebut Pulau Ora, padahal pada jarak seperloncatan macan saja dari ibukota yang hiruk pikuk ini, ada gugusan pulau kecil yang alamnya mampu membuat mulut berdecak kagum.
Masalahnya, berapa banyak orang—bahkan warga Jakarta sendiri—yang sadar bahwa negaranya terletak di pinggir laut? Bahkan unsur laut pada Jakarta sama sekali tak pernah terlihat pada medium-medium visual sampai ke sinema sekalipun! Tak ada misalnya adegan memancing pada film lokal dengan setting Jakarta, atau misalnya orang yang tinggal persis di pinggir laut. Kehidupan nelayan Jakarta?….ah saya yakin tak ada. Jikapun ada, paling mentok bagaimana orang kaya hidup di sebuah apartemen mewah di pinggir laut.
Safari Tanpa Beban Ekologi
Pariwisata masal, perlindungan iklim, keuntungan ekonomi dan kegiatan sosial - Namibia berhasil mencatat kemajuan besar dalam manajemen sumber daya yang berkelanjutan, sekaligus menggerakkan roda perekonomian.
Foto: DW/S. Duckstein
Datang dan Pergi
Gurun Namib, pantai Atlantik, gurun Kalahari, pegunungan Damara: Keragaman ekosistem dan fauna yang hidup di dalamnya menyedot jutaan wisatawan ke Namibia, sebagian besar dari Angola dan Afrika Selatan. Pariwisata adalah sektor terbesar ketiga penyumbang devisa Namibia setelah pertambangan dan perikanan.
Foto: DW/S. Duckstein
Kaya Fauna – Kebanjiran Wisatawan
Namibia adalah negara pertama di dunia yang menggariskan perlindungan alam dan keragaman fauna dalam konstitusinya. Modal alam dianggap sebagai sumber pertumbuhan. Sementara kualitas pariwisata bergantung pada kualitas ekosistem. Hasilnya adalah 15 persen wilayah Namibia dideklarasikan sebagai kawasan lindung.
Foto: DW/S. Duckstein
Hidup Berlebih dari Pariwisata
Seorang pegawai di bidang pariwisata bisa menghidupi lima keluarga dengan gaji tahunannya, kata kementrian Pariwisata. Issi Karaerua, ayah enam orang anak ini memastikan kebenaran klaim tersebut. Ia adalah pemandu turis di Grootfontein. "Saya suka menjelaskan negara kami ke orang yang tidak mengetahuinya," kata Issy.
Foto: DW/S. Duckstein
Pengelolaan yang Baik
Manajemen taman nasional yang dipandu Kementrian Pariwisata Namibia mewajibkan melindungi keragaman hayati, menjaga keutuhan lahan dan melibatkan penduduk lokal dalam pembagian keuntungan. Strategi tersebut mampu memperbaiki situasi keuangan penduduk setempat. Untuk keberhasilannya, lembaga lingkungan hidup WWF menganugerahi Namibia dengan penghargaan "Gift to Earth" 2013 silam.
Foto: DW/S. Duckstein
Satwa Liar
Saat ini cuma sekitar 10.000 citah hidup di Asia dan Afrika. Populasi hewan berbintik ini pun terus berkurang. Namibia menggawangi populasi terbesar, sekitar sepertiga jumlah citah di seluruh dunia. Negara itu pun banyak berinvestasi buat melindungi satwa yang semakin langka tersebut.
Foto: DW/S. Duckstein
Kucing Liar
Brian Badger hidup dengan kucing liar. Pria kelahiran London ini selain mengelola kebun binatang di Uganda, juga menjalankan penangkaran singa. "Perlindungan alam harus sepenuhnya," kata Badger. "Ia harus melibatkan alam, satwa, manusia dan lingkungan di sekitarnya." Secara rutin ia menawarkan penyuluhan buat petani untuk meminimalisir risiko konflik antara satwa liar dan penduduk lokal.
Foto: DW/S. Duckstein
Pembunuh Keragaman Flora: Acacia Mellifera
Akasia jenis Mellifera ini adalah tanaman yang mengganggu pertumbuhan tanaman lain. Pohon ini menutupi 26 juta hektar lahan di Namibia. Petani dan hewan pun menjadi korban. Namun pohon ini bisa menghasilkan bahan bakar yang ramah lingkungan. Diolah menjadi pellet kayu, ia membakar tungku di pabrik semen paling modern di Afrika, Ohorongo.
Foto: DW/S. Duckstein
Exklusiv dan Berkelanjutan
Ressort bernama Wolwedans ini berdiri di tengah NamibRand National Park dan mengelola sekitar 200.000 hektar kawasan lindung. Sejak dua generasi hotel ini berada di tangan keluarga Brückner. Selain memproduksi sendiri listrik dengan panel surya, manajemen Wolwedans juga mengolah sampah makanan menjadi kompos.
Foto: Stephan R. Brückner
Taman untuk Penduduk
Tanah di Namibia adalah harta yang nilainya tak terhingga. Sebab itu penduduk dilibatkan pada pembagian keuntungan. Pengelolaan taman nasional kerap dikerjakan sendiri oleh penduduk lokal. Mereka yang memutuskan, apakah hotel boleh dibangun, atau berapa satwa yang boleh diburu. Untuk itu manajemen taman nasional mengalokasikan 40% keuntungan bersih.
Foto: DW/S. Duckstein
9 foto1 | 9
Miskin prasarana dan infrastruktur
Indonesia mungkin memang terlalu indah alamnya, kita jadi tak sadar bahwa kita memiliki segala yang bangsa lain mungkin tidak punya. Kita punya banyak sekali air terjun, banyak sekali pegunungan serta perbukitan, juga punya lahan yang luar biasa subur. Faktanya, apakah kita semua paham bagaimana cara mengakses tempat-tempat tersebut?
“Liburan tu gak usah keluar negeri, Indonesia ini indah lho, ada sekitar 5 juta turis asing datang ke Indonesia setiap tahun,” demikian sesumbar seorang penyiar radio remaja pada sebuah iklan wisata Indonesia. Masalahnya, apa iya berkunjung ke bagian lain negeri sendiri lebih mudah?
Semua harus dimulai dari Jakarta! Seperti seorang teman yang sudah berada di Manado harus kecewa karena untuk bisa mencapai ibukota propinsi Papua yang secara teori bisa dicapai dengan sekitar 2,5 jam terbang, ia harus kembali setidaknya ke Makassar dan kemudian menuju Jayapura dengan kemungkinan transit di Ambon atau Biak.
Jikapun kemudian Jayapura bisa dicapai langsung dari Jakarta, maka biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dibanding jika terbang ke Tokyo menggunakan maskapai yang sama. Itu untuk tujuan jauh ke Timur negeri yang bagai masih misteri bagi kita yang berada di wilayah barat. Dari ibukota menuju Aceh saja biaya akan jauh lebih besar daripada menuju Bangkok misalnya. Itu jika dilakukan dari Jakarta sang ibukota dan pusat peradaban nasional. Bagaimana misalnya dari non ibukota negara seperti Bandung, Balikpapan, Jambi atau Palu misalnya?
Atau jika lalu kita sanggup mencapai tempat-tempat tersebut atas nama patriotisme pada negeri sendiri. Apakah mudah untuk mencari lokasi wisata yang ingin kita lihat? Bahkan sarana googling saja sering tidak mencukupi untuk bisa tahu apa yang bisa kita lihat di Jambi dan bagaimana cara untuk mengaksesnya. Jika sudah sampai di tujuan "peer" nya akan bertambah!Akses transportasi kita yang memang mengenaskan bahkan di era saat wisata menuju Mars sedang dirancang di barat sana.
Negara Terkecil di Dunia
Sebagian besar negara terkecil di dunia merupakan tujuan wisatawan. Namun ada juga yang terancam keberadaannya akibat perubahan iklim. Berikut galeri foto negara terkecil itu dikutip dari Uniworldnews dan Worldatlas.
Foto: Axel Warnstedt
Malta
Malta adalah negara Eropa kecil dengan total luas 316 kilometer persegi dan jumlah penduduk sekitar 452.500 jiwa. Malta terkenal dengan panoramanya yang indah dan merupakan pusat wisata. Bahasa resmi yang digunakan di sini adalah bahasa Malta dan Inggris. Mata uang yang digunakan di negara ini adalah Euro.
Foto: picture-alliance/dpa
Maladewa
Luas kawasan negara ini sekitar 300 kilometer persegi. Jumlah penduduknya sekitar 328.500 jiwa. Ini adalah negara terkecil di Asia dan merupakan tujuan wisata yang sangat terkenal. Bahasa resmi yang digunakan di sini adalah Divehi dan mata uang yang digunakan adalah Rufiyaa Maladewa.
Foto: imago/Westend61
Saint Kitts dan Nevis
Saint Kitts dan Nevis berada di benua Amerika Utara. Total luas Saint Kitts dan Nevis sekitar 261 kilometer persegi dan jumlah penduduk di sini berkisar 53.000 orang. Ini adalah negara terkecil di Amerika dan belahan bumi Barat. Bahasa resmi yang digunakan di sini adalah bahasa Inggris dan mata uang yang digunakan adalah dolar Karibia Timur.
Foto: CC BY-NC 2.0
Kepulauan Marshall
Kepulauan Marshall adalah satu lagi negara terkecil dari Oseania. Total luas lahan yang tercakup dalam Kepulauan Marshall adalah 181 kilometer persegi dan jumlah penduduk di sini adalah sekitar 68.000 jiwa. Kwajalein, Enewetak, Utirik dan Rongelap termasuk di negara kepulauan ini. Mata uang yang digunakan adalah Dollar Amerika Serikat (USD).
Foto: picture-alliance/DPPI Media
Liechtenstein
Total luas lahan negara ini adalah 160 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 36.000 jiwa. Liechtenstein terletak di benua Eropa dan merupakan negara terkecil di dunia yang berbatasan lebih dari satu negara lainnya. Jerman adalah bahasa asli mereka dan mata uang yang digunakan adalah Franc Swiss.
Foto: AP
San Marino
Negara ini terletak di bawah benua Eropa dan merupakan negara terkecil ketiga di benua ini. Luas total lahan San Marino adalah 61 kilometer persegi dan jumlah penduduk melingkupi 32.000 penduduk. Negara ini dikelilingi oleh Italia, dan Italia menjadi bahasa resmi dari San Marino. Mata uang yang digunakan di sini adalah Euro.
Foto: MARCEL MOCHET/AFP/Getty Images
Tuvalu
Negara yang terancam keberadaannya karena perubahan iklim ini terletak di kepulauan Oseania. Luas total lahan Tuvalu adalah 26 kilometer persegi dan jumlah penduduk di sini tercatat sekitar sepuluh ribuan jiwa. Bahasa resmi yang digunakan di Tuvalu adalah Tuvalu, dan mata uang yang digunakan adalah Dollar Australia.
Foto: AP
Nauru
Nauru adalah negara terkecil ketiga di dunia yang terletak di Oseania. Nauru juga negara pulau terkecil di dunia. Luas total lahan Nauru adalah 21 kilometer persegi dan jumlah penduduk sekitar 9300 orang. Bahasa resmi yang digunakan di sini adalah Nauruan, dan mata uang yang digunakan adalah Dollar Australia.
Foto: picture-alliance/dpa
Monako
Negara yang terkenal dengan sektor jasa dan barang mewah serta perjudiannya ini adalah negara terkecil kedua di dunia. Monako terletak di benua Eropa dan mata uang yang digunakan di sini adalah Euro. Balapan Formula Satu juga digelar di sana. Luas total Monako 2 km persegi dan jumlah penduduk sekitar 36.000 jiwa. Monako tercatat sebagai negara yang paling padat penduduknya di dunia.
Foto: imago sportfotodienst
Vatikan
Dalam daftar negara-negara terkecil di dunia, pusat Gereja katolik di dunia ini menempati posisi teratas. Kota Vatikan adalah negara terkecil di dunia dengan luas hanya 44 hektar dan total penduduk di sini hanya sekitar sekitar 840 orang. Bahasa resmi tempat ini Italia dan mata uang yang digunakan adalah Euro. Vatikan terletak di bukit, di dalam kota Roma.
Foto: AFP/Getty Images
10 foto1 | 10
Belajar dari luar
Maladewa jelas tak ada apa-apanya bagi kita. Secara rataan, mereka bisa kita sebut lebih miskin dari kita—apalagi jika dibandingkan dengan ekonomi Pulau Jawa—tapi mereka paham bahwa apa yang sudah Tuhan berikan adalah anugrah. Dan anugrah harus bisa dimanfaatkan untuk menghidupkan perekonomian mereka. Kota mereka sungguh bersih dan nyaman untuk dilakoni dengan kaki. Pelabuhan di ibukota mereka bersih! Bahkan bandara yang hanya berjarak sekitar 10 meter dengan laut pun tidak membuat birunya air menjadi hitam bagai got seperti yang bisa kita temukan di seluruh pesisir laut di ibukota Jakarta.
Konon mereka mengkopi apa yang dilakukan oleh Srilanka pada sektor wisatanya. Lalu mereka menyebut Srilanka meniru apa yang sudah dikembangkan dan lakukan oleh Singapura. Mereka tahu negeri kecil di barat Indonesia itu, tapi mereka sama sekali tidak tahu nama-nama tempat di Indonesia yang kita selalu sebut indah itu. Mereka lebih paham seperti apa Singapura menciptakan sendiri obyek wisatanya “Katanya mereka tak punya hutan, maka mereka ciptakanlah, kami jelas punya laut, kami tinggal manfaatkan saja,” ujar Azuwar Ahmed seorang pemiliki perusahaan perjalanan Precious Maldives.
Kita? Apa yang kita tak punya pada alam ini, mungkin hanya musim dingin dan salju. Tapi apakah kita punya fasilitator untuk membuat orang bisa mudah datang menikmati keindahan-keindahan tersebut? “Pantai di Indonesia sangat banyak, sayangnya 80% tempat tersebut tidak punya akses transportasi yang mudah dipahami,” ujar Diego, pelancong asal Mallorca, Spanyol yang datang ke Indonesia karena mendengar pantai di sini lebih indah daripada di pulau asalnya.
Ia kesal karena faktanya sulit menikmati Indonesia sesungguhnya. Jadwal kapal sering tak menentu, angkutan darat kadang tidak bisa diandalkan, pesawat? Hanya ada satu maskapai yang mampu mencakup seluruh Indonesia sampai ke pelosok, tapi itupun selalu terkoneksi dan tak bisa diandalkan ketepatan waktunya.
“Indonesia itu kan indah, kalian kok cari uang sampai jauh-jauh kesini?” tanya Yuli Sumpil pada rekan-rekan asal Malang nya di Kuala Lumpur. Saat ia didatangi banyak warga Malang yang menjadi tenaga kerja di berbagai kota Malaysia. Lugas salah satu dari mereka menjawab “Indonesia indah dan subur itu cuma ada di buku sekolahan aja sam (mas dalam bahasa Walikan Malang) kalau memang indah dan subur, gak akan banyak pengangguran di negara kita,” Yuli tersentak sementara saya merasa kecut…..karena faktanya, di negara saya yang ada hanya slogan dan kebanggaan yang semuanya semu bagi mayoritas.
Andibachtiar Yusuf -Pengamat wisata dan pembuat film