Kepala Dewan Tinggi Pemerintah untuk Rekonsiliasi Nasional Afganistan, Abdullah Abdullah, melakukan pembicaraan intensif ketika Taliban meningkatkan serangan di seluruh negeri.
Kedua belah pihak berusaha untuk menghidupkan kembali pembicaraan damai yang telah lama terhenti, tetapi dalam sebuah pernyataan bersama mereka menyepakati perlunya mencapai "solusi yang adil" dan akan bertemu lagi "minggu depan".
Pemimpin tertinggi Taliban, Hibatullah Akhundzada, mengatakan "Emirat Islam Afganistan sangat mendukung penyelesaian politik". Namun, fasilitator pembicaraan Qatar mengatakan kedua pihak hanya setuju "bekerja untuk mencegah korban sipil" dari gencatan senjata yang disepakati sebelumnya.
"Kedua belah pihak sepakat untuk melanjutkan negosiasi pada tingkat tinggi sampai penyelesaian tercapai. Untuk tujuan ini, mereka akan bertemu lagi minggu depan," kata utusan kontra-terorisme Qatar Mutlaq al-Qahtani yang mengawasi pembicaraan di Doha.
Remaja Afghanistan Skeptis Masa Depan Bersama Taliban
Generasi Z Afghanistan dibesarkan dalam 17 tahun perang dan kehadiran militer internasional. Masa depan yang mengikutsertakan perdamaian dengan Taliban menimbulkan perasaan penuh harapan sekaligus rasa takut.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Sulta Qasim Sayeedi, 18, model
Sayeedi sering merambah Facebook, YouTube dan Instagram untuk mempelajari dunia fesyen dan model serta mencari inspirasi dari selebriti favoritnya, seperti Justin Bieber. "Kami khawatir, jika Taliban datang, kami tidak bisa lagi mengelar mode show," katanya. Namun ia juga berujar, sudah saatnya perdamaian datang.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Maram Atayee, 16 tahun, pianis
"Hal yang paling mengkhawatirkan bagi saya, jika Taliban kembali, saya tidak bisa bermain musik lagi," kata Maram Atayee. Ia belajar main piano di sekolah musik di Kabul. Bagus, jika pemerintah mencapai kesepakatan damai dengan Taliban. Dan nanti akses untuk bermusik harus terbuka bagi semua orang, dan hak-hak perempuan harus dijaga. Demikian tuntutan Atayee.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Hussain, 19, penata rambut
"Saya optimis mendengar Taliban ikut proses perdamaian," kata Hussain yang punya salon di Kabul. Seperti banyak warga muda Afghanistan lainnya, ia dibesarkan di Iran, di mana jutaan warga Afghanistan mengungsi. "Itu akan jadi akhir perang dan konflik di negara kami." Tapi ia juga berkata, ingin agar Taliban mengubah kebijakan dan tidak bersikap seperti dulu.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Mahdi Zahak, 25, seniman
Tentu ada harapan bagi perdamaian, kata Zahak. "Tetapi kita bisa benar-benar mendapat perdamaian adalah jika Taliban menerima kemajuan yang sudah terjadi di negara ini dalam 17 tahun terakhir, dan membiarkan orang lain menikmati hidup mereka."
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Kawsar Sherzad, 17, atlet bela diri
"Perempuan Afghanistan sudah punya banyak pencapaian di dunia olah raga. Jadi saya optimis Taliban akan menerima kemajuan perempuan ini," demikian ungkap Sherzad. Untuk wawancara, atlet cabang olah raga Muay Thai ini berpose di sebuah klub di Kabul.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Nadim Quraishi, 19, pemilik toko game
"Kami ingin melihat berakhirnya konflik di negara ini. Kami punya harapan besar, perdamaian akan berlangsung lama antara pemerintah dan Taliban," kata Quraishi. Untuk foto, ia berpose di depan toko gamenya di Kabul.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Zarghona Haidari, 22, bekerja di toko buku
"Saya tidak terlalu optimis tentang perdamaian di negara ini." kata Haidari, yang bekerja di sebuah toko buku di Shahr Ketab Centre. Ia menambahkan, "Saya tidak yakin, Taliban akan mencapai kesepakatan perdamaian dengan pemerintah."
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Mohammad Jawed Momand, 22, dokter
"Perdamaian menuntut semua pihak untuk meletakkan senjata, dan memikirkan pendidikan serta kemakmuran di negara ini," demikian dikatakan Momand. Laporan demografi Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan 60% dari 35 juta populasi Afghanistan berusia di bawah 25 tahun. Demikian keterangan Sumber: Reuters (Ed.: ml/as)
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
8 foto1 | 8
Kampanye militer yang kompleks
Pemimpin Taliban Akhundzada mengatakan kelompoknya tetap berkomitmen mencari solusi untuk mengakhiri perang, tetapi mengecam pemerintah karena "membuang-buang waktu". Para pemberontak memanfaatkan tahap terakhir penarikan pasukan AS dan pasukan asing lainnya dari Afganistan untuk meluncurkan serangkaian serangan kilat di seluruh negeri.
Kelompok militan saat ini diyakini telah menguasai sekitar setengah dari 400 distrik di negara itu, beberapa penyeberangan perbatasan penting, dan mengepung sejumlah ibu kota provinsi yang vital.
Seorang juru bicara pasukan keamanan Afganistan mengatakan bahwa pejuang pro-pemerintah telah melakukan 244 operasi, menewaskan 967 pejuang "musuh" - termasuk komandan kunci. "Kami telah merebut kembali 24 distrik sejauh ini, tujuan kami adalah merebut kembali semua wilayah... Kami siap mempertahankan negara kami," kata Ajmal Omar Shinwari kepada wartawan.
Kekhawatiran berkembang terkait pasukan Afganistan yang akan kewalahan tanpa dukungan udara dari koalisi, sehingga memungkinkan pengambilalihan kekuasaan oleh militer Taliban sepenuhnya.