1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Neraca Pertemuan Rice dan Merkel

8 Desember 2005

Pertemuan menteri luar negeri AS, Condoleezza Rice dengan Kanselir Jerman Angela Merkel menjadi tema utama komentar harian-harian internasional. Terutama disoroti sikap kanselir Jerman yang sangat lunak.

Tidak ada pernyataan protes ataupun sikap keberatan dari Merkel atas skandal pengangkutan tahanan tersangka teroris oleh CIA, yang memanfaatkan infrastruktur di Jerman. Merkel bahkan menegaskan, dinas rahasia dalam menjalankan tugasnya jangan dihambat. Harian Swiss Tages Anzeiger yang terbit di Zürich berkomentar, Jerman menganut politik bungkam seribu bahasa.

"Satu-satunya konsekuensi yang ditarik Merkel adalah, di masa depan para anggota parlemen harus mendapat informasi mengenai kasus semacam itu, di balik pintu tertutup. Politik bungkam seribu bahasa dari pemerintah di Berlin hanya memiliki satu arti, yakni Jerman tetap tidak akan mencegah penculikan tahanan ke penjara-penjara rahasia tempat penyiksaan. Kedua tokoh politik yang berkuasa itu berbicara demokrasi dan negara hukum, akan tetapi dengan kata-kata yang tegas juga mendukung dicampakannya hak-hak warga ke dalam tempat sampah sejarah."

Berkaitan dengan pertemuan Rice dan Merkel itu, harian Italia La Repubblica yang terbit di Roma berkomentar, tidak ada sukses di Berlin.

"Condoleezza Rice mengawali lawatan Eropa di Jerman tanpa sukses besar. Dalam pembicaraan selama 50 menit dengan Kanselir Angela Merkel, memang disampaikan pernyataan panjang lebar, akan tetapi bukan berarti dituntaskannya perbedaan pendapat. Kasus penerbangan tahanan oleh CIA, tetap akan menjadi agenda pembicaraan dalam hubungan diplomatik Jerman-Amerika Serikat, yang belakangan ini mulai mencair kembali. Juga dalam hubungan antara AS dan Eropa yang kolot, tema itu tetap akan menjadi bahan perdebatan."

Sementara harian AS The New York Times yang terbit di New York berkomentar, Rice hanya menunjukan gambaran menyedihkan dari pemerintahan AS.

"Memang amat menyedihkan, betapa citra moral dari pemerintahan George W. Bush sudah rusak berat. Hal ini terbukti, ketika Menteri Luar Negeri Rice, pada awal lawatannya di Eropa, harus bersusah payah menyampaikan bantahan, bahwa presiden Bush tidak mengindahkan tuduhan dilakukannya penyiksaan tahanan. Jika Rice mampu meyakinkan dunia, bahwa pemerintah AS tidak melakukan penyiksaan tahanan atau berniat melakukan penyiksaan, hal itu akan membantu naiknya citra Amerika Serikat. Akan tetapi, terlalu banyak bukti yang memberatkan. Juga wakil presiden Dick Cheney masih tetap mendukung penyiksaan tahanan di penjara-penjara rahasia CIA. Juga menjelang keberangkatannya, Rice sudah memperingatkan, agar negara-negara Eropa yang masih mengharapkan bantuan CIA, jangan membocorkan rahasia menyangkut penjara-penjara rahasia CIA di Eropa."

Harian Austria Kurier yang terbit di Wina, mengritik pelanggaran hak asasi manusia oleh AS dalam politiknya perang melawan teror. Sekaligus juga mengecam reaksi yang ragu-ragu dari Eropa.

"Untuk menjaga kehormatan Amerika Serikat disepakati, teriakan para politisi Eropa, yang memang sudah sangat terlambat, harus terdengar sayup-sayup saja. Sebab, operasi CIA dilakukan dengan sepengetahuan sejumlah negara Eropa. Di Berlin, Rice menyampaikan rumusan yang amat mengambang, aksi CIA tersebut bertujuan untuk menyelamatkan nyawa ribuan orang. Tapi harus disadari, walaupun dengan alasan untuk kebaikan, jika dalam upaya mencegah teror secara umum, dilakukan aksi teror terhadap perorangan, ini berarti bahwa semua terjebak dalam pusaran situasi tanpa hukum. Dan dalam waktu singkat, penentang teror tidak ada bedanya lagi dengan pelaku teror yang diperanginya."

Sedangkan harian Inggris The Times yang terbit di London menulis, terbukti Rice adalah seorang menteri luar negeri yang kuat.

"George W. Bush tidak keliru memilih Condoleezza Rice sebagai menteri luar negeri. Ini merupakan satu prestasi di Washington, di mana persaingan antara Kementrian Luar Negeri, Dewan Keamananan Nasional dan Pentagon sering berkembang menjadi perselisihan. Suatu keuntungan bagi Rice, bahwa dia dulu diremehkan. Ketika masih menjabat sebagai penasehat keamanan, dia tidak pernah mencoba untuk ikut campur tangan dalam pengambilan keputusan militer atau politik luar negeri. Walaupun begitu ketajaman analisanya membuktikan bahwa dia didengar dan dan dipercaya oleh Bush."