Nirwan Dewanto menulis puisi dalam sunyi untuk mengeksplorasi kekayaan kata-kata dalam bahasa. Tapi karirnya dalam film membuatnya harus tampil di depan publik dan keramaian.
Iklan
Nirwan Dewanto pada usia 30 tahun ibarat menggiring ranah seni dan budaya memasuki pusaran badai dengan pidatonya di Kongres Kebudayaan Nasional 1991. Ia mengugat asumsi arus utama dengan mengatakan, tidak ada yang dapat mengklaim sebagai wakil budaya Indonesia. Ia menyebutkan, setiap individu punya potensi untuk menciptakan budaya.
Disamping dikenal sebagai pemikir dan pemerhati budaya, Nirwan juga salah satu penyair kenamaan Indonesia dewasa ini. Ia memilih menulis puisi, karena itu merupakan aktivitas perporangan yang dilakukan dalam sunyi. Nirwan mengakui, pembaca kumpulan pusi jauh lebih sedikit dibanding pembaca cerita pendek, roman atau novel.
Nirwan Dewanto
03:31
Nirwan memang memilih untuk menjauh dari hiruk pikuk publik dan membuka semua peluang untuk mengeksplorasi bahasa serta arti bahaya yang tidak tersentuh oleh pelaku komunikasi lainnya. Kiprah Nirwan di dunia kepenyairan membuahkan dua kali penghargaan Khatulistiwa, sebuah penghargaan sastra yang bergengsi di Indonesia. Tahun 2008 untuk kumpulan puisi Jantung Lebah Ratu dan 2011 untuk Buli-Buli Kaki Lima.
Tahun 2012 karir Nirwan Dewanto berubah 180 derajat dengan manapakkan kaki di dunia film. Ia didapuk memegang peran utama dalam film Soegija, karya sutradara kenamaan Garin Nugroho. Nirwan yang beragama Islam memerankan Monseigneur Albertus Soegijapranata, uskup Katolik pribumi pertama di Indonesia yang juga dianugerahi gelar pahlawan. Fase ini dalam karir dan kehidupannya yang selalu bergulat dengan sunyi, secara tiba-tiba melontarkannya menjadi figur publik yang harus tampil du dunia ramai.
Kesempatan Emas bagi Sastra Indonesia
Tahun 2015, menjadi terobosan baru dalam karya sastra Indonesia. Indonesia akan menjadi tamu kehormatan dalam Frankfurter Buchmesse, ajang pameran buku bergengsi di dunia, yang diselenggarakan tiap tahun di Frankfurt.
Foto: Frankfurter Buchmesse/A. Heimann
Acara Serah Terima
Serah terima Guest of Honour dari Finlandia kepada Indonesia Minggu, 12 Oktober 2014 di Pameran Buku Frankfurt.
Foto: Frankfurter Buchmesse/A. Heimann
Tarian Memukau
Penampilan musik dan tari Ayu Laksmi, Endah Laras dan Ariani, Minggu 12 Oktober 2014.
Foto: Frankfurter Buchmesse/A. Heimann
Tongkat Guest of Honour
Inilah tongkat Tamu Kehormatan yang diserahkan kepada Indonesia untuk 2015.
Foto: Frankfurter Buchmesse/A. Heimann
Dewi Dee Lestari
Dewi Dee Lestari bertukar pengalaman dengan penulis Finlandia Kjell Westo dalam acara serah terima.
Foto: Frankfurter Buchmesse/P. Hirth
Tamu Kehormatan
Indonesia akan menjadi tamu kehormatan di Frankfurter Buchmesse atau Frankfurt Book Fair pada tahun 2015 nanti. Dalam pameran buku akbar tahun ini dimana Finlandia menjadi tamu kehormatan, Indonesia mulai unjuk diri.
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
17.000 Islands of Imagination
Indonesia mengemas keikutsertaan di FBF dalam tema "17.000 Islands of Imagination". Pulau dalam hal ini adalah semacam suatu imajinasi, kreativitas yang tidak terbatas yang lahir dan berkembang di 17.000 pulau di tanah air.
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
Memperkenalkan Indonesia
Dalam pameran buku tahun ini pihak penyelenggara memperkenalkan peran serta Indonesia sebagai tamu kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015. Hadir dalam konferensi pers, Direktur Frankfurt Book Fair Juergen Boos, Wakil Menteri Kebudayaan Indonesia, Wiendu Nuryanti, Goenawan Mohamad, penulis senior yang menjadi panitia delegasi Indonesia, dan Husni Syawie dari IKAPI.
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
Banyak Peminat
Konferensi pers yang memperkenalkan Indoensia sebagai tamu kehormatan diserbu pengunjung. Menjadi tamu kehormatan sangat menguntungkan, karena mendapat kesempatan dalam menonjolkan Indonesia pada dunia. Bahkan, selama setahun sebelum penyelenggaraan, negara yang menjadi tamu kehormatan akan diperkenalkan ke publik dalam berbagai liputan media di Jerman.
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
Ajang Penting
Pameran buku internasional di Frankfurt merupakan ajang yang sangat efektif dalam mengenalkan para penulis Indonesia yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
Mencari Penerjemah
Bukan perkara mudah untuk mencari penerjemah buku Indonesia ke dalam bahasa Jerman. Direktur Frankfurter Buchmesse Jürgen Boos mengatakan: "Ini merupakan tantangan besar, untuk mencari penerjemah sastra ke bahasa Jerman.“
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
Terobosan Indonesia
Pada pertengahan tahun 1970-an, fokus pameran lebih bersifat tematik. Namun sejak tahun 1980-an, tiap tahun dipilih tamu kehormatan dari berbagai negara dalam pameran akbar itu. Setelah Indonesia menjadi tamu kehormatan tahun 2015, Belanda akan menyusul sebagai tamu kehormatan 2016.