1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Nobel Kimia 2021 untuk Benjamin List dan David MacMillan

Alexander Freund | Zulfikar Abbany | Marie Sina
7 Oktober 2021

Pengembangan organokatalisis memungkinkan konstruksi molekul menjadi lebih efisien dan hijau. Temuan ini mengantar Benjamin List dan David MacMillan memenangkan Hadiah Nobel Kimia 2021.

Nobel Kimia 2021 untuk Benjamin List dan David MacMillan
Nobel Kimia 2021 untuk Benjamin List dan David MacMillan Foto: Niklas Elmehed/Nobel Prize Outreach

Hadiah Nobel Kimia tahun 2021 diberikan kepada dua ilmuwan untuk temuan mereka: organokatalisis. Benjamin List dari Jerman dan David MacMillan, peneliti yang berbasis di AS dianugerahi penghragaan sains paling bergengsi itu atas pengembangan alat presisi baru untuk konstruksi molekul.

Para ahli kimia bekerja membangun molekul yang sebagian besar membentuk dunia sekitar kita: mereka menangkap cahaya di sel surya, membentuk sepatu lari yang ringan atau bahkan molekul untuk menghambat perkembangan penyakit di dalam tubuh. Karena alasan ini, banyak industri dan penelitian bergantung pada kemampuan ahli kimia untuk mengkonstruksi molekul.

Tetapi untuk membangun molekul, ahli kimia membutuhkan katalis – alat yang digunakan mengendalikan dan mempercepat reaksi kimia. Para peneliti sejak lama meyakini bahwa hanya ada dua katalis: logam dan enzim.

Namun, di tahun 2000, hal itu berubah drastis. List dan MacMillan berhasil mengembangkan katalis ketiga yang dibangun di atas molekul organik kecil, yaitu organokatalisis asimetris. Katalis organik yang mereka kembangkan  ramah lingkungan dan produksinya berbiaya murah.

Organokatalisis mungkin terdengar rumit, tapi hal itu justru membuat pekerjan ahli kimia lebih mudah, lebih murah dan lebih hijau. Pernila Wittung Stafshede dari Komite Nobel bahkan menyebutnya "benar-benar elegan.”

"Konsep katalis ini sederhana dan cerdik, dan faktanya banyak orang bertanya-tanya mengapa kami tidak terpikir lebih awal,” kata Johan Aqvist, ketua Komite Nobel untuk Kimia.

Sebuah terobosan yang mendunia

Meskipun List dan Macmillan menemukan jenis katalis baru ini secara independen satu sama lain, bisa dibilang mereka melakukannya berdampingan. Secara kebetulan, mereka muncul dengan ide cemerlang ini hampir bersamaan pada tahun 2000, ketika keduanya berada di sudut dunia yang sama.

List sedang melakukan penelitian di Scripps Research Institute di California selatan dan MacMillan berada di Berkeley, ketika organokatalis mereka lahir.

Sejak saat itu, katalis organik pun mengalami ekspansi, dari yang awalnya hanya sebagai pendatang baru, kini berubah menjadi bahan pokok yang pasti ada di dalam kotak peralatan seorang ahli kimia.

Komite Nobel Kimia menggambarkan pengembangan jenis katalis ini sebagai "perburuan ladang emas, di mana List dan MacMillan berada di posisi terdepan.”

Cepatnya ekspansi katalis ini di dunia kimia disebabkan kemampuannya mendorong katalisis asimetris. Seringkali ketika molekul-molekul baru sedang dibangun, dua molekul yang identik satu sama lain terbentuk.

Padahal dalam banyak kasus, ahli kimia hanya membutuhkan salah satu dari molekul ini, terutama ketika memproduksi obat-obatan. Dengan katalis organik, peneliti dapat menghasilkan molekul asimetris yang berbeda dalam jumlah besar.

Alternatif katalis hijau

Katalis organik tidak hanya membuat pekerjaan ahli kimia lebih efisien, tapi juga jadi solusi alternatif hijau dalam produksi molekul.

Banyak katalis yang digunakan dalam memproduksi molekul baru bergantung pada logam berat, sehingga berpotensi mencemari lingkungan.

Selain ramah lingkungan, katalis organik juga memiliki kerangka atom karbon yang stabil. Mereka sering mengandung unsur-unsur umum seperti oksigen, nitrogen,belerang atau fosfor.

Katalis organik juga merupakan pilihan yang lebih ramah lingkungan karena dapat bekerja pada semacam ban berjalan. Sebelum katalis ini ditemukan, banyak zat kimia yang hilang selama proses konstruksi molekul, karena setiap produk antara harus diisolasi dan dimurnikan.

Tapi dengan organokatalis, proses produksi dapat dilakukan dalam urutan yang tidak terputus. Karena lebih sedikit gangguan yang terjadi dalam prosesnya, limbah kimia yang dihasilkan juga lebih sedikit.

Sayangnya tak ada katalis untuk perubahan

Untuk memprediksi siapa yang akan memenangkan Hadiah Nobel memang terkenal sulit, karena nominasi yang dirahasiakan dari publik. Namun, ada satu aspek dari keputusan Komite Nobel yang tidak terlalu mengejutkan: pemenang Nobel bidang sains tahun ini semuanya laki-laki.

Di awal pekan ini, Hadiah Nobel Fisika diberikan kepada tiga ilmuwan pria juga Nobel Kedokteran diberikan kepada dua ilmuwan pria. Pemenang Hadiah Nobel Kimia yang baru diumumkan juga mengikuti tren tersebut.

Dari total 185 orang, hanya ada tujuh ilmuwan perempuan yang pernah menerima Hadiah Nobel Kimia, termasuk di antaranya Emmanuelle Charpentier dan Jennifer A. Doudna yang dihadiahi Nobel di tahun 2020 atas pengembangan CRISPP atau dijuluki "gunting genetika" yang kini digunakan secara luas untuk penyuntingan genom.

Profil pemenang baru

Benjamin List adalah ilmuwan Jerman kedua yang menerima hadiah Nobel pekan ini. Sebelumnya ilmuwan iklim Klaus Hasselmannn dianugerahi Hadiah Nobel bidang Fisika.

List yang saat ini berusia 53 tahun, adalah seorang ahli kimia yang juga menjabat sebagai direktur Institut Max Planck untuk Penelitian Batu Bara di Mülheim an der Ruhr, Jerman.

Sementara David MacMillan adalah seorang profesor di Universitas Princeton di AS. Di sana, ia pernah menjadi ketua departemen kimia dari 2010 hingga 2015. Macmillan adalah pria kelahiran Skotlandia yang saat ini sudah menginjak usia ke-53. 

gtp/as

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait