1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

"Nomor Polisi" untuk Sepeda

Joshua Anugerah Ambagau
16 Oktober 2020

Di Jerman, kasus pencurian sepeda hampir 20 kali lipat lebih banyak dibanding kasus curanmor. Oleh karena itu, saya memesan "nomor polisi" untuk sepeda saya dengan tujuan mencegah pencurian. Oleh Joshua Ambagau.

DW Joshua A. Ambagau
Foto: Joshua A. Ambagau/DW

Tren bersepeda sedang melanda dunia. Tidak sedikit orang yang memiliki waktu luang tambahan di masa pandemi ini dan memutuskan untuk menjaga kesehatan dengan bersepeda. Jutaan orang di seluruh antero dunia, termasuk saya membeli sepeda dan mengendarainya di jalan-jalan kota. Sayangnya, tidak jarang tren bersepeda ini malah mengganggu pengguna jalan lain seperti yang sering terjadi di Indonesia. Jalanan juga acap kali dipenuhi dengan lautan sepeda.

Joshua A. AmbagauFoto: Joshua A. Ambagau/DW

Bukan hanya sebagai alat kebugaran, di Indonesia sepeda juga menjadi sebagai sarana pamer kemakmuran, contohnya sepeda merek Brompton. Sepeda lipat asal Inggris ini sangat terkenal di Indonesia bukan hanya karena fungsionalitasnya, melainkan juga karena harganya yang fantastis, mulai dari 25 juta hingga 91 juta rupiah. 

Sayangnya angka pencurian sepeda di Jerman sangat tinggi. Hal ini yang membuat saya berpikir panjang ketika akan membeli sepeda. Tapi usut punya usut, ternyata ada suatu sistem seperti "nomor polisi" untuk sepeda. Ini cerita saya mendaftarkan sepeda saya menggunakan sistem ini.

Tren & infrastruktur bersepeda di Jerman

Tidak hanya di Indonesia, di Jerman juga ada peningkatan signifikan orang-orang yang bersepeda sejak awal pandemi corona. Zweirad-Industrie-Verband (Persatuan Industri Dua Roda) menghitung ada sekitar 3,2 juta sepeda, baik yang elektronik maupun biasa, terjual di Jerman dalam kuartal pertama dan kedua (Januari-Juni) tahun 2020. 

Tetapi menurut saya, infrastruktur Jerman juga lebih siap menyambut tren ini. Lajur khusus sepeda di jalan-jalan utama dan parkiran sepeda yang aman dan gratis mudah ditemui di tiap kota besar di Jerman. Ini yang membuat saya dan pesepeda lain merasa lebih aman juga nyaman bersepeda di Jerman.

Hal ini memastikan pengguna jalan lain tidak terganggu oleh pesepeda yang berbondong-bondong turun ke jalanan. Cukup banyak orang memilih menggunakan sepeda dibanding mobil atau motor untuk keperluan sehari-hari. Menurut saya, salah satu faktornya juga surat izin mengemudi (SIM) mobil atau motor yang sangat mahal di Jerman. Harganya bisa mencapai sekitar 35 juta rupiah untuk satu SIM.

Angka pencurian sepeda tinggi

Meskipun infrastruktur untuk bersepeda di Jerman terbilang baik, tapi angka pencurian sepeda di Jerman sangat tinggi. Ada sekitar 277.000 kasus pencurian sepeda di Jerman pada tahun 2019 dan ini belum termasuk kasus pencurian yang tidak dilaporkan. Sebagai perbandingan, ada sekitar 14.000 kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor) yang terjadi pada tahun yang sama. Itu artinya kasus pencurian sepeda hampir 20 kali lipat lebih banyak bila dibandingkan dengan kasus curanmor.

Hal lain yang membuat pencurian sepeda lebih sering terjadi adalah pelacakan sepeda yang susah. Hampir pasti bila sepeda hilang atau dicuri, maka sepeda itu tidak akan ditemukan kembali.

Tidak seperti kendaraan bermotor, sepeda memang tidak memiliki nomor polisi resmi atau nomor mesin, dan sangat mudah menyembunyikan sepeda. Bahkan menurut laporan polisi Jerman, kasus pencurian sepeda sering dilakukan oleh suatu sindikat kriminal dari luar Jerman.

Jalan khusus sepeda di kota BonnFoto: Joshua A. Ambagau/DW

Sistem pendaftaran sepeda

Tetapi di Jerman, ada sistem pendaftaran sepeda yang disebut "Fahrradcodierung". Fungsinya seperti "nomor polisi" pada kerangka sepeda. Tiap sepeda bisa memiliki angka khusus yang disesuaikan dengan informasi pribadi pemilik sepeda dan juga sepeda itu sendiri, seperti: tanggal pembelian, jenis dan warna sepeda, dan juga nomor rangka sepeda. Sistem ini digunakan untuk memudahkan pelacakan juga pelaporan apabila sepeda yang hilang ditemukan.

Kita hanya perlu membawa identitas diri, sepeda dan surat bukti pembelian sepeda kita ke bengkel sepeda atau cabang ADFC (asosiasi sepeda milik) yang menyediakan jasa "Fahrradcodierung" ini. Di sana kita akan diminta mengisi beberapa formulir dan membayar biaya 15 euro (sekitar 250.000 rupiah). 

Bentuknya seperti stiker yang tertempel di rangka sepeda kita. Mengikuti petunjuk yang ada, kita hanya perlu memasukkan angka khusus yang kita miliki ke situs yang tertera di amplop pembelian. Setelah itu, kita bisa melihat dan juga mengganti status sepeda kita, misalkan: tidak hilang, hilang, ditemukan. 

Tips agar sepeda kalian tetap aman

Saya sendiri mengenal beberapa orang yang pernah kehilangan sepedanya, bahkan beberapa saat diparkir di dalam gedung rumah. Padahal bagi sebagian orang, sepeda bisa saja menjadi barang kesayangan. Oleh karena itu, saya ingin berbagi beberapa tips agar sepeda kalian tetap aman.

1. Investasi gembok sepeda yang baik

Kalau kita sering menyimpan dan menaruh sepeda di luar rumah atau di tengah kota, ada baiknya kita mengunci sepeda dengan gembok yang kokoh dan tidak mudah dijebol. Kita bisa menggunakan gembok berbentuk U atau rantai besi untuk mengamankan sepeda kita.

2. Posisi gembok yang tepat

Banyak yang kehilangan rangka sepeda karena hanya mengamankan roda depan atau belakang mereka. Saat menggembok sepeda, pastikan kita mengamankan rangka dan roda sepeda. Tapi yang utama adalah mengunci bagian sepeda kita yang paling berharga, yaitu rangka sepeda.

3. Simpan di tempat yang ramai

Beberapa orang berpikir, kalau kita menyimpan sepeda kita di tempat yang jarang dilalui orang atau sepi, maka sepeda kita tidak terlihat oleh pencuri. Padahal justru keadaan sepi yang meyakinkan sang pencuri bahwa tidak ada siapapun yang akan melihat dan melaporkannya.

4. Jangan tinggalkan aksesoris sepeda saat diparkir

Aksesoris sepeda seperti lampu, botol minum, dan komputer sepeda sangat mudah untuk dicuri dari sepeda kita saat diparkir. Lebih baik membawa benda-benda itu saat kita meninggalkan sepeda kita.

*Joshua Anugerah Ambagau adalah seorang pelajar di kota Bonn, Jerman, yang sedang menikmati sisa-sisa idealisme masa mudanya

**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri. (hp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait