Merkel dan Netanyahu: Berbeda di Nuklir Iran dan Palestina
5 Juni 2018
Jerman akan tetap berada dalam kesepakatan nuklir dengan Iran dan tidak mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Iklan
Isu nuklir Iran menjadi agenda pembicaraan paling penting ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengunjungi Kanselir Jerman Angela Merkel di Berlin pada Senin (04/06).
Dua sekutu dekat ini berada di sisi yang berseberangan dalam masalah tersebut. Jerman mendukung kelanjutan dari kesepakatan nuklir Iranmeskipun AS keluar dari perjanjian itu. Israel menentang kesepakatan itu dan khawatir itu akan meningkatkan kemampuan Iran untuk mengembangkan senjata nuklir. Israel ingin Jerman berhenti melakukan bisnis dengan Teheran.
Netanyahumengklaim Iran membiayai konflik dengan hasil yang didapat dari dilonggarkannya sanksi. Perdana Menteri Israel itu dalam kunjungannya mencoba untuk membujuk negara-negara Eropa agar mengikuti langkah Presiden AS Donald Trump untuk membatalkan kesepakatan nuklir dengan Iran.
Perbedaan dalam isu nuklir Iran
Menjawab pertanyaan dari wartawan, Merkel mengatakan bahwa Jerman dan Israel memiliki tujuan yang sama dalam mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir, tetapi memiliki cara yang berbeda untuk mencapai tujuan itu.
Merkel mengungkapkan bahwa sebelum kesepakatan yang disponsori PBB itu, Iran telah hampir mengembangkan senjata nuklir dan bahwa kesepakatan itu akan menjamin adanya "transparansi yang lebih besar."
Lika-Liku Kesepakatan Nuklir Iran
Donald Trump telah secara resmi menarik AS dari perjanjian nuklir internasional dengan Iran. Pemerintah AS terdahulu telah dengan susah payah menegosiasikannya selama bertahun-tahun dengan lima mitra internasional.
Foto: picture-alliance/epa/D. Calma
Yang menjadi masalah
Fasilitas nuklir Iran Bushehr adalah salah satu dari lima fasilitas yang dikenal oleh pengamat internasional. Israel, Amerika Serikat dan negara-negara sekutu telah sepakat bahwa usaha Iran memperkaya uranium - untuk keperluan energi domestik, menurut para pejabat di Teheran - dapat menjadi ancaman bagi kawasan jika hal itu berujung pada pengembangan senjata nuklir.
Foto: picture-alliance/dpa
Akhir dari masalah
Pada 2006, lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB (AS, Cina, Rusia, Prancis, Inggris) dan Jerman (P5+1) memulai proses negosiasi yang melelahkan dengan Iran yang akhirnya mencapai kesepakatan pada 14 Juli 2015. Negara-negara tersebut sepakat memberikan kelonggaran sanksi pada Iran. Sebagai gantinya, pengayaan uranium Iran harus terus dipantau.
Foto: picture alliance / landov
Rakyat Iran setuju
Di Teheran dan kota-kota lain di Iran, warga merayakan apa yang mereka yakini sebagai akhir dari isolasi ekonomi bertahun-tahun yang memberi efek serius pada kesehatan dan gizi masyarakat karena kurangnya akses ke pasokan medis dan makanan untuk warga biasa. Banyak juga yang melihat perjanjian itu sebagai bukti bahwa Presiden Hassan Rouhani berusaha untuk membuka Iran ke dunia dengan cara lain.
Foto: picture alliance/AA/F. Bahrami
Peran IAEA
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) ditugaskan untuk memantau kepatuhan Iran kepada kesepakatan itu. Direktur Jenderal IAEA Yukiya Amano (kiri) pergi ke Teheran untuk bertemu dengan Rouhani pada bulan Desember 2016, hampir satu setengah tahun setelah kesepakatan itu ditandatangani. Dalam laporan yang disampaikan setiap tiga bulan, IAEA berulang kali menyertifikasi kepatuhan Iran.
Foto: picture alliance/AA/Iranian Presidency
Sang oponen
Setelah delapan tahun dengan Barack Obama, PM Israel Benjamin Netanyahu menemukan sosok presiden AS yang ia inginkan dalam Donald Trump. Meski Trump tidak memiliki pengalaman dalam diplomasi dan ilmu nuklir, ia menyebut perjanjian internasional tersebut sebagai "kesepakatan terburuk yang pernah dinegosiasikan." Hal ini juga menjadi pokok kampanye pemilunya di 2016.
Foto: Reuters/R. Zvulun
Siapa yang masih ada?
Meskipun ada sertifikasi IAEA dan protes dari Kemlu AS, Trump tetap menarik AS dari perjanjian pada 8 Mei. Pihak-pihak lain telah berjanji untuk tetap berada dalam kesepakatan. Diplomat top Uni Eropa, Federica Mogherini (kiri), sudah melakukan pembicaraan dengan para menteri luar negeri dari (ki-ka) Iran, Prancis, Jerman dan Inggris.
Foto: picture-alliance/Photoshot
6 foto1 | 6
Netanyahu membantah dan mengatakan bahwa kesepakatan itu justru akan membuat Iran mengembangkan uranium yang diperkaya dalam jumlah yang tidak terbatas di masa mendatang sebagai imbalan karena tidak memperkaya uranium sekarang. Dia mengatakan hal itu tidak bisa diterima.
Namun dia bersikeras bahwa "tidak ada masalah sama sekali" dalam komunikasi antara Jerman dan Iran.
Merkel mengakui bahwa Berlin dan Tel Aviv tidak sependapat mengenai topik ini, tetapi bersikeras bahwa ada konsensus tentang mengakhiri keterlibatan Iran yang "mengkhawatirkan" dalam perang saudara Suriah.
"Tidak ada kesepakatan untuk setiap masalah, tetapi kami adalah teman dan ada kemauan untuk memahami posisi pihak lain," kata Merkel.
Netanyahu memuji komitmen Jerman untuk keamanan Israel dan untuk memerangi anti-Semitisme. Namun dia secara khusus menekankan bahwa "Islam radikal" adalah bahaya terbesar yang dihadapi dunia saat ini dan mengatakan bahwa Iran terus menyerukan penghancuran Israel.
Dia juga mengklaim bahwa Teheran bermaksud memulai "perang agama" di dunia Islam, yang dia peringatkan akan menyebabkan lebih banyak lagi pengungsi yang akan mencoba melarikan diri ke Eropa - rujukan kritis Netanyahu ke masalah yang secara luas dianggap sebagai poin yang membuat posisi Merkel lemah.
Masalah Palestina
Seorang wartawan Israel juga bertanya pada Merkel mengapa Jerman tidak mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel seperti yang dilakukan Amerika Serikat.
Merkel mengatakan bahwa Jerman mendukung solusi dua negara untuk Israel dan Palestina. Ia menambahkan, perjanjian internasional telah menentukan Yerusalem tidak bisa diakui sebagai ibu kota Israel.
Foto Kontras Duka dan Tawa Antara Gaza dan Israel
Ketika Israel merayakan 70 tahun kemerdekaan dan pemindahan kedutaan besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem, penduduk di Jalur Gaza menghadapi kematian di ujung laras senapan.
Foto: Reuters/M. Salem
Amarah Menjelang Nakba
Sebanyak 60 demonstran tewas saat mengikuti aksi protes terhadap pembukaan kedutaan besar Amerika Serikat di Yerusalem. Penduduk di Jalur Gaza menyantroni perbatasan untuk menolak kebijakan Presiden Donald Trump yang mengubur klaim Palestina atas Yerusalem. Pemindahan tersebut bertepatan dengan peringatan 70 tahun pendirian negara Israel yang sekaligus menandakan hari pengusiran buat Palestina
Foto: Reuters/I. Abu Mustafa
Goretan Trump di Yerusalem
Ketika korban pertama di Jalur Gaza mulai berjatuhan, penasehat senior Gedung Putih Ivanka Trump dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin meresmikan gedung baru kedutaan AS di Yerusalem. Acara yang dihadiri oleh pejabat tinggi Israel dan sejumlah negara lain itu berlangsung hangat dan meriah.
Foto: Reuters/R. Zvulun
Termakan Jebakan Hamas?
Israel menuding organisasi teror Hamas sengaja menjebak warga untuk mendorong bentrokan yang menelan korban jiwa. Di antara korban tewas terdapat seorang bocah perempuan meregang nyawa usai terpapar gas air mata. Bentrokan di perbatasan menyisakan lebih dari 2.700 korban luka. Organisasi Palang Merah mengkhawatirkan kapasitas rumah sakit di Gaza tidak mencukupi.
Foto: Reuters/M. Salem
Pesta dan Elegi Seputar Yerusalem
Ketika warga Palestina meratapi Yerusalem, kelompok geng kendaraan bermotor di Israel merayakan pengakuan Amerika Serikat atas ibukotanya tersebut. Status Yerusalem yang sejak lama bermasalah diklaim sebagai ibukota abadi oleh penganut kedua agama. Bahkan Arab Saudi yang notabene sekutu AS di kawasan mengritik kebijakan Trump memindahkan kedutaan besar Amerika.
Foto: Reuters/A. Awad
Hari Paling Berdarah
Aksi demonstrasi pada hari Senin (14/5) di Gaza merupakan hari tunggal paling berdarah sejak perang Israel dan Hamas pada 2014 lalu. Dari 2.700 korban luka, lebih dari 1.300 terkena peluru dan 130 berada dalam kondisi kritis. Termasuk korban yang tewas adalah delapan anak di bawah umur, klaim Kementerian Kesehatan Palestina.
Foto: Reuters/I. Abu Mustafa
Bertabur Puji dan Sanjungan
Selama acara pembukaan kedutaan AS, perwakilan kedua negara saling melemparkan sanjungan dan pujian. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu misalnya menilai langkah presiden Trump sebagai sebuah "keberanian." Sementara menantu Trump, Jared Kushner, mengatakan suatu saat umat manusia akan membaca sejarah ini dan mengakui, "perdamaian diawali dengan keputusan Amerika menerima kebenaran."
Foto: Reuters/R. Zvulun
Menyambut Hari Kematian
Sejak aksi demonstrasi menyambut hari Nakba dimulai 30 Maret lalu, setidaknya 97 penduduk Palestina dinyatakan tewas, termasuk 12 anak-anak. Sementara angka korban luka bahkan melebihi jumlah korban pasca operasi militer Israel selama 51 hari di Gaza pada 2014, yakni 12.271 orang berbanding 11.231 orang. Situasi ini menyisakan ketegangan diplomasi antara Israel dan sejumlah negara lain.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS.com/A. Amra
Kisruh Diplomasi
Sebagai reaksi - Turki dan Afrika Selatan menarik duta besarnya dari Tel Aviv. Sementara Uni Eropa, Jerman, Perancis dan PBB menyesalkan penggunaan kekerasan oleh militer. Adapun pemerintah Irlandia memanggil duta besar Israel untuk dimintai keterangan. Dari semua negara hanya Amerika Serikat dan Australia yang mengutuk Hamas atas jatuhnya korban jiwa di Jalur Gaza. (rzn/vlz - rtr,ap,afp)
Foto: picture-alliance/Zuma/N. Alon
8 foto1 | 8
Seorang wartawan Jerman bertanya kepada Netanyahu kapan Israel akan berhenti menduduki wilayah Palestina di Jalur Gaza. Netanyahu mengatakan bahwa Israel bersedia untuk merundingkan perdamaian, tetapi Jalur Gaza diperintah oleh Hamas dan pihak lain yang menyerukan penghancuran Israel.
"Jika Anda tertarik dengan perdamaian, Israel tidak dapat memiliki wilayah Palestina yang digunakan untuk melawan kami," kata Netanyahu. "Alasan tidak adanya perdamaian adalah bahwa Palestina menolak untuk mengakui negara Yahudi."
Pelanggaran protokol
Meskipun ditekan dengan berbagai pertanyaan tentang isu global, hanya pertanyaan tentang Richard Grenell yang tampaknya menyebabkan Netanyahu tidak nyaman. Duta besar AS yang baru untuk Berlin menimbulkan kontroversi di Jerman karena wawancara yang dia lakukan dengan situs ultra-konservatif Breitbart News. Grenell mengatakan tugasnya adalah untuk "memberdayakan" sayap kanan Eropa yang sedang bangkit.
Perdana Menteri Israel berusaha menekankan bahwa pertemuan yang direncanakan dengan Grenell bukan masalah yang besar ketika seorang wartawan bertanya padanya tentang hal itu. Menemui perwakilan dari negara lain pada kunjungan resmi ke satu negara adalah pelanggaran protokol diplomatik yang memalukan.
"Saya akan menemuinya sebentar di bandara. Tidak ada arti apapun dari pertemuan itu," kata Netanyahu.