Nyawa Tim Bola Putri Afganistan Terancam di Bawah Taliban
2 September 2021
Sejauh ini sudah ada 5 kali upaya penyelamatan tim sepak bola remaja putri Afganistan dan keluarganya, namun semua gagal karena besarnya jumlah orang dalam kelompok itu.
Iklan
Para remaja putri yang tergabung dalam tim sepak bola putri Afganistan dan keluarganya kini hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dalam upaya bersembunyi dari Taliban. Hidup mereka dalam bahaya, hanya karena memilih untuk bermain olahraga kesukaan mereka.
Upaya internasional untuk mengevakuasi anggota tim sepak bola putri nasional Afganistan ini, bersama dengan puluhan anggota keluarga mereka dan staf federasi sepak bola, mengalami kemunduran besar pada pekan lalu. Saat itu, sebuah bom bunuh diri meledak di bandara Kabul menewaskan 169 warga Afganistan dan 13 anggota pasukan Amerika Serikat (AS).
Ketakutan dan putus asa, para perempuan pesepak bola ini pun bertanya-tanya apakah koalisi internasional yang antara lain terdiri dari mantan pejabat militer dan intelijen AS, sekutu AS, dan kelompok kemanusiaan akan dapat menyelamatkan mereka dan keluarga.
"Mereka hanya perempuan muda yang luar biasa yang seharusnya bermain di halaman belakang, bermain di ayunan, bermain dengan teman-teman mereka, dan di sini mereka berada dalam situasi yang sangat buruk hanya karena bermain sepak bola," kata Robert McCreary, mantan kepala staf Kongres dan pejabat Gedung Putih pada masa pemerintahan Presiden George W. Bush.
"Kita perlu melakukan segala yang kita bisa untuk melindungi mereka, untuk membawa mereka ke situasi yang aman," ujarnya.
Pengeboman bunuh diri di bandara dilakukan oleh militan ISIS yang merupakan saingan lama Taliban. Militer AS mengakui bahwa selama evakuasi lewat jalur udara, hingga batas tertentu mereka telah berkoordinasi dengan Taliban yang mendirikan pos pemeriksaan di sekitar bandara untuk mengendalikan massa.
Misi Evakuasi Kabul
Ribuan orang telah dievakuasi dari Afganistan sejak Taliban mengambil alih kendali pertengahan Agustus lalu. Tetapi masih banyak yang tertinggal dan menghadapi risiko pembalasan Taliban.
Foto: U.S. Air Force/Getty Images
Helikopter AS mengevakuasi personel kedutaan
Saat Taliban memasuki ibu kota, sebuah helikopter militer Chinook AS mengevakuasi warganya dari Kedutaan Besar AS di Kabul pada 15 Agustus 2021. Jerman juga mengirim dua helikopter yang lebih kecil ke Kabul untuk membantu upaya evakuasi.
Foto: Wakil Kohsar/AFP/Getty Images
Perjuangan untuk mencapai bandara internasiomal Kabul
Ribuan orang bergegas ke Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul pada 16 Agustus dan hari-hari berikutnya, penuh dengan harapan bisa meninggalkan Afganistan. Adegan dramatis terlihat saat ribuan orang mencoba mengakses bandara.
Foto: Reuters
Putus asa untuk melarikan diri dari Taliban
Upaya untuk melarikan diri dari Afganistan menyebabkan ratusan orang berlari di samping pesawat yang lepas pandas. Adegan berbahaya itu menyebabkan beberapa kematian karena banyak yang terjatuh dari pesawat saat lepas landas, bahkan sisa bagian tubuh manusia juga ditemukan di roda pendaratan pesawat.
Foto: AP Photo/picture alliance
Taliban kembali memegang kendali setelah dua dekade
Setelah memerangi pasukan Afganistan dan internasional selama dua dekade, Taliban kembali menguasai Afganistan dan masuk ke Kabul
Foto: Hoshang Hashimi/AFP
Aman — untuk saat ini
Orang-orang memadati penerbangan yang akan membawa mereka keluar dari Afganistan. Orang-orang di pesawat angkut Angkatan Udara Jerman ini terbang ke Tashkent, Uzbekistan. Sebagian besar pesawat militer yang meninggalkan Kabul menuju ke Uzbekistan, Doha atau Islamabad di mana penumpang diproses dan melakukan perjalanan ke tujuan lain.
Foto: Marc Tessensohn/Bundeswehr/Reuters
Uluran bantuan
Pengungsi Afganistan di Pangkalan Udara AS Ramstein di Jerman sangat membutuhkan pasokan bantuan. Pangkalan Udara menyediakan penginapan sementara bagi ribuan pengungsi dari Afganistan sebagai bagian dari Operasi Sekutu Pengungsi.
Foto: Airman Edgar Grimaldo/AP/picture alliance
Kehidupan di bawah pemerintahan Taliban
Wanita Afganistan berpakaian burqa berbelanja di sebuah pasar di Kabul pada 23 Agustus, beberapa hari setelah Taliban mengambil alih negara itu. Organisasi Internasional untuk Migrasi IOM mengeluarkan seruan mendesak bantuan dana sebesar 24 juta dollar AS untuk menopang lebih dari 5 juta orang yang terlantar di Afganistan dan hidup dalam kondisi "sangat genting".
Foto: Hoshang Hashimi/AFP
Lintasan aman
Seorang Marinir AS mengawal seorang anak ke keluarganya selama operasi evakuasi di Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul pada 24 Agustus 2021. Presiden AS Joe Biden mengkonfirmasi bahwa Amerika Serikat akan menarik semua pasukan pada 31 Agustus.
Foto: Sgt. Samuel Ruiz/U.S. Marine Corps/Reuters
Ribuan orang tertinggal
Bahkan ketika ribuan orang terus berkumpul di bandara Kabul, Departemen Luar Negeri AS memperingatkan warga Amerika agar tidak bepergian ke bandara. Serangan bom bunuh diri terjadi di luar area Bandara Internasional Hamid Karzai, menewaskan banyak orang. Penjabat Duta Besar AS untuk Afganistan mengatakan "tidak diragukan lagi akan ada" banyak orang berisiko tidak dapat meninggalkan negara itu.
Foto: REUTERS
Lelah dari pelarian yang mengerikan
Banyak dari mereka yang berhasil melarikan diri dari Afganistan melaporkan emosi yang campur aduk, mengatakan bahwa mereka merasa beruntung telah pergi dengan selamat tetapi masih putus asa atas nasib ribuan orang yang tidak dapat melarikan diri dari kekuasaan Taliban. Keluarga ini dievakuasi dari Kabul dan menuju ke pusat pengungsian AS di Dulles, Virginia, 25 Agustus 2021. (kp/hp)
Foto: Anna Moneymaker/AFP/Getty Images
10 foto1 | 10
Kelompok Taliban memang mencoba menghadirkan citra baru yang lebih bisa diajak bekerja sama dan menjanjikan amnesti kepada para pihak yang berseberangan. Selain itu, Taliban juga mengatakan akan membentuk pemerintahan yang inklusif.
Namun banyak warga Afganistan tidak percaya janji-janji ini dan khawatir Taliban akan segera menggunakan kebijakan brutal yang mereka jalankan ketika berkuasa dari tahun 1996 hingga 2001, termasuk melarang anak perempuan bersekolah dan perempuan bekerja.
Tim sepak bola putri Afganistan dibentuk pada tahun 2007 dan sebagian besar anggotanya sudah dievakuasi ke Australia pekan lalu. Tapi sejumlah remaja perempuan berusia antara 14 hingga 16 tahun dan keluarga mereka yang masih berada di Afganistan rentan menjadi sasaran Taliban.
Di bawah rezim Taliban sebelumnya, perempuan dan anak perempuan dilarang berolahraga. Kini mereka mereka juga kerap dipandang sebagai agen yang rajin mengampanyekan agar anak perempuan dan anggota aktif komunitas mereka berkegiatan, kata Farkhunda Muhtaj, yang merupakan kapten tim nasional perempuan Afghanistan dan kini tinggal di Kanada.
"Mereka merasa hancur. Mereka putus asa, mengingat situasi yang mereka hadapi," kata Muhtaj, yang terus berhubungan dengan para remaja putri ini dan meminta mereka tetap tenang.
Setidaknya telah ada lima kali upaya untuk menyelamatkan gadis-gadis itu dalam beberapa hari terakhir, namun semuanya gagal karena posisi mereka yang terus berpindah demi keselamatan, kata McCreary dan Muhtaj. Jarak mereka hanya "beberapa langkah dari kebebasan" ketika bom bunuh diri meledak, kata Muhtaj.
Upaya penyelamatan ini menjadi rumit karena besarnya jumlah orang dalam grup tersebut yang mesti diselamatkan, yakni 133 orang. Ini termasuk 26 anggota tim remaja putri, orang dewasa, dan anak-anak termasuk bayi. Banyak yang tidak memiliki paspor atau dokumen lain yang diperlukan untuk bisa terbang dari Kabul.
McCreary mengatakan misi penyelamatan yang disebut Operasi Bola Sepak ini juga bekerja sama dengan negara lain, dengan harapan gadis-gadis itu akhirnya bisa menetap di AS. Dia mengatakan Australia, Prancis dan Qatar telah menyatakan siap untuk membantu. Dia juga mendesak Taliban untuk memudahkan jalan keluar bagi kelompok itu, dengan mengatakan hal itu akan memperbaiki citra mereka.
Perempuan Afghanistan - Dulu dan Sekarang
Situasi perempuan di Afghanistan banyak mengalami kemunduran sejak dekade 1960an. Ironisnya foto-foto masa lalu ini justru menunjukkan kehidupan modern kaum hawa yang kini tertutup dan terisolir berkat kekuasaan Taliban.
Foto: picture-alliance/dpa
Bebas Berkarya
Dua mahasiswi kedokteran di Universitas Kabul menyimak penjelasan dosen (ka) tentang sebuah organ manusia. Gambar ini diambil tahun 1962. Dulu kaum perempuan aktif berkarya di Afghanistan dan tidak kesulitan mengenyam pendidikan tinggi.
Foto: Getty Images/AFP
Tertutup dan Terisolasi
Sejak Taliban berkuasa, semua perempuan diwajibkan mengenakan burka di tempat-tempat umum. Saat kekuasaan kelompok radikal itu runtuh seiring invasi militer Amerika Serikat, perempuan dibebaskan. Tapi hingga kini cuma sedikit yang berani melepaskan burka.
Foto: Getty Images/A. Karimi
Mode Barat di Jalan Ibukota
Dua perempuan berbusana modern meninggalkan gedung Radio Kabul pada Oktober 1962. Sejak Taliban berkuasa pada dekade 1990an, semua instansi pemerintah dipaksa memecat pegawai perempuan.
Foto: picture-alliance/dpa
"Sumber Malapetaka"
Seorang jurubicara Taliban pernah berucap, wajah perempuan "adalah sumber malapetaka buat laki-laki yang bukan muhrim." Tidak banyak yang berubah di Afghanistan sejak demokrasi berjejak.
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. Morenatti
Persamaan Hak
Pertengahan dekade 1970an perempuan masih menjadi pemandangan normal di lembaga pendidikan tinggi. 20 tahun kemudian universitas dilarang menerima mahasiswi. Kini konstitusi baru Afghanistan menggariskan persamaan antara perempuan dan laki-laki.
Foto: Getty Images/Hulton Archive/Zh. Angelov
Pendidikan Dini
Empat miliar Dollar AS dikucurkan buat memperbaiki situasi kaum perempuan di Afghanistan sejak 2001. Kini organisasi nirlaba Oxfam mencatat sebanyak empat juta bocah perempuan duduk di bangku sekolah. Namun tekanan sosial terhadap perempuan tidak banyak berubah.
Foto: picture-alliance/Photoshot
Tanpa Batasan Gender
Mahasiswi di Kabul tahun 1981 tidak jengah berkumpul dengan teman laki-lakinya. Dua tahun sebelumnya serdadu Uni Soviet menyerbu negara itu. Invasi Soviet berujung pada sepuluh tahun perang berdarah. Setelahnya, Taliban merebut kekuasaan.
Foto: Getty Images/AFP
Bukan Cuma Burka
Masalah perempuan di Afghanistan tidak banyak berhubungan dengan burka. Tapi kaum perempuan hingga kini masih dibatasi dalam hubungan sosial. Buat mereka ada aturan tak tertulis tentang apa yang boleh dibicarakan, siapa yang boleh ditemui dan kemana seorang perempuan boleh berpergian.
Foto: W.Kohsar/AFP/GettyImages
Perempuan Bersenjata
Sekelompok serdadu perempuan Afghanistan terlibat dalam perayaan setahun revolusi April tahun 1979. Generasi pertama perempuan di militer ini kelak akan menjadi salah satu tulang punggung angkatan bersenjata baru yang dibentuk setelah invasi AS.
Foto: picture-alliance/Bildarchiv
Berjilbab di Medan Perang
Dalam hal ini cuma penampilannya saja yang berubah. Sejak dibentuk kembali tahun 2001, militer Afghanistan kembali menerima perempuan. Khatol Mohammadzai bahkan menjadi perempuan pertama yang mencapai pangkat jendral bintang empat di Hindukush.
Foto: imago/Xinhua
10 foto1 | 10
"Jika kita dapat menempatkan gelembung pelindung di sekitar para perempuan dan remaja putri ini ... Saya benar-benar percaya dunia ikut serta, memberi perhatian, menawarkan diri untuk menerima mereka dan menampung mereka,'' kata McCreary.
Hidupnya terancam karena senang bermain bola
Nic McKinley, mantan anggota CIA dan Angkatan Udara yang mendirikan organisasi nirlaba DeliverFund di Dallas mengatakan dia mengerti bahwa AS fokus pada relokasi warga Afghanistan yang membantu pasukan Amerika, tetapi yang lain juga butuh bantuan. DeliverFund adalah organisasi nirlaba yang sejauh ini telah menyediakan perumahan bagi 50 keluarga asal Afganistan.
"Bagaimana dengan gadis kecil yang hanya ingin menendang bola di sekitar dan ingin melakukannya dengan baik, dan telah bekerja keras untuk melakukannya di tingkat kelas dunia, yang tiba-tiba menemukan dirinya dalam bahaya hanya karena dia hanya ingin berolahraga?" ujarnya.
"Satu-satunya kesalahan yang mereka lakukan di mata Taliban ... adalah kenyataan bahwa mereka dilahirkan sebagai perempuan dan mereka memiliki keberanian untuk bermimpi melakukan sesuatu."
McCreary mengatakan tim penyelamat merasa secara pribadi ikut bertanggung jawab karena AS telah membantu remaja putri itu pergi ke sekolah dan bermain sepak bola.
"Kita perlu melindungi mereka sekarang," kata McCreary. "Mereka seharusnya tidak berada dalam bahaya untuk hal-hal yang kami bantu mereka lakukan."