Regulasi iklim yang dicetuskan Barack Obama tidak akan mengubah perekonomian AS dalam semalam. Namun begitu terobosan tersebut memiliki nilai simbolis buat politik di dalam dan luar negeri. Tajuk Michael Knigge.
Iklan
Secara retorika perubahan iklim sudah menjadi agenda utama Barack Obama sejak masa kampanye 2008 silam. Tapi setibanya di Gedung Putih, ia melewatkan kesempatan historis saat KTT Iklim di Kopenhagen dan menghabiskan masa jabatan pertamanya tanpa terobosan berarti.
Konferensi di Paris Desember mendatang adalah kesempatan terakhir untuk menyelamatkan Bumi dari pemanasan global yang kian mendekat. Maka rencana energi bersih yang digagas Obama akan menjadi misi penghabisan untuk menepati janji kampanyenya tujuh tahun lalu.
RUU yang baru untuk pertamakalinya menyebut Karbondioksida sebagai polusi dan membatasi emisi karbon untuk setiap pembangkit listrik di seluruh penjuru negeri. Bersamanya Amerika Serikat bisa mengurangi 32 persen emisi karbon dari level 2005 pada tahun 2030.
Berbagai Regulasi Baru
Harus diakui, dengan resesi dan meledaknya industri fracking yang membuat murah harga gas alam, banyak negara bagian di AS yang berhasil mereduksi emisi tanpa Undang-undang yang baru. Terlebih, rencana pembangkit bersih ala Obama cuma akan berdampak minim pada jumlah gas rumah kaca yang diproduksi AS setiap tahunnya.
Sebab itu pemerintahan Obama baru-baru ini mengusulkan standar efisiensi bahan bakar yang lebih tinggi buat kendaraan berat seperti truk dan traktor. Konsumsi energi buat rumah tangga juga harus memenuhi standar efisiensi yang ketat.
Satu regulasi saja tidak akan mampu mencatat pengurangan signifikan pada emisi karbon Amerika Serikat. Tapi jika digabung, RUU tersebut akan mampu memangkas jejak karbon negeri paman sam itu.
Nilai Simbolis
Rencana Pembangkit Bersih memang tidak akan mengurangi emisi karbon AS secara signifikan, tetapi regulasi tersebut mengemban nilai simbolis.
Pertama, karena aturan baru itu membidik perusahaan energi terbesar dan memaksa mereka memikirkan ulang strategi bisnisnya. Kedua, rencana tersebut menempatkan agenda iklim kembali ke panggung politik jelang pemilu kepresidenan tahun depan.
Dan ketiga, dengan menelurkan upaya paling ambisius untuk mereduksi emisi karbon, kekuatan ekonomi terbesar dan penyumbang emisi terbesar kedua di dunia itu menjadi contoh buat negara lain jelang KTT Iklim di Paris. Cina, India dan Uni Eropa kini harus memberikan perhatian serius terhadap komitmen lingkungannya.
Masa Depan Tanpa Energi Fosil
Energi fosil membawa kemakmuran. Namun jenis energi itu menyebabkan perubahan iklim dan mengancam peradaban manusia. Hingga pertengahan abad ini, dunia sudah harus terbebas dari energi fosil.
Foto: picture-alliance/dpa/Julian Stratenschulte
Musuh Terbesar Iklim
CO2 yang berjumlah 65 persen dari semua gas rumah kaca, diproduksi selama proses pembakaran batu bara, minyak dan gas. Sebelas persen melalui penebangan hutan dan pembukaan lahan. Sementara Methana yang bertanggungjawab atas 16 persen gas rumah kaca, berasal dari peternakan sapi dan pengolahan gas. Adapun Dinitrogen oksida yang berjumlah enam persen, tercipta melalui penggunaan pupuk kimia.
Foto: Reuters
Perubahan Drastis
Jika situasinya tidak berubah, iklim di Bumi akan meningkat sebanyak 3,7 hingga 4,8 derajat Celcius hingga akhir tahun 2100, kata Dewan Iklim Dunia (IPCC). Namun begitu ambisi PBB membatasi pemanasan global menjadi maksimal dua derajat masih bisa tercapai. Untuk itu dunia harus meninggalkan energi fosil, maksimal sebelum tahun 2050, menurut pengamat iklim.
Foto: pommes.fritz123/flickr cc-by-sa 2.0
Hijau Berkat Energi Matahari
Energi surya saat ini adalah sumber energi terbarukan yang paling murah, terutama di negara-negara kaya matahari. Melalui pengembangan teknologi baru dan produksi masal, harga panel surya di pasar internasional terus menurun. Sekitar sepertiga kebutuhan energi dunia bisa dipenuhi oleh energi surya hingga tahun 2050.
Foto: BELECTRIC.com
Semakin Besar dan Efisien
Satu kincir angin ini mampu mengaliri listrik untuk 1900 rumah tangga di Jerman. Energi angin saat ini menutupi kebutuhan energi Jerman sebesar sembilan persen, di Cina tiga persen dan di Denmark 40 persen. Terutama Cina sedang getol menggenjot pembangunan kincir angin dan berambisi menggandakan produksi energi anginnya dalam waktu lima tahun kedepan.
Foto: Jan Oelker
Rumah Tanpa Energi Fosil
Rumah yang memiliki insulasi panas atau dingin tidak terlalu banyak menyedot listrik. Terlebih atap yang dipenuhi panel surya mampu memproduksi energi yang lebih dari cukup untuk peralatan elektronik rumah tangga atau sekedar menghangatkan air.
Foto: Rolf Disch Solararchitektur
Efisiensi Menghemat CO2 dan Uang
Efisiensi energi adalah faktor terbesar yang menjamin berhasilnya perlindungan iklim. Lampu LED yang bagus cuma membutuhkan sepertiga jumlah energi ketimbang bohlam biasa. Teknologi itu tidak cuma menghemat biaya listrik, tetapi juga CO2.
Foto: DW/Gero Rueter
Mobilitas Tanpa Minyak
Sistem transportasi saat ini masih berbasis minyak bumi. Namun teknologi penggerak berbahan bakar alternatif mulai bermunculan. Di kota Köln, Jerman, pemerintah mulai mengujicoba bus umum yang digerakkan oleh bahan bakar Hidrogen. Dengan aliran listrik, Elektrolisis dapat memproduksi Hidrogen dari air.
Foto: RVK
Bahan Bakar dari Kotoran dan Sampah
Bus yang melaju di Bristol, Inggris, ini berbahan bakar Bio-Metana, yang diproduksi dari kotoran manusia dan sampah makanan. Untuk menempuh jarak 300 kilometer, bus ini cuma membutuhkan kotoran dan sisa makanan yang diproduksi oleh lima orang dalam waktu satu tahun. Menurut perkiraan, bahan bakar Bio-Metana bisa menutupi sepuluh persen kebutuhan energi Inggris.
Foto: Wessex Water
Mobil Hidrogen Pertama dari Toyota
Toyota menjadi produsen pertama yang mengusung kendaraan berbahan bakar hidrogen ke pasar otomotif dunia. Mobil ini bisa menepuh jarak 650 kilometer dengan sekali isi. Pengamat meyakini masa depan otomotif terletak pada teknologi bahan bakar hidrogen dan baterai listrik.