1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Obama Bersedia Berunding dengan Taliban

9 Maret 2009

Obama mengisyaratkan kemungkinan adanya pembicaraan dengan elemen-elemen Taliban yang lebih moderat dalam rangka proses rekonsiliasi di Afghanistan. Presiden Afghanistan Hamid Karzai sudah lama mencoba strategi serupa.

Presiden AS Barack ObamaFoto: AP

Video wawancara dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama ditayangkan pertama kali oleh New York Times di situs internetnya hari Minggu (08/5). Obama mengambil contoh dari Irak dan strategi yang dikembangkan Jendral David Petraeus. Di sana militer Amerika Serikat berusaha membuka komunikasi dengan beberapa elemen kelompok radikal dan membujuknya untuk menentang aksi-aksi teror Al Qaida.

Obama memberi wawancara di dalam pesawat kepresidenan. Ketika para redaktur New York Times bertanya, bagaimana pandangannya tentang perang di Afghanistan, apakah pasukan Amerika Serikat bisa memenangkan perang itu, presiden Obama menjawab dengan gamblang: “Tidak. Saya tahu pasukan kami di sana bekerja sangat baik dalam situasi yang sangat sulit.”

Obama menggambarkan keberhasilan taktik militer Amerika Serikat di Irak yang menyatakan bahwa ada peluang-peluang serupa di Afghanistan dan Pakistan. Namun ia juga memperingatkan bahwa Afghanistan bukan Irak, dan bahwa proses rekonsiliasi di Afghanistan sangat sulit. Masalahnya pun sangat kompleks. Banyak suku-suku yang beroperasi sendiri di kawasan perbatasan dan tidak berada dibawah kendali pemerintah di Kabul. Situasi keamanan di Afghanistan terus memburuk dan makin berbahaya.

"Situasinya makin memburuk. Taliban menjadi makin kuat, dan di kawasan Selatan mereka bahkan menyerang pasukan kita dengan cara-cara yang belum kita lihat sebelumnya.“ Obama menambahkan, pemerintah Afghanistan masih belum dipercaya oleh masyarakatnya.

Banyak pengamat dan ahli militer yang sebelumnya sudah mengusulkan agar dilakukan lebih banyak pendekatan kepada kelompok-kelompok radikal untuk mencapai kesepakatan politik. Sebab operasi militer saja sampai sekarang tidak membuahkan hasil. Malah makin banyak warga Afghanistan yang menolak kehadiran pasukan asing di negaranya.

Di Irak militer Amerika Serikat melakukan pembicaraan dengan kelompok-kelompok gerilyawan Sunni yang tadinya menentang militer asing. Namun karena aksi kekerasan anggota Al Qaida makin meluas, mereka akhirnya mau bekerjasama dengan militer Amerika Serikat. Tapi di Afghanistan, militer Amerika Serikat selama pemerintahan Bush hanya melihat kelompok radikal sebagai musuh.

Editor New York Times Sheryl Gay Stolber menilai, Obama akan melakukan taktik lain: “Saya kira, presiden Obama sedang mengubah haluan politik secara mendasar terhadap musuh-musuh Amerika Serikat dulu. Misalnya sekarang kita mulai mengatakan bahwa Iran perlu dilibatkan dalam konsultasi tentang Afghanistan. Kita juga mencoba membuka hubungan dengan Suriah. Ini semua sangat penting.“

Presiden Afghanistan Hamid Karsai menyambut baik perubahan pandangan di Washington. Karsai memang sejak lama mempromosikan dialog dengan anggota kelompok Taliban yang tidak tersangkut secara langsung dalam aksi-aksi teror.

Pimpinan Al Qaeda Osama bin Laden sampai saat ini dipercaya bersembunyi di kawasan perbatasan antara Afghanistan dan Pakistan. Kawasan pegunungan yang sulit dicapai ini dianggap sebagai basis persembunyian utama kelompok bersenjata Taliban. Amerika Serikat beberapa kali melancarkan serangan terarah di kawasan ini dengan menggunakan pesawat pengintai tak berawak. Tetapi serangan itu sering menewaskan penduduk sipil. (hp)