Obama dan Sekjen NATO Tuntut Tindak Militer Terhadap Suriah
3 September 2013Presiden AS Barack Obama mendesak Kongres agar menyetujui serangan militer Suriah. Namun bukti-bukti palsu yang diajukan sebagai alasan perang Irak oleh jajaran pemimpin AS pada 2003 silam, tampaknya masih terbayang oleh anggota parlemen di Washington.
Dari kubu Demokrat, Obama menghadapi semakin banyak suara skeptis. Ada juga kekhawatiran bahwa dengan menyerang Suriah, Amerika akan semakin terperosok dalam konflik Timur Tengah.
Tanpa menghiraukannya, Obama meluncurkan kampanye agresif untuk mendapatkan dukungan Kongres untuk menghukum rejim Bashar al-Assad. Kini dua politisi Republik yang berpengaruh, John McCain dan Lindsey Graham menyatakan dukungannya. Bagi mereka, penolakan Kongres merupakan bencana.
Tidak Mungkinkan Kesimpulan Lain
Sementara itu di Brusel, Sekretaris Jenderal NATO, Anders Fogh Rasmussen tampak pasti bahwa Presiden Suriah Bashar al-Assad telah memerintahkan penggunaan gas beracun yang menewaskan ratusan warga sipil pada 21 Agustus lalu. Tegasnya, "Secara pribadi saya yakin, bahwa senjata kimia digunakan, juga bahwa rejim Suriah yang bertanggung jawab."
Tanpa merinci, Rasmussen menuturkan telah melihat sejumlah laporan Dinas Rahasia yang tidak memungkinkan kesimpulan lain. Namun ia tidak menjabarkan bentuk bukti yang ada. Tambahnya, "NATO tidak bisa memberikan komentar mengenai laporan-laporan dinas rahasia."
"Pesan Jelas Bagi Semua Diktator "
Rasmussen berbicara selama setengah jam mengenai Suriah dalam sebuah konferensi pers biasa. Ia menuntut tindakan militer yang keras dari negara anggota NATO. Tapi, ia tidak memberikan gambaran mengenai sebuah operasi bersama. Hanya, bahwa hukuman itu harus menjadi pesan jelas bagi semua diktator, bahwa penggunaan senjata kimia tidak bisa ditolerir oleh masyarakat internasional.
Para Duta Besar ke-28 anggota NATO telah mengecam keras penggunaan senjata kimia, namun tidak mengungkapkan peranan NATO yang lebih luas dalam konflik Suriah.
NATO, sejak awal tahun ini, telah menempatkan sistem penangkal rudal di Turki, yang meminta perlindungan terhadap serangan dari Suriah. Jerman, AS dan Belanda menempatkan sistem penangkal rudal di Turki.
Kamis mendatang (05/09/13) para Menteri Pertahanan Uni Eropa akan berunding di Vilnius, soal Suriah. Perundingan itu disusul oleh pertemuan para Menteri Luar Negeri Uni Eropa pada hari Jum'at dan Sabtu. Pejabat Luar Negeri Uni Eropa, Catherine Ashton telah mengundang Menteri Luar Negeri John Kerry untuk berpartisipasi dalam perundingan itu.
Kanselir Jerman Angela Merkel telah menegaskan tidak akan bergabung dalam suatu aksi militer, tanpa mandat dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Setelah penolakan parlemen Inggris, saat ini hanya Perancis yang tampaknya akan bisa mendampingi Amerika, bila melancarkan tindak militer.