Dibayangi kekhawatiran soal kedekatan Doland Trump dengan Vladimir Putin, Presiden AS Barack Obama bertemu dengan Uni Eropa buat membahas perpanjangan sanksi terhadap Rusia.
Iklan
Presiden Amerika Serikat Barack Obama membahas perpanjangan sanksi terhadap Rusia dengan kepala negara dan pemerintahan Uni Eropa. Sanksi tersebut dijatuhkan menyusul pendudukan Ukraina Timur oleh militer Rusia. Selain itu Moskow juga terancam mendapat sanksi baru lantaran operasi militer di Suriah.
Selain Obama, Kanselir Jerman Angela Merkel juga mengundang Perdana Menteri Inggris Theresa May, Presiden Perancis Francois Hollande, PM Italia Matteo Renzi dan PM Spanyol Mariano Rajoy Brey. Pertemuan tersebut dibayangi oleh kekhawatiran mengenai arah kebijakan luar negeri presiden terpilih AS, Donald Trump.
Trump yang sebelumnya mengindikasikan akan mendekat ke Rusia memicu keraguan atas kelanjutan sanksi yang dijatuhkan Washington dan Brussels setelah intervensi Rusia di Ukraina Timur. Seorang pejabat Jerman mengakui, para kepala negara dan pemerintahan sepakat memperpanjang masa berlaku sanksi yang sebenarnya akan berakhir akhir Januari mendatang.
"Kita berada dalam situasi kritis," tutur sang pejabat yang enggan disebut namanya. "Kita harus mencegah situasi di mana Uni Eropa melanjutkan sanksi (terhadap Rusia) dan presiden baru AS tiba-tiba mencabutnya."
Uni Eropa juga khawatir Presiden Vladimir Putin akan memanfaatkan vakum kekuasaan di Washington sebelum pelantikan Trump untuk melancarkan serangan besar di Suriah dan Ukraina. "Suriah sudah pasti masuk dalam agenda," tutur seorang diplomat kepada kantor berita Reuters.
Eropa sejak awal mengecam serangan udara Rusia terhadap Aleppo yang menimbulkan korban jiwa dari warga sipil. Perwakilan oposisi Suriah rencananya akan bertemu pejabat Uni Eropa, termasuk Komisaris urusan Luar Negeri Federica Mogherini di Brussels, Jumat (18/11).
Mereka diyakini akan mendesak Eropa untuk menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan Rusia yang memasok senjata dan mata uang buat pemerintahan Bashar Assad di Suriah.
Tantangan Politik Presiden Baru AS
Siapapun presiden Amerika Serikat yang terpilih, ia harus berhadapan dengan sederet isu politik yang tidak mudah untuk dituntaskan. Berikut daftarnya.
Foto: Reuters/M. Segar
Perang Dingin Jilid Dua
Kebangkitan Rusia bersama Vladimir Putin menjadi tantangan terbesar presiden baru Amerika Serikat. Moskow tidak cuma menyaplok bagian timur Ukraina dan mulai mengancam Eropa, tetapi juga ikut mengusik kepentingan AS di Timur Tengah dan Asia. Apapun isu luar negeri yang bakal dihadapi penguasa baru Gedung Putih, Amerika akan berurusan dengan Rusia.
Foto: Reuters/H. Hanschke
Perang Suriah & Irak
Perang melawan Islamic State berubah menjadi titian panas diplomasi buat AS. Selain Rusia yang aktif di Suriah, Washington mulai kewalahan menghadapi sikap acuh dua sekutunya, Turki dan Arab Saudi. Presiden baru AS nantinya harus mencari jalan tengah untuk mengalahkan ISIS dan mengamankan pengaruhnya di kawasan tersebut.
Foto: Getty Images/AFP/N. Al.Khatib
Laut Cina Selatan
Presiden Barack Obama pernah mendeklarasikan poros baru di Asia Tenggara buat menghadang ambisi Cina di Laut Cina Selatan. Kini poros tersebut tinggal sejarah. Filipina dan Malaysia, sekutu terdekat AS di kawasan, saat ini telah berpaling dan mendekat ke Beijing. Harapan terbesar Washington saat ini terletak pada Vietnam dan Jepang.
Menurut Perjanjian Iklim Paris, Amerika Serikat berkomitmen mengurangi emisi CO2 sebanyak 28% dari level 2005 pada tahun 2020. Untuk itu presiden baru AS harus memperkuat pondasi ekonomi hijau dan mengekang jejak karbon perusahaan-perusahaan domestik. Langkah tersebut dipastikan bakal mengundang pergolakan di Washington yang dikuasai lobi industri.
Foto: Getty Images/L. Maree
Krisis Pengungsi di Eropa
Hingga saat ini krisis pengungsi hanya menjadi isu abstrak yang cuma digunakan sebagai alat kampanye jelang pilpres. Tapi cepat atau lambat, krisis yang menghinggapi Eropa itu bakal menjadi realita di Amerika Serikat. Presiden Barack Obama sudah berjanji akan menampung hingga 200.000 pengungsi Suriah tahun 2017. Tidak jelas apakah presiden baru akan melanjutkan kebijakan pendahulunya itu.
Foto: Getty Images/M. Turner
Kekerasan Bersenjata
Sebanyak 375 penembakan massal terjadi di AS tahun 2015. Pada tahun yang sama 13,286 orang tewas oleh senjata api. Maraknya tindakan kekerasan bersenjata menjadi isu politik yang sulit ditanggulangi Presiden Barack Obama lantaran posisinya yang melemah oleh dominasi Partai Republik di Kongres dan Senat. Fenomena muram tersebut bakal diwariskan kepada presiden baru AS.
Foto: Reuters
Brutalitas Polisi & Rasisme
Warga kulit hitam berpeluang tiga kali lipat lebih besar untuk menjadi korban penembakan polisi. Statistik yang dirilis Washington Post itu menunjukkan masalah rasisme yang masih mengakar di institusi pemerintahan dan pengadilan. Brutalitas aparat keamanan saat ini tidak cuma memicu ketegangan sosial di AS, tetapi juga merusak citra AS di luar negeri.
Foto: Getty Images/S.Platt
Kemiskinan
Sekitar 14% penduduk dan 20% anak-anak di Amerika Serikat hidup dalam himpitan kemiskinan. Jumlahnya mencapai 50 juta orang. Setiap tahun kemiskinan di AS menciptakan kerugian senilai 500 milyar Dollar AS dalam bentuk potensi produktivitas, kriminalitas dan biaya kesehatan. Presiden baru AS harus menginvestasikan dana senilai 77 milyar Dollar AS per tahun untuk mengatasi masalah tersebut.