1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

210909 Lokalwahlen Wolgograd

22 September 2009

Joaqim Crima. Kandidat kulit hitam pertama dalam pemilu di Rusia, dimunculkan sebagai 'Obama dari Rusia'.

Joaqim Crima dan istrinya.Foto: DW

Pekan lalu mantan Presiden AS Jimmy Carter memicu perdebatan tentang rasisme di AS, ketika ia mengatakan bahwa kritik kencang yang dihadapi Barack Obama terhadap kebijakannya baru-baru ini terutama didasarkan pada kebencian rasis. Namun Gedung Putih cepat berkomentar bahwa sang presiden sendiri tidak berpendapat demikian.

Di Rusia, rasisme bagi sekitar 100.000 imigran Afrika merupakan bagian dari hidup keseharian. Dan di sana tak pernah ada politisi berkulit hitam, sampai saat ini. Ketika di barat daya Rusia, dekat kota Volgograd, Joaquim Crima, 37 tahun, yang lahir di Guinea-Bissau, ambil bagian dalam pemilu daerah tanggal 11 Oktober mendatang. Media Rusia dan internasional dengan cepat menyebut dia 'Obama dari Rusia".

Walau ia tidak terlalu layak mendapat sebutan itu, pencalonan Joaquim Crima memicu kegemparan bahkan menyebabkan pencalonan kandidat kulit hitam kedua untuk pemilu yang sama. Bagaimana cerita sesungguhnya di balik kisah dua Warga Rusia yang ingin menjadi seperti Obama?

Para pedagang di pasar sayur di kota kecil Srednaya Ahtuba menyambut hangat Joaquim Crima. “Gubernur baru", begitu salah seorang menyapa ia. Lainnya menanyakan kemajuan kampanye pemilunya. Pasar di pinggir jalan itu ibarat rumah bagi pria 37 tahun itu. Ia dan istrinya yang orang Armenia berjualan semangka dan bawang di sana. Tapi sambutan hangat bukan sejak dulu dinikmati Crima.

“Waktu kami baru pindah ke sini, orang-orang langsung menghindar dengan menyeberang jalan begitu melihat saya. Lalu saya berinisiatif mendekati mereka dan bilang 'jangan takut, saya orang baik-baik'. Pelan-pelan mereka terbiasa dengan kehadiran saya. Sekarang, mereka justru menyeberangi jalan mendekati saya untuk sekedar menyapa”, tutur Crima.

Joaquim Crima lahir di Guinea-Bissau, datang ke Rusia 20 tahun silam sebagai mahasiswa. Sekarang ia memegang paspor Rusia. Kampungnya yang baru terletak di wilayah miskin di barat daya Rusia. Di sini, kebanyakan orang tidak punya akses terhadap jaringan gas maupun air, dan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah setempat tinggi.

Beberapa bulan lalu seorang ahli strategi politik yang diasosiasikan dengan cabang partai politik Russia Bersatu yang didukung Kremlin, mendekati Joaquim Crima dan memutuskan untuk mengubahnya menjadi “Obama dari Rusia”.

Crima sendiri mendukung gagasan itu, bahkan mencoba mengubah prasangka luas terhadap orang kulit hitam bagi keuntungannya.

Ia memilih slogan pemilu 'saya akan bekerja keras seperti budak'. Ini disitir dari ungkapan orang Rusia yang jika bekerja keras dan merasa capek akan mengatakan 'hari ini saya bekerja keras seperti budak kulit hitam'. Crima merasa tak ada salahnya memanfaatkan asosiasi antara kerja keras dan menjadi budak kulit hitam di Rusia.

Namun sudah menjadi rahasia umum bahwa para penyusun strategi di Kremlin punya tujuan bagi Joaquim Crima. Ia dimaksudkan untuk menarik suara-suara protes terhadap kekuatan yang memerintah saat ini, tapi sebetulnya membantu kampanye kandidat mereka tanpa merugikannya terlalu banyak.

Semua ini permainan khas dalam pemilu tingkat daerah di Rusia. Tapi Crima, yang menguasai lima bahasa dan memiliki dua gelar universitas, membebaskan dirinya sendiri. ia menjadi kandidat murni dan peringkatnya dalam jajak pendapat meningkat, kata Andrey Serenko, wartawan politik dari Volgograd.

“Crima mengangkat tema yang memang dikuatirkan warga. Tidak seperti kandidat lain yang berkampanye dengan mobil mewah lalu pergi begitu saja, Crima adalah salah satu warga.Dia bilang, lihat, saya tinggal di lingkungan yang buruk sama dengan kalian, dikelilingi puing dan tidak selalu punya persediaan gas serta listrik. Dia tipe orang Rusia yang membumi”, kata Serenko.

Popularitas Crima naik, karena bagian dari strategi pemilunya adalah memuji PM Rusia Vladimir Putin dan partai Rusia Bersatu yang disokong Kremlin. Semua ini mengakibatkan kekuatan politik di wilayah itu, termasuk yang membantu menciptakan Crima sebagai fenomena politik, menjadi tambah kuatir.

Fillip Kondratyev, kandidat kulit hitam kedua dalam pemilu regional Rusia.Foto: DW

Maka, mendadak muncul kandiat kulit hitam kedua, tampaknya atas perintah Moskow. Fillip Kondratvev arsitek berusia 34 tahun dari Volgograd, ibunya Rusia, ayahnya asal Ghana. Ia banyak mengkritik Crima karena bukan warga asli Rusia. Ia pun memainkan peran, kata wartawan politik Serenko.

Ia melanjutkan, "Kandidat baru ini, Fillip Kondratyev, adalah rudal baru yang dimaksudkan untuk menghancurkan rudal pertama. Ia harus menyingkirkan Joaquim Crima. Semua tindakan yang diambil menunjukkan satu hal, orang-orang yang berkuasa menjadi takut pada Crima.”

Joaquim Crima sendiri, sejauh ini, bersikap acuh tak acuh. Walau begitu ia memimpikan karir politik, mungkin sampai di Moskow. Dan apapun hasil pemilu bulan Oktober, pencalonan Joaquim Crima yang dilaporkan secara luas mungkin membantu membuka jalan bagi orang-orang berkulit hitam untuk memsuki politik Rusia di masa depan.

Bagi orang-orang di pasar sayur di kota kecil Srednaya Ahtuba, Joaquim Crima sudah menjadi pahlawan.

Mareike Aden/ Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk