1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Obama Serukan Agar Israel dan Palestina Kembali ke Meja Perundingan

21 September 2011

Dalam pidatonya pada pembukaan Majelis Umum PBB, Rabu (21/9) di New York, Presiden AS Barack Obama imbau Israel dan Palestina untuk kembali berunding dan tolak secara tegas rencana Presiden Palestina.

President Barack Obama speaks at the Libya Contact Group Meeting at the UN Building, Tuesday, Sept., 20, 2011. (Foto:Pablo Martinez Monsivais/AP/dapd)
Presiden AS, Barack ObamaFoto: dapd

Presiden AS Barack Obama kembali menolak tegas rencana Palestina untuk mendapatkan pengakuan PBB sebagai negara berdaulat. Presiden Palestina Mahmoud Abbas hari Jumat (23/9) akan mengajukan permohonan keanggotaan penuh Palestina di PBB kepada Sekjen PBB Ban Ki Moon. Sebelum dilakukan pemungutan suara di majelis, Dewan Keamanan PBB harus memberikan lampu hijau, tetapi AS yang memiliki hak veto menyatakan akan menggunakannya agar usulan Palestina tidak dapat dirembukkan di majelis.

Dalam pidatonya pada pembukaan Majelis Umum PBB, hari Rabu (21/9) Obama menggunakan kesempatan untuk menekankan bahwa Palestina punya hak memiliki negara sendiri. Namun ini hanya dapat tercapai melalui perundingan dengan Israel. Kedua pihak harus menemukan kesepakatan dalam isu yang hingga saat ini merupakan inti sengketa, yaitu perbatasan dan keamanan, pengungsi dan Yerusalem: "Israel harus mengetahui bahwa semua kesepakatan menjamin keamanannya. Palestina harus mengetahui basis dari garis perbatasan mereka. Saya tahu bahwa banyak yang frustasi karena tidak ada kemajuan. Tetapi masalahnya terdapat dalam tujuan yang kita cari. Masalahnya bagaimana kita mencapai tujuan itu? Saya yakin bahwa tidak ada jalan pintas menuju akhir konflik yang berlangsung puluhan tahun ini. Perdamaian tidak akan tercapai melalui pernyataan dan resolusi di PBB. Bila itu demikian mudahnya, konflik bisa diselesaikan sekarang juga."

Sekjen PBB, Ban Ki-moonFoto: picture alliance ZUMA Press

Ban Ki Moon serukan akhiri mandeknya proses perdamaian

Perundingan perdamaian di Timur Tengah terhenti setahun yang lalu, setelah Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu tidak memperpanjang moratorium pembangunan permukiman Yahudi di wilayah pendudukan. Netanyahu yang juga menghadiri Majelis Umum di New York mengusulkan kepada Abbas untuk melakukan pembicaraan di sela-sela persidangan. Abbas menyatakan persetujuannya, namun  kepada stasiun televisi AS, Fox News ia mengatakan bahwa pembicaraan tidak berguna kalau tidak mempunyai dasar pembicaraan. Sementara pemerintah Israel berpendapat, pengakuan kedaulatan Palestina hanya dapat dicapai melalui hasil akhir dari perundingan perdamaian. Pendapat ini juga didukung oleh AS dan pemerintah Jerman.

Pada pembukaan Majelis Umum PBB itu, Sekjen PBB Ban Ki Moon juga menyerukan agar melakukan upaya internasional mengakhiri buntunya proses perdamaian di Timur Tengah: "Kita harus mengakhiri kemandekan di Timur Tengah. Kita sejak lama sepakat, Palestina sepatutnya berdaulat. Israel perlu jaminan keamanan, keduanya ingin perdamaian. Kami berjanji selalu menawarkan bantuan untuk mencapai perdamaian melalui kesepakatan yang dicapai lewat perundingan."

Tidak ada kesepakatan dalam UE terkait pengakuan Palestina

Uni Eropa juga mendesak Palestina untuk melakukan perundingan. Seorang jurubicara kepala urusan luar negeri UE, Catherine Ashton mengatakan di Brussel hari Rabu (21/9), bahwa UE berpendapat, jalan satu-satunya bagi penyelesaian final di Timur Tengah adalah perundingan."  Dalam masalah pengakuan kedaulatan Palestina, UE terpecah. Terutama Jerman menentang rencana itu, sedangkan negara UE lainnya hendak menyetujuinya.

Perdebatan terbesar pada Majelis Umum sejak 66 tahun berdirinya PBB itu akan berlangsung satu minggu. 200 pembicara yang akan tampil dan 193 negara mengikuti sidang dengan agenda utama permohonan Palestina untuk diakui sebagai negara berdaulat.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas di depan Majelis Umum PBB, New YorkFoto: dapd

Demonstrasi Massal di Tepi Barat

Sementara itu demonstrasi besar-besaran digelar warga Palestina untuk menuntut pengakuan kedaulatannya. Ribuan orang turun ke jalan hari Rabu (21/9) di Tepi Barat di kota Ramallah, Betlehem, Nablus dan Hebron. Pemerintahan otonomi Palestina meliburkan pelajar dan pegawai-pegawai untuk dapat mengikuti aksi protes massal itu.

Sedangkan di Jalur Gaza yang dikuasai kelompok Hamas, tidak ada aksi protes. Hamas menentang rencana permohonan kedaulatan Palestina di PBB. Menurut sebuah jajak pendapat, lebih dari 80 persen warga Palestina menginginkan kedaulatan negaranya diakui PBB.

Christa Saloh/dpa/afpe/rtr

Editor: Edith Koesoemawiria

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait