Presiden AS Barack Obama memuji kepolisian Dallas dan keberanian mereka. Ia juga menyerukan persatuan negaranya setelah lima polisi kulit putih ditembak mati sniper berkulit hitam di Dallas.
Foto: Getty Images/AFP/M. Ngan
Iklan
Presiden Barack Obama dalam upacara peringatan tewasnya lima polisi tersebut mengatakan: "Semua tahu bahwa mayoritas polisi melaksanakan tugas yang sangat berat dan berbahaya secara profesional, dan mengutamakan keadilan. Mereka patut mendapat rasa hormat kita, bukan kecaman."
Upacara itu dihadiri sejumlah politisi, anggota kepolisian dan keluarga para polisi yang tewas ditembak sniper. Peristiwa penembakan terjadi Kamis malam, 7 Juli 2016, ketika aksi demonstrasi berlangsung di Dallas. Demonstrasi merupakan aksi protes warga terhadap pembunuhan sewenang-wenang dua warga kulit hitam oleh polisi, yang terjadi di St. Paul (Minnesota) dan di Baton Rouge (Louisiana).
Berkaitan dengan isu rasisme sejumlah polisi terhadap warga berkulit hitam, Obama menyatakan, jika orang memukul rata bahwa semua polisi bersikap rasis, berarti orang itu tidak menghargai polisi-polisi lain yang siap menjaga keamanan semua warga, demikian Obama.
Foto yang viral dan diklik jutaan orang terkait reaksi berlebihan polisi terhadap pemrotes berkulit hitam di Baton Rouge.Foto: Reuters/J. Bachman
Obama mengatakan, serangan memang memberi kesan bahwa AS sudah terpecah belah. Tetapi ia menyerukan seluruh warga AS untuk menolak keputusasaan seperti itu. Presiden AS itu menambahkan, "Saya sadar, warga Amerika sedang bergelut dengan masalah yang kita lihat pekan lalu." Ia menambahkan, "Saya hadir di sini untuk menekankan, bahwa kita tidak terpecah-belah seperti kesan yang timbul."
Ia juga mengecam retorika yang menyerukan pembalasan dan kekerasan terhadap polisi. Itu bukan cara yang tepat menuju keadilan. Ia menjelaskan, rasialisme dan ketegangan antar ras di AS sudah membaik secara dramatis selama hidupnya. Tetapi ia memperingatkan, tidak ada orang atau institusi yang sepenuhnya bebas dari sentimen ras. Demikian halnya dengan kepolisian.
Masalah kepemilikan senjata Pada kesempatan itu, Obama kembali menekankan masalah kepemilikan senjata di AS. Ia sudah berulang kali menekankan pentingnya perubahan undang-undang sehingga memungkinkan pembatasan kepemilikian senjata. Ia menekankan, bagi remaja sekarang jauh lebih mudah untuk memperoleh pistol daripada memperoleh komputer dan buku. Ucapannya tersebut disambut tepuk tangan. Ia menekankan, sudah terlalu sering datang ke acara peringatan bagi warga AS yang tewas akibat serangan senjata api.
Upacara yang dilangsunkan di Morton H. Meyerson Symphony Center, juga dihadiri mantan Presiden George W. Bush yang berdomisili dekat Dallas. Bush menyatakan dukungan bagi perkataan Obama. "Kadang kita merasa kekuatan yang memecah-belah kita lebih kuat daripada yang menyatukan. Argumen berubah terlalu cepat menjadi sikap memusuhi," kata Bush. "Kita tidak mau persatuan karena rasa sedih, dan tidak mau persatuan karena rasa takut. Kita ingin persatuan dalam harapan, tidak bermusuhan dan tujuan tinggi."
Obama juga dijadwalkan untuk bertemu dengan keluarga para polisi yang tewas, juga dengan sejumlah polisi lainnya yang cedera dalam insiden Kamis lalu.
ml/as (twitter, ap, afp)
Diskriminasi Kulit Hitam di Amerika Serikat
Diskriminasi terhadap warga kulit hitam di Amerika Serikat masih menjadi momok. Di banyak bidang situasinya justru memburuk setelah era Martin Luther King.
Foto: picture-alliance/dpa/Justin Lane
Sebuah Ilusi tentang Persamaan
Ketika Barack Obama dikukuhkan sebagai presiden kulit hitam pertama AS, banyak yang menilai Amerika Serikat telah memasuki era "Post Racial", sebuah negara tanpa perbedaan ras dan diskriminasi. Tidak cuma kasus di Ferguson, data-data statistik lainnya mengubur imipian tersebut.
Foto: Reuters
Kemiskinan
Penduduk kulit hitam mendominasi statistik kemiskinan Amerika Serikat. Situasi tersebut tidak berubah banyak sejak 30 Tahun lalu. Tahun 1974 cuma 8 persen warga kulit putih dililit kemiskinan (kini 10%), sementara pada warga kulit hitam jumlahnya sebesar 30 persen (kini 28%).
Foto: Reuters
Separuh Prespektif
Diskriminasi di pasar tenaga kerja AS berlangsung hampir secara sistematis. Tingkat pengangguran masyarakat kulit hitam sejak 50 tahun adalah dua kali lipat lebih tinggi ketimbang warga kulit putih. Mirisnya jumlah tersebut tidak berubah terlepas dari pertumbuhan ekonomi atau perubahan pada tingkat pengagguran secara umum.
Foto: picture-alliance/dpa/Justin Lane
Perbedaan Pendapatan
Sejak 1950 pendapatan rata-rata warga kulit hitam selalu berada di bawah 60% dari upah yang diterima oleh warga kulit putih. Cuma pada tahun 1969/1970 jumlahnya meningkat menjadi sekitar 63 persen.
Foto: DW/G. Schließ
Jurang Kemakmuran
Saat ini rata-rata kekayaan warga kulit putih berkisar 97.000 US Dollar. Sementara warga hitam cuma berkisar 4.900 USD, atau 1500 USD lebih sedikit ketimbang tahun 1980. Melihat perbedaan pendapatan antara dua kelompok yang signifikan, tidak heran jika kemampuan warga Afro-Amerika buat menabung atau menyimpan harta lebih sedikit ketimbang warga kulit putih.
Foto: picture alliance/landov
Risiko Dibui
Peluang buat seorang warga kulit hitam mendekam di balik terali bui enam kali lipat lebih besar ketimbang seorang kulit putih. Menurut data NAACP, organisasi lobi kulit hitam AS, jumlah warga kulit putih yang menggunakan narkoba lima kali lipat lebih banyak ketimbang warga hitam. Namun warga Afro-Amerika yang didakwa terkait narkoba berjumlah 10 kali lipat lebih banyak ketimbang kulit putih
Foto: M. Tama/Getty Images
Cuma Pendidikan Dasar
Menurut catatan tahun 2012, cuma 21 persen warga Afro-Amerika yang memiliki ijazah universitas. Sementara warga kulit putih mencatat angka 34 persen. Secara ironis Departemen Pendidikan AS mengeluarkan statistik 2009 lalu, bahwa untuk pertamakalinya terdapat lebih banyak pemuda kulit hitam yang sedang berkuliah ketimbang mendekam di penjara.
Foto: Reuters
Pendidikan Terpisah
Pengucilan adalah keseharian pada sistem pendidikan AS. Hampir 40 persen bocah kulit hitam menempuh pendidikan di sekolah-sekolah yang juga didominasi oleh murid Afro-Amerika. Jumlah ini banyak berkurang ketimbang tahun 1968 yang mencatat angka 68%. Tidak berubah adalah fakta bahwa tigaperempat bocah kulit hitam belajar di sekolah yang lebih dari 50% muridnya non kulit putih.
Foto: Chris Hondros/Newsmakers/Getty Images
Besar di Ghetto
Segregasi di tengah masyarakat AS juga terlihat pada tempat tinggal. 45 persen bocah kulit hitam yang berasal dari keluarga miskin, hidup di wilayah-wilayah kumuh atau Ghetto. Sebaliknya cuma 12 persen bocah kulit putih yang hidup dalam situasi serupa.
Foto: picture alliance / blickwinkel/Blinkcatcher
Dua Realita yang Berjauhan
Lebih dari 50% warga kulit hitam Amerika Serikat menyebut empat hal sebagai ladang diskriminasi, yakni perlakuan aparat kepolisian, pekerjaan, pengadilan dan sekolah. Sementara pada warga kulit putih jumlahnya kurang dari 30 persen. Secara keseluruhan penduduk Afro-Amerika meyakini adanya praktik diskriminasi berbau rasisme terhadap mereka, entah itu di restoran atau rumah sakit.
Foto: Getty Images
Euforia Berakhir
Sebanyak 35% Warga kulit putih menilai kondisi hidup mereka lebih baik ketimbang lima tahun lalu. Sementara pada warga Afro-Amerika, jumlahnya cuma berkisar 26 persen. Euforia sempat memuncak ketika Barack Obama terpilih sebagai presiden Amerika 2009 silam. Namun kini harapan akan perbaikan situasi warga kulit hitam tergerus oleh realita.