1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Favipiravir Diujicoba Pada Pasien Corona

18 April 2020

Obat flu favipiravir dengan nama dagang Avigan buatan Fujifilm kini masuk tahap ujicoba klinik pada pasien Covid-19. Sebelumnya favipiravir juga digunakan mengobati ebola.

Japan Coronapandemie - Behandlungsmöglichkeiten für Covid-19 Favipiravir
Foto: picture-alliance/dpa/Kimimasa Mayama

Sejumlah dokter kini mulai mengujicoba obat flu favipiravir untuk mengobati pasien virus corona, dengan argumen keampuhan anti virus dari obat ini bisa dimanfaatkan. Obat flu dengan nama dagang Avigan itu mendapat ijin di Jepang tahun 2014. Hasil sementara menunjukkan, obat flu ini bisa memperpendek waktu pemulihan pasien Covid-19.  

Kementrian sains dan teknologi Cina menyebutkan, obatnya menunjukkan “hasil klinis sangat bagus“. Saat ini ada lima ujicoba klinik di beberapa negara, termasuk di Italia, Jepang dan Amerika Serikat. Fujifilm Toyama Chemical menyatakan, ujicoba keampuhan obat dlakukan pada kelompok 100 pasien hingga akhir Juni mendatang.  

Studi di Jepang akan memberikan obatnya selama lebih 14 hari kepada pasien pada kisaran umur 20 sampai 74 tahun. “Penelitiannya akan memantau beragam faktor“, kata Gaetan Burgio, pakar genetika dari Australian National University's College of Health and Medicine kepada kantor berita AFP. 

Termasuk diantaranya, efek klinis penting pada demam, batuk, oksigenasi, jangka waktu penyembuhan dan waktu perawatan di rumah sakit. Juga diamati seberapa cepat virusnya dibersihkan dari sistem bersama x-ray atau CT scan untuk pneumonia. 

“Jika kami melihat penurunan signifikan dalam hasil ujicoba klinis dan beban virus lebih rendah pada kelompok pasien yang diberi favipiravir, ini akan jadi indikasi bagus untuk uji klinik dengan skala lebih besar“, ujar pakar genetika Burgio. 

Standar ketat ujicoba 
Ujicoba favipiravir untuk mengobati virus corona dilakukan dalam standar yang sangat ketat. Tujuannya untuk menjamin bahwa obatnya aman dan efektif pada jumlah pasien yang cukup banyak. 

“Penelitian lebih kecil sudah ada laporanya. Namun sulit menarik kesimpulannya, karena jumlah pasien amat kecil, dan tidak ada pembanding yang diberi plasebo. Lebih seringnya dibandingkan dengan obat lain“, ujar Stephen Griffin, pakar virologi dari University of Leeds, Inggris. 

Favipiravir bekerja dengan cara memblokir virus untuk berkembang biak di dalam sel. Sejauh ini masih ada kekhawatiran terkait keamanannya. Karena dalam uji laboratorium, obat flu ini mempengaruhi perkembangan janin dalam kandungan. Karena itu dokter disarankan tidak memberikan obat pada wanita hamil. 

Pesanan membanjir, pabrik ngebut produksi 
Obat flu Favipiravir dengan nama dagang Avigan, di Jepang hanya diizinkan untuk mengobati wabah flu yang tidak bisa diobati dengan obat-obatan yang sudah ada. Obat ini juga tidak ada di pasaran umum. Favirapir hanya boleh diproduksi dan didistribusikan sesuai permintaan pemerintah Jepang. 

Sekarang pemerintah di Tokyo memerintahkan Fujifilm untuk menggenjot produksinya. Baik untuk keperluan di dalam negeri maupun untuk memenuhi permintaan dari lebih selusin negara yang sudah mengajukan permohonan impor obatnya. 

Disebut-sebut, sejumlah negara di Asia, termasuk Indonesia sudah memesan obat flu ini dalam dosis besar. Juga Jerman dan Amerika Serikat sudah mengajukan permohonan pembelian Avigan kepada pemerintah Jepang. as/vlz (AFP, rtr)