1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Obat dan Vaksin untuk Semua: Mimpi Ilmuwan Indonesia

19 September 2021

Menjadi pemimpin perusahaan farmasi yang bisa menyediakan obat atau vaksin terutama di negara-negara yang tak mampu, jadi impian selanjutnya Carina Joe, ilmuwan Indonesia, yang membantu mengembangkan vaksin AstraZeneca.

Carina Joe, yang sangat ingin menjadi pemimpin perusahaan farmasi yang tidak mengambil keuntungan dari masyarakat terutama yang bermukim di negara yang tidak mampu
Carina Joe, salah satu ilmuwan asal Indonesia yang mengembangkan vaksin AstraZenecaFoto: Carina Joe

"Saya ingin menjadi pimpinan dari perusahaan farmasi global, yang punya andil. Banyak negara yang tidak mampu membeli vaksin dengan harga penuh. Karena untuk vaksin tertentu, bukan hanya beberapa orang, semuanya harus divaksin. Demi kemanusiaan. Saya ingin menjadi pemimpin yang seperti itu, di perusahaan farmasi,” ujar Carina Joe, yang sangat ingin menjadi pemimpin perusahaan farmasi yang tidak mengambil keuntungan dari masyarakat terutama yang bermukim di negara yang tidak mampu.

Carina Joe adalah salah satu ilmuwan pengembang utama vaksin AstraZeneca. Dalam setengah tahun pertama kala pandemi melanda, tiada kata istirahat baginya dalam bekerja. Berpacu dengan waktu, ia memproduksi jumlah vaksin dalam skala besar agar bisa tersedia untuk pada masyarakat global, tepat waktu. Tenggat waktu yang diberikan untuk perempuan yang bekerja di Universitas Oxford ini sangat sempit, sedangkan prosesnya belum dibuat. "Waktu itu bulan Januari, hanya ada data dari 30ml. Sedangkan, waktu itu dalam satu bulan saya harus meningkatkan dalam 200 liter, itu termasuk skala yang paling kecil. Jadi, ada yang 200 liter produksi, ada yang 1000 liter, ada yang 2000 liter sampai 4000 liter. Jadi satu bulan setengah tersebut harus banyak bekerja untuk membuat prosesnya agar bisa mendapatkan vaksin COVID-19 untuk uji klinis," ujarnya.

Pada saat itu, di akademi atau di universitas, biasanya proyek tersebut ditangani oleh satu tenaga post-doctoral untuk menyelesaikan proyek tersebut. "Sementara kita tidak mempunyai waktu, dan saat itu saya hanya sendiri di laboratorium, ada pimpinan dan manajer proyek. Jadi tim intinya hanya tiga orang, hanya saja mereka tidak bekerja di laboratorium karena mereka punya tugas masing-masing." tambah Carina.

Untuk merekrut tenaga kerja, karena pandemi jadi penghalang, sementara kemampuan peneliti pun harus khusus, yang memerlukan waktu latihan bertahun-tahun, tambah Carina. "Waktu itu belum ada yang kemampuannya seperti saya. Virusnya berkembang biak di dalam sel, harus melalui proses purifikasi, namun prosesnya tidak hanya satu, kita mencobanya bermacam-macam. Jadi saat itu, awalnya saya mengerjakannya sendiri, jadi kerjanya 24 jam tidak cukup, 15-16 jam saya kerja di dalam laboratorium. Makan terburu-buru, pulang hanya bisa mandi, tidur, besoknya pergi lagi," tutur Carina. Selama lebih dari setengah tahun tak ada kata hari libur dalam kamusnya. Ia bekerja tujuh hari dalam seminggu.

Carina Joe bekerjasetiap hari tanpa libur demi mencapai tenggat waktu tersedianya vaksin COVID-19Foto: Carina Joe

Menjawab kecemasan atas efek vaksin

Kini vaksin AstraZeneca disetujui untuk digunakan di 178 negara. Namun tidak sedikit ada orang-orang yang masih takut untuk divaksin. Syamsir Alamsyah warga Indonesia yang tinggal di Bonn, Jerman awalnya sempat ragu, divaksin atau tidak vaksin? Pertanyaan itu menggelayut di benaknya karena ragam alergi yang dideritanya selama ini. "Saya sebenarnya mau saja divaksin, tapi ragu-ragu karena dari 21 jenis alergi yang diteskan dulu di tubuh saya, diketahui bahwa saya punya 11 macam alergi. Banyak, bukan? Tetapi setelah saya berpikir panjang, saya putuskan untuk konsultasi dengan dokter dulu agar dia dapat memeriksa terlebih dahulu vaksin mana yang cocok untuk tubuh saya yang banyak alergi ini, vaksin apa yang terbaik buat jenis tubuh seperti saya," papar Syamsir yang akhirnya memutuskan untuk divaksin, setelah berkonsultasi ke dokter.

Analis vaksin asal Indonesia yang tinggal di Jerman, Anastasia Maharani meminta agar masyarakat agar tidak perlu khawatir berlebihan akan efek dari vaksin COVID-19. Efek samping vaksin menurutnya hal yang normal, "Kalau ingat dulu itu waktu kita kecil di vaksin itu pasti ada reaksinya, misal badan panas, terus demam itu hal yang wajar jika divaksin. Vaksin itu adalah proses imunitas tubuh kita berkenalan dengan penyakit, gampangnya kalau bisa kita sakit flu, tidak divaksin saja kita sakit, misalnya kita sakit flu, terasa pusing, demam itu tandanya itu tubuh kita sedang perang melawan penyakit," papar perempuan yang bekerja di lembaga farmasi di Jerman ini.

Sementara itu, Carina Joe menjelaskan memang mungkin ada efek yang normal, mungkin ada pula efek yang agak berat. Namun menurutnya angka pembekuan darah, angkanya sangat rendah sekali. Ia mengatakan banyaknya empiris saat uji klinis, kita tidak menemukan adanya pembekuan darah. "Jadi kita sudah uji dari 20 ribu orang di Inggris, Afrika Selatan dan Belanda dan 50 ribu orang di AS. Kita tidak menemukan adanya efek samping pembekuan darah, karena angkanya sangat rendah sekali. Pada saat sekarang, kita sudah mendeteksi dini, bagaimana caranya mendeteksi gejala dari pembekuan darah tersebut, agar kita dapat memberikan pengobatan lebih awal. Jadi, tidak akan terlalu parah efek sampingnya. Saya juga divaksinasi AstraZeneca, kalau tidak ingin efek sampingnya seperti itu, dianjurkan dokternya meminum parasetamol," tandasnya.

Menangkal varian baru

Kini menyeruaknya varian baru COVID-19, masyarakat kembali dihantui kecemasan. Namun Carina menjelaskan, menurut data dari Inggris dan Kanada, vaksin yang sudah diterima di negara tersebut, masih sangat efektif untuk menanggulangi varian Delta. Efektivitas untuk mencegah ke rumah sakit, sakit yang parah, atau mencegah angka kematian di atas 90% ke atas.

Meski dikenal sebagai pakar vaksin, Carina Joe mengaku tidak tahu kapan pandemi COVID-19 kann berakhir. "Ttidak bisa memprediksi kapan pandemi ini akan berakhir. Jadi yang saya bisa, memberikan masukan dan saran kepada orang. Kalau pandemi ini ingin berakhir, masyarakat harus mengikuti protokol kesehatan dari Pemerintah dan mengikuti program vaksinasi. Hal tersebut adalah cara kita untuk keluar dari pandemi," pungkasnya.

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait