1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Obesitas Jadi Wabah Penyakit Baru

18 September 2017

Kemakmuran juga berdampak negatif berupa penyakit obesitas. Saat ini WHO mencatat 2.2 milyar manusia di seluruh dunia terlalu tambun. Mayoritas pengidap obesitas anak dan remaja terdapat di Asia dan Amerika.

China Fettleibigkeit Archiv 2012
Foto: AFP/GettyImages/M. Ralston

Obesitas Jadi Wabah Penyakit Baru Dampak Kemakmuran

07:23

This browser does not support the video element.

Alejandro yang baru berumur 11 tahun, berat badannya 86 Kilogram.  Terlalu tambun bagi anak berusia 11 tahun. Alejandro mengidap obesitas, yang berisiko tinggi bagi kesehatan. Masalahnya: ia hanya makan apa  dianggapnya enak.

Coklat,...chips,...manisan... es.., itu makanan kegemaran. Saya ingin turunkan berat badan,...tapi itu sulit.

Obesitas kini jadi penyakit umum. Separuh populasi di Jerman terdeteksi kelebihan berat badan. Sekitar 20 persen anak-anak dan remaja tergolong tambun.

Dr. Christian Falkenberg dokter peneliti obesitas memaparkan: Dibandingkan dengan tahun 90-an, komposisi anak tambun naik sekitar 50 persen. WHO bahkan menyebutnya epidemi.

Di sebuah klinik di pulau Amrum para dokter berjuang untuk melawan kasus obesitas. Makan dan olahraga, ketimbang melakukan diet cepat, menjadi metode terapi terbaru, kembali ke bobot normal. Jan misalnya, empat minggu lalu bobotnya lebih 90 kilo. Saat teman sekolahnya berjuang memahami rumus matematika, Jan justru belajar makan dengan benar.

"Seringnya kami di rumah makan spaghetti..porsinya banyak. Saya makan amat banyak, dan dengan cepat jadi tambun", ujar Jan yang berusia 17 tahun. Ia mengakui selalu bersemangat menyantap makanan. Tapi rasa lapar terus menerus berhasil dia kuasai.

"Tiga hari pertama saya merasa amat lapar. Sekarang perut saya bertambah kecil, dan tidak terlalu banyak yang bisa dijejalkan", tambah remaja yang idap obesitas ini.

Belajar makan dengan pola tepat

Belajar makan, di bawah pengawasan. Makan semangkok kecil sop, dengan sendok kecil. Jan harus belajar, menghindari makan dengan cara bernafsu atau ngemil.

Pelatih diet dan kebugaran di rumah sakit Amrum Svenja Bohn menjelaskan :

"Kami di sini berusaha agar ini jadi keseharian. Anak-anak harus memutuskan sendiri, apa yang mereka makan. Ini termasuk ilmu psikologinya. Mereka harus mengembangkan lagi rasa lapar dan rasa kenyang."

Sekarang Jan mengetahui, sebanyak apa makan cukup itu. Seporsi daging sebesar telapak tangan, dan juga sayuran dengan porsi yang sama. Ini resep gampang yang harus diterapkan di rumah, agar berat badan tidak kembali melambung.

Sementara Alejandro berasal dari Venezuela dan datang ke Jerman tiga tahun silam. Makanan di Jerman yang berlimpah ruah merupakan hal baru bagi dia. Alejandro tidak bisa berhenti makan.

Ayah Alejandro Dieter Zobel menjelaskan: "Akhir pekan kami izinkan makan chips. Kalau saya membelinya Kamis, akhir pekan sudah ludes. Atau persediaan sosis untuk seminggu, habis dalam sehari."

Alejandro tidak tahu apa salah dia. "Ayah pada akhir pekan biasanya bangun jam 11. Saya sudah bangun jam 6, dan jam 8 sudah lapar, lalu mengambil sendiri makanan dari kulkas."

Olahraga jadi menu utama

Jan kini rutin berlatih olahraga. Dulu di waktu senggang, dulunya ia lebih senang bermain game komputer. Dia tahu, itu tidak sehat. Tapi Jan sulit mencari jalan keluarnya.

Pelatih olahraga Immo Krems memaparkan : "Saya katakan kepada anak-anak, kalian tidak harus, tapi boleh berlatih olahraga. Ini satu-satunya kesepakatan. Kami berusaha meraih kegembiraan dan bersikap bersahabat."

Tiga kali sehari Jan menghabiskan waktunya di ruang fitness. Sport jadi bagian dari hidup barunya. "Saya sekarang memerlukan olahraga. Dulu saya cuma malas, setelah hari berat di sekolah, enggan melakukan sport", papar remaja Jerman ini.

Riset Ilmiah atasi oebsitas

Alejandro kini ikut serta dalam riset ilmiah, untuk meneliti risiko penyakit yang belum diketahui pada anak-anak penderita obesitas. Dibanding anak berbobot normal, sejumlah parameter cukup mengkhawatirkan. Pupil mata bereaksi lebih lamban pada cahaya, juga reaksi jantung terhadap beban dan relaksasi.

Peneliti, dokter Susann Blüher mengatakan : "Hasilnya menegaskan, pada anak yang alami obesitas, terjadi gangguan tegas pada sistem saraf otonom."

Hasil yang mencemaskan. Sebab organ tubuh seperti jantung, ginjal atau hati terkena dampaknya. Karena organ ini dikendalikan sistem saraf. Juga dampaknya terlihat pada Alejandro. Ayahnya merasa kewalahan.

Ayah Alejandro, Dieter Zobel mengungkapkan alasan mengapa ian membiarkan anaknnya makan semaunya: "Saya merangkap jadi ayah, ibu dan teman. Kadang saya perlu ketenangan, dan membiarkan Alejandro melakukan apapun."

Hasil riset juga berdampak pada ayah  Alejandro . Ia sekarang ingin mengubah banyak hal, terutama pola makan. "Saya mencintai anak saya, tapi sekarang harus melakukan sesuatu", tambah Dieter.

Pada hari terakhir terapi di Amrum Jan tahu, di rumah menunggu ribuan macam iming-iming. Tapi kini ia merasa cukup kuat, untuk melawan kebiasaan lamanya.

"Dalam seminggu ada beberapa hari yang berat. Tapi kita harus lupakan itu dan melakukan sport" tegas Jan.

Sebuah terobosan untuk memulai hidup baru. Dalam 4 minggu di Amrum, Jan tidak hanya 10 kilo lebih langsing, melainkan juga mengembangkan rasa percaya diri baru.

(DWInovator)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait