Ulah Syahrini di Holocaust Memorial di Berlin, Jerman: naif, norak atau insaf? Simak opini Geger Riyanto.
Iklan
Berbicara tentang selebritas Indonesia yang menghubung-hubungkan diri dengan Nazi, ada dua jenis selebritas yang menjadi spesimennya. Yang pertama, figur-figur naif—dan tak jarang, norak—yang tidak tahu bagaimana menempatkan diri belaka. Yang kedua, para simpatisan yang sepenuhnya insaf dengan apa yang mereka lakukan. Insaf dengan kekejaman partai tersebut menghabisi jutaan manusia secara sistematis. Insaf dengan sejarahnya menginvasi negara-negara lain dan memantik Perang Dunia Kedua. Insaf bahwa hal tersebutlah yang didamba-dambakannya.
Syahrini, yang tengah menyita perhatian khalayak, saya jamin, bukan jenis yang kedua. Ia adalah orang yang polos. Sekurang-kurangnya, dalam soal membawakan dirinya dengan pantas di lanskap-lanskap yang memuat kenangan buruk.
Syahrini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka yang tergolong dalam spesimen kedua. Anda mengenal orang-orang ini sebagai penghibur ulung—sangat ulung dan paling diperhatikan di bidangnya, bahkan. Piyu dan Ahmad Dhani adalah dua di antaranya. Dhani mengenakan baju Heinrich Himmler, arsitek genosida Nazi, ketika mengampanyekan Prabowo dalam sebuah video. Piyu sempat keceplosan mengangankan Indonesia dipimpin oleh orang seperti Hitler.
Figur-figur ini dengan segera menuai gugatan lantaran perilakunya. Namun, bila gugatan tak pernah menghunjam mereka, siapa yang bisa menerka pendirian mereka saat ini? Siapa yang bisa menerka apa yang terjadi di sisi-sisi yang tak mereka tampilkan kepada publik?
Strategi Hitler Membunuh Demokrasi
Hanya dalam 18 bulan, seorang asing tanpa pendidikan formal atau pengalaman politik, tanpa kewarganegaraan atau kursi mayoritas di parlemen, mampu mengubah Jerman dari negara Demokrasi menjadi totaliter.
Foto: picture-alliance/dpa/Keystone
Kehancuran Jerman
Pada dekade 1920an Jerman yang sedang terseret krisis ekonomi dan sosial pasca Perang Dunia I, membutuhkan stabilitas politik untuk menggenjot perekonomian. Pada pemilu 1926 partai bentukan Adolf Hitler, NSDAP, cuma dipilih oleh 800.000 penduduk (2,6%). Namun pada September 1930, pendukung kaum fasis berlipatganda menjadi 6,4 juta pemilih (18,3%). Apa sebab?
Foto: Stadtmuseum Berlin
Strategi Hitam
Strategi Hitler buat merebut hati pemilih tertera dalam karyanya sendiri, Mein Kampf. Di dalamnya ia mengusulkan agar kampanye dibatasi pada isu yang bersifat emosional dan dikemas dalam kosakata politik yang sederhana dan mudah diingat. Selain itu pesan yang biasanya membidik emosi khalayak diulang sebanyak mungkin. NSDAP juga menghindari diferensiasi dan cendrung memukul rata obyek serangannya.
Foto: picture-alliance/Imagno
Bahasa Kaum Fasis
Menurut intelektual Yahudi-Jerman, Hannah Arendt, kaum fasis banyak mempropagandakan kebohongan ihwal ancaman oleh kaum Yahudi dan asing. Saat itu pun, tulis Arendt dalam The Origins of Totalitarianism, kaum kiri dan liberal berupaya menghalau kebohongan dengan fakta. Namun menurut Arendt, kebohongan anti asing dan Yahudi bukan dibuat untuk meyakinkan penduduk, melainkan sebuah ikrar politik.
Foto: ullstein
Didukung Petani dan Pengusaha
Berbeda dengan anggapan umum bahwa pemilih Hitler merupakan pengangguran yang frustasi atas kondisi ekonomi, sebuah studi teranyar mencatat pemilih terbesar NSDAP adalah petani, pensiunan dan pengusaha, terutama pemodal berkocek tebal yang mengimpikan kemajuan ekonomi lewat jalur cepat seperti yang dijanjikan oleh NSDAP.
Foto: picture-alliance/akg
Genting di Berlin
Menjelang pemilu Juli 1932 situasi politik di Jerman menyerupai perang saudara. Konflik berdarah antara simpatisan merajalela. Pada Juni 1932, 86 orang tewas dalam bentrok antara kaum Komunis dan sayap paramiliter NSDAP. Saat itu partai-partai pro demokrasi masih berharap hasil pemilu akan menggugurkan dominasi satu partai. Namun NSDAP justru keluar sebagai pemenang terbesar dengan 37,4% suara.
Foto: Getty Images
Nafsu Kuasa
Lantaran partai-partai politik gagal membentuk pemerintahan mayoritas, Jerman kembali menggelar pemilu pada November 1932. Kali ini NSDAP kehilangan banyak suara. Sebaliknya kaum kiri dan komunis menguasai 36% kursi di parlemen. Namun lantaran ingin berkuasa, sejumlah politisi papan atas Jerman memilih berkoalisi dengan NSDAP dan mengusung Hitler sebagai kanselir.
Foto: ullstein
Perebutan kekuasaan
Pada 30 Januari 1933 Hitler dilantik sebagai Kanselir. Ia lalu meminta Presiden Paul von Hindenburg buat membubarkan parlemen lantaran kebuntuan politik menyusul tidak adanya kekuatan mayoritas di parlemen. Permintaannya dikabulkan. Pada pemilu 1933 Hitler menggunakan kekuasaanya untuk menekan musuh-musuh politiknya. Pemilu tidak lagi bebas dan NSDAP menjelma menjadi kekuatan tunggal di parlemen.
Foto: picture-alliance/AP Images
Kematian Demokrasi
Sejak itu Nazi menggiatkan propaganda dan presekusi terhadap kaum Yahudi. Hitler yang meleburkan perangkat partai dengan lembaga negara dengan cepat mempreteli parlemen dan struktur demokrasi warisan Republik Weimar. Menjelang Perang Dunia II, NSDAP menggunakan strategi propaganda yang sama untuk membibit kebencian terhadap negara asing.
Foto: General Photographic Agency/Getty Images
8 foto1 | 8
Dan, pertanyaannya, mengapa kecenderungan ini muncul?
Saya tahu, Holocaust terpapar ke perhatian kita dengan proporsi yang boleh jadi terasa tidak adil. Ada sejumlah genosida di masa silam. Banyak dari antaranya raib dari ingatan bersama kita hanya karena tak menjadi film kolosal.
Orang Armenia, yang berjumlah tak lebih dari dua juta, dibantai lebih dari separuhnya oleh Kekaisaran Utsmaniyah. Khmer Merah menghabisi antara 1,5 juta hingga 3 juta orang Kamboja yang mereka imajinasikan membahayakan rezimnya—kendati pada kenyataannya korban-korbannya adalah minoritas tanpa privilese politik apa-apa. Belum lagi, pemberangusan yang terjadi di Indonesia sendiri pada masa silam—yang menyasar secara liar siapa saja yang tertuduh PKI pada saat itu.
Kendati demikian, pembantaian tetaplah pembantaian. Apa pun pembenaran yang dimiliki orang-orang, ada jutaan manusia dibunuh secara sengaja, sistematis, dan terencana dalam Holocaust. Apa yang dapat dirindukan dari pemandangan miris tubuh-tubuh bergelimpangan tanpa nyawa di sebuah ladang yang memang dibangun untuk menghabisi mereka?
Namun, kalau boleh berspekulasi, obsesi figur-figur selebritas ini terbit dari kerinduan tak masuk akal akan ketertiban, efektivitas, dan negara yang perkasa. Obsesi yang, lucunya, sama dengan yang diidap oleh masyarakat yang mengantarkan pemimpin fasis ke kursi kekuasaan. Dan kekerasan, pemberangusan, pun pembantaian di sini bukan tindakan-tindakan yang bertentangan bentuk rezim yang mereka angankan.
Siapakah Hitler?
Pertanyaan tentang "Siapakah Hilter" menjadi fokus buku Hermann Pölking dan diadaptasi menjadi film dokumentasi yang epik karena berisi kutipan pendapat dari sejumlah tokoh yang sezaman dengan Adolf Hitler.
Foto: picture-alliance/AP
Adolf Hitler Cilik (tahun 1890)
"Dia berbeda dari seluruh anggota keluarga lainnya." - Ibu Klara Hitler, dikutip oleh August Kubizek.
Foto: picture-alliance/dpa
Foto angkatan di sekolah Linz, 1900/01
"Dia sangat berbakat, tapi juga tak stabil, walaupun dia tidak bertindak kasar, dia bisa dianggap berjiwa pemberontak. Dia juga bukan pekerja keras." Dr. Eduard Huemer, guru bahasa Perancis (Adolf Hitler berada di sebelah paling kanan atas)
Foto: picture-alliance/akg-images
Potret diri Adolf Hitler
"Seluruh keluarganya menganggap Hitler bukan seorang idealis, yang suka menghindar dari kerja keras." - August Kubizek, teman sepermainan Adolf Hitler
Foto: picture-alliance/dpa
Hitler ketika berpangkat kopral pada Perang Dunia I
"Saya tak pernah bisa mengungkap apa penyebab kefanatikan Hitler membenci kelompok Yahudi. Pengalaman ketika bersama prajurit yahudi saat perang dunia tidak mungkin berkontribusi besar terhadap hal ini." - Fritz Wiedemann, Letnan di Regimen "List" (Hitler di posisi paling kiri bawah)
Foto: Getty Images
Peringatan Kudeta Beer Hall (sekitar tahun 1929)
"Tujuan mereka hanya satu: taat. Mereka bersedia dikerahkan untuk tujuan apapun, dan mampu melakukan apapun, dilatih untuk mengikuti Hilter. Sedadu berseragam coklat yang direkrut adalah mereka yang tidak puas, tidak sukses, ambisius, penuh rasa iri hati dan kebencian, dari seluruh lapisan masyarakat - yang bersedia untuk membunuh dan melakukan kekerasan." - Carl Zuckmayer, dramawan Jerman
Foto: Getty Images/H.Hoffmann
Hitler di Bayreuth (1938)
"Sebelum saya berangkat ke San Fransisco, Saya menyadari niat Hitler yang ingin mengenyahkan pasien yang tak tersembuhkan - bukan hanya yang cacat mental - ketika perang berlangsung. Sebagai alasan dia katakan: mereka adalah "mulut yang perlu makan" namun tak diperlukan." - Fritz Wiedemann, ajudan Adolf Hilter di Partai Nazi hingga 19 Januari 1939.
Foto: picture-alliance/akg-images
Albert Speer dan Adolf Hitler, 1938
"Sepanjang perang, Adolf Hitler tidak pernah mengunjungi kota yang hancur akibat bom." - Albert Speer, Menteri era Hitler bidang Persenjataan dan Produksi Perang
Foto: picture-alliance/akg-images
Hitler pasca serangan terhadap markas militer Nazi, Wolf's Lair, 1944
"Di sana saya melihat Hilter, yang menatap penuh pertanyaan atas ekspresi putus asa saya. Dengan pelan dia berkata, "Linge, seseorang telah berusaha membunuhku." Heinz Linge, pelayan Adolf Hitler.
Foto: picture-alliance
Adolf Hitler dan Hermann Göring, 1944
"Saya sadar kita kalah perang. Kemenangan mereka nyata. Saya ingin menembak kepala saya sekarang. [Tapi] kita tidak akan menyerah. Tidak akan pernah. Kita bisa jatuh terperosok. Tapi kita akan membawa seluruh dunia ikut serta." - disampaikan Hitler kepada ajudannya Nicolaus von Below pada akhir Desember 1944.
Foto: picture-alliance/dpa/Fine Art Images
Surat kabar laporkan kematian Hitler, 1945
"Kematian Hitler dianggap tak lagi bermakna. Dia seharusnya sudah tewas sejak lama. Saya bertanya-tanya berapa banyak orang yang menenangkan diri dan berpikir dia sinting." - Naomi Mitchison, penulis asal Skotlandia
Foto: picture alliance/Everett Collection
10 foto1 | 10
Sebaliknya, kekerasan, selain akan terpatri panas-panas dalam ingatan, justru mendemonstrasikan keberanian. Rezim berarti berani menerabas batas-batas apa pun sepanjang kedaulatannya tegak. Jangankan batas-batas konvensi internasional, perundingan dagang, atau birokrasi yang ruwet, batas-batas kemanusiaan saja tidak diindahkannya.
Ilustrasi dari hal ini, lucunya, dapat kita ambil bukan dari masa silam ataupun tempat yang jauh. Apakah orang-orang tidak insaf dengan citra-citra kejam yang selalu membuntuti sosok Prabowo sehingga banyak yang mendambakannya memimpin Indonesia? Saya kira, tidak. Mereka insaf. Hanya saja, mereka menangkapnya sebagai isyarat ia dapat melakukan apa pun yang diperlukan untuk membawa Indonesia menuju kejayaan. Orang-orang pun, saya kira, bukannya alpa dengan kelaliman-kelaliman Suharto maupun kekuasaan militer—penyerobotan lahan, penindasan buruh dan petani, pemberlakuan kebijakan dengan popor senapan. Namun, kekejaman tersebut adalah hal yang rentan ditangkap sebagai demonstrasi kedigdayaan rezim.
Inilah Potret Para Dedengkot NAZI
Partai Pekerja Nasional-Sosialis Jerman NAZI mengukir sejarah kelam abad ke-20 lewat ideologi, propaganda dan kejahatan perang. Siapa saja para tokoh-tokohnya?
Foto: General Photographic Agency/Getty Images
Joseph Goebbels (1897-1945)
Sebagai Menteri Propaganda Hitler, penebar racun anti semit ini bertanggung jawab untuk memastikan semua pesan Nazi diterima oleh setiap warga negara di periode Reich Ketiga. Dia mencekik kebebasan pers, menguasai semua media, kesenian, dan informasi, dan mendorong Hitler menyatakan "Totalitas Perang". Goebbels dan istrinya bunuh diri pada tahun 1945, setelah meracuni keenam anak mereka.
Foto: picture-alliance/Everett Collection
Adolf Hitler (1889-1945)
Pemimpin Partai Nazi ini telah mengembangkan propaganda antisemitisme, antikomunisme dan ideologi rasisme ini sejak sebelum menjadi kanselir tahun 1933. Dia merusak institusi politik dan mengubah Jerman menjadi negara totaliter. Dari tahun 1939 sampai 1945, ia memimpin Jerman di Perang Dunia II sambil mengawasi Holocaust. Ia bunuh diri pada bulan April 1945.
Foto: picture-alliance/akg-images
Heinrich Himmler (1900-1945)
Sebagai pemimpin satuan milisi Nazi yang ditakuti: SS (Schutzstaffel), Himmler adalah salah satu anggota partai Nazi yang paling bertanggung jawab atas Holocaust. Dia juga menjabat sebagai kepala polisi dan Menteri Dalam Negeri, sehingga mengendalikan semua pasukan keamanan Reich Ketiga. Ia mengawasi pembangunan dan operasi semua kamp pemusnahan, di mana lebih dari 6 juta orang Yahudi dibunuh.
Foto: picture-alliance/dpa
Rudolf Hess (1894-1987)
Hess gabung dengan Nazi tahun 1920. Ia ambil bagian dalam Bierkeller Putsch (Hitlerputsch) 1923 -usaha Nazi dalam menumbangkan kekuasaan, namun gagal. Di penjara, ia membantu Hitler menulis "Mein Kampf." Hess terbang ke Skotlandia tahun 1941 untuk negosiasi perdamaian. ia ditangkap & ditahan sampai akhir perang. 1946, ia diadili di Nürnberg & dipenjara seumur hidup hingga meninggal dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
Adolf Eichmann (1906-1962)
Bersama Himmler, Eichmann adalah fasilitator utama Holocaust. Sebagai letkol SS, ia berhasil mendeportasi massal orang Yahudi ke kamp-kamp pemusnahan Nazi di Eropa Timur. Setelah kekalahan Jerman, Eichmann melarikan diri ke Austria, lalu ke Argentina, di mana ia ditangkap Mossad Israel tahun 1960. Setelah dinyatakan bersalah atas kejahatan terhadap kemanusiaan, ia dieksekusi tahun 1962.
Foto: AP/dapd
Hermann Göring (1893-1946)
Göring menjadi orang kedua paling berkuasa di Jerman ketika Nazi berkuasa. Ia mendirikan Gestapo, polisi rahasia dan menjabat sebagai komandan angkatan udara Luftwaffe sampai sebelum perang berakhir, serta semakin tak dipercaya Hitler. Göring dihukum mati di Nürnberg tapi telanjur bunuh diri pada malam hari sebelum dieksekusi. Ed: Cristina Burack (ap/as)
Keluguan ini, saya kira, yang menjelaskan kerinduan janggal orang-orang akan Nazi. Demikian pula dengan kerinduan akan Orde Baru. Demikian pula dengan kerinduan yang menggelar karpet merah untuk pemimpin-pemimpin populis di seantero dunia saat ini. Kemanusiaan, seakan, adalah hal yang harus dipertukarkan dengan efisiensi. Dan ketika satu negara ingin menjadi adidaya, mereka harus melepaskannya dalam sebuah kontrak Faustian yang tak suci.
Tentu saja, adalah tidak benar dunia kita bergulir dengan cara sesederhana itu. Namun, menjadi lugu seperti ini adalah hal yang lebih menyenangkan ketimbang memahami realitas politik yang ruwet. Dan bila keluguan ini terus dan semakin luas diidap, bukan tidak mungkin apa yang diperlukan oleh negara ke depan bukanlah kebijakan yang menyejahterakan. Apa yang mereka butuhkan, kalau ini terjadi, adalah korban-korban pembangunan untuk memperlihatkan keseriusan proyek pembangunannya.
Bagaimana dengan pembangunan itu sendiri? Itu urusan lain yang tak perlu terlalu dipedulikan. Toh, di mata orang-orang, pembangunan ada ketika ada korbannya. Ketika ada yang memekik dalam nestapa karenanya. Ketika ada, menyitir istilah Peter Berger, korban yang bergelimpangan di piramidanya.
Penulis:
Geger Riyanto (ap/vlz) esais dan peneliti. Tengah menyelesaikan Ph.D. di Institut Etnologi, Universitas Heidelberg.
@gegerriy
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Auschwitz - Menengok Kekejaman Sebuah Kamp
Kamp konsentrasi Auschwitz berhasil dibebaskan pasukan Soviet, 27 Januari 1945. Sejak tahun 1996, tanggal ini dijadikan sebagai hari peringatan bagi para korban kekejaman Nationalsozialismus (Nazi).
Foto: AP
Pembebasan
75 tahun lalu, Tentara Merah berhasil membebaskan kamp konsentrasi dan kamp pemusnahan Auschwitz-Birkenau. Antara tahun 1940-1945, lebih dari satu juta orang, kebanyakan warga Yahudi, tewas dibunuh di kamp ini. Ketika tentara Soviet membebaskan kamp, mereka hanya menemukan sekitar 7000 orang yang selamat. Tampak dalam foto yang diambil Januari 1945, tiga orang penghuni kamp yang berhasil selamat.
Foto: AP
Hampir Mati Kelaparan
10 hari sebelum Tentara Merah membebaskan kamp ini, Nazi menggiring sekitar 60 ribu tawanan, dengan apa yang disebut Todesmarsch atau Mars Kematian, ke kamp lain. Mereka yang tinggal di kamp adalah para tahanan yang kondisinya telah lemah akibat kelaparan.
Foto: AP
Tahanan Anak
Nazi menahan sekitar 232 ribu anak-anak di Auschwitz-Birkenau. Kebanyak dari mereka adalah anak-anak keturunan Yahudi. Selain itu terdapat juga anak-anak Roma, anak-anak yang dikirim dari Polandia, Rusia dan Ukraina. Saat ini, masih hidup sekitar 300 anak dari 2000 anak yang berhasil diselamatkan 70 tahun lalu.
Foto: AP
Sinisme Nazi
"Arbeit macht frei“ atau terjemahan harfiahnya "Kerja Dapat Membebaskan“, semboyan yang terpampang di depan gerbang utama kamp konsentrasi Auschwitz I. Tahun 2009, plang tulisan asli di gerbang ini telah dicuri, dan diganti dengan satu replika. Plang asli yang berhasil ditemukan kembali kini disimpan di museum.
Foto: AP
Holocaust
Auschwitz-Birkenau merupakan kamp konsentrasi dan kamp pemusnahan terbesar yang dibangun Nazi. Dan kamp ini merupakan satu-satunya yang berhasil dipertahankan kondisinya sesuai dengan kondisi ketika kamp ini dibebaskan tahun 1945 – atau seperti tampak dalam foto yang dibuat tahun 1946.
Foto: AP
Tugu Peringatan Asli
Untuk mempertahankan kamp ini sebagai tugu peringatan, Polandia telah membentuk satu yayasan. Jerman telah menjanjikan 120 juta Euro dana yang dibutuhkan, sehingga pekerjaan pemeliharaan dapat terus dilaksanakan dalam tahun-tahun mendatang. Foto yang diambil tahun 1958 memperlihatkan gudang penyimpanan di balik pagar listrik tegangan tinggi
Foto: AP
Pembunuh
Salah satu dari 116 foto langka para petinggi Nazi di Auschwitz ini diambil pada tahun 1944. Richard Bär, yang sejak Mei 1944 memegang komando tertinggi di Auschwitz, di sebelahnya, Dr. Josef Mengele, komandan di Birkenau, Josef Kramer (tertutup wajahnya), serta mantan komandan Auschwitz Rudolf Höß. Pria paling kanan tidak diketahui identitasnya.
Foto: AP
Fotografer
Wilhelm Brasse berusia 25 tahun ketika tiba sebagai tahanan politik di Auschwitz. Atas perintah SS, ia membuat foto dari sekitar 40 ribu tahanan. Ia pun diharuskan mendokumentasikan eksperimen medis brutal yang dilakukan Dr. Mengele. Akibat trauma, setelah perang berakhir, tidak pernah sekalipun menyentuh kamera lagi. Kisah Brasse diabadikan dalam satu film Polandia berjudul "Potrecista“.
Foto: dpa
Seleksi
Foto dari tahun 1944 yang kini tersimpan di Museum Yad Varshem ini memperlihatkan para perempuan dan anak-anak, yang dipisahkan dari kelompok laki-laki. Mereka sedang menjalani psores ‚penyeleksian, ketika tiba di Auschwitz-Birkenau.
Foto: AP
Kerja Rodi
Mereka yang lolos dari 'seleksi’ diharuskan melakukan kerja yang berat. Tampak dalam foto, para perempuan yang lolos seleksi berdiri dalam antrian untuk menerima perintah kerja.
Foto: AP
Barak Perempuan
Kelaparan dan kedinginan merupakan keseharian yang harus dijalani para perempuan penghuni kamp di Birkenau. Mereka ditempatkan dalam barak terpisah di lokasi kamp.
Foto: dpa
Warisan Holocaust
Di area kamp Auschwitz seluas hampir 200 hektar terdapat 300 barak tahanan. Banyak bagian dari kamp konsentrasi Auschwitz yang sampai sekarang tetap terpelihara keasliannya dan dijadikan sebagai tugu peringatan serta museum kekejaman Holocaust. Museum ini juga dijadikan pusat penelitian Holocaust.
Foto: dpa
Krematorium
Auschwitz-Birkenau memiliki enam kamar gas serta empat krematorium. Rasa kengerian masih dapat dirasakan para pengunjung ketika melihat bekas oven pembakaran jenazah ini. Banyak tahanan dari seluruh Eropa dibunuh pada hari kedatangan mereka dan jenazah mereka dibakar di tempat ini.
Foto: AP
Rencana Pemusnahan
Salinan asli dari rencana pembangunan kamp konsetrasi dan kamp pemusnahan Auschwitz tahun 1941 dan 1942. Salinan asli ini kini disimpan di Museum Holocaust Yad Vaschem di Yerusalem. Dalam salinan ini digambarkan berapa besar dan di mana saja akan dibangun kamar gas dan oven pembakaran korban. Salinan ini ditemukan pada tahun 2008 di sebuah apartemen di Berlin.