1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

OECD: Banyak Sekolah di Jerman Ketinggalan Zaman

16 April 2021

Pandemi COVID-19 berdampak pada kegiatan belajar mengajar di seluruh dunia. Kondisi diperburuk dengan banyaknya sekolah yang tidak memiliki strategi komprehensif menuju era digital, termasuk di Jerman.

Kata 'lockdown' di papan tulis
Siswa-siswa di Jerman kembali masuk sekolahFoto: Flashpic/dpa/picture alliance

Sekolah-sekolah Jerman dilaporkan berada dalam masalah besar. Banyak yang tidak terhubung secara digital, hal ini disebabkan oleh lockdown yang dibuka tutup secara berulang sehingga mengubah kebiasaan para siswa dalam kegiatan belajar.

"Kami saat ini bekerja dengan pemerintah negara bagian dalam program bersama untuk membantu siswa mengejar ketinggalan akibat dampak pandemi," kata Menteri Pendidikan Jerman Anja Karliczek.

Butuh bantuan ekstra

Hampir seperempat siswa Jerman membutuhkan bantuan ekstra. Saat ini pemerintah federal dan negara bagian berfokus pada menciptakan "lingkungan belajar yang aman," salah satunya mencakup proses pembelajaran jarak jauh.

Satu tahun pandemi berlalu, para siswa, guru, dan orang tua merasakan kelelahan dan frustrasi.

Menurut laporan yang diterbitkan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), sekitar 1,5 miliar siswa di 188 negara terdampak penutupan sekolah selama pandemi COVID-19.

Bukan sekadar tempat belajar

Sekolah merupakan tempat untuk mengembangkan kecakapan diri dan "bersentuhan" dengan generasi muda lainnya. "Ini lebih dari sekadar tempat siswa belajar," kata Direktur Pendidikan OECD Andreas Schleicher.

Banyak sekolah menengah di Jerman tutup selama 15 hingga 30 hari. Hal serupa juga terjadi di negara tetangganya, seperti di Prancis, Belanda, dan Belgia. Sementara di Italia, sekolah ditutup hingga 101 hari.

Pakar pendidikan setuju penutupan sekolah memiliki dampak buruk yang sangat besar bagi kaum muda. "Perlu dicatat bahwa tingkat insiden keseluruhan tampaknya tidak bergantung pada berapa hari sekolah ditutup," kata Schleicher.

Angka konkret mungkin sulit didapat, tetapi banyak pejabat kesehatan masyarakat khawatir banyak siswa "membawa pulang COVID-19" ke keluarga mereka, tanpa menunjukkan gejala.

Digitalisasi paling lambat

Tidak heran jika negara yang memiliki perlengkapan digital lebih baik sebelum pandemi menjadi lebih siap untuk mengatasi segala hambatan. Di Jerman, peralihan tiba-tiba ke kegiatan belajar secara online meninggalkan "banyak hal yang diinginkan," kata Schleicher.

Negara-negara Eropa lainnya termasuk Spanyol dan Portugal, kata Schleicher, memanfaatkan media massa untuk belajar selama pandemi. "Susunan media digital menjadi faktor penentu kesuksesan di sana,” ujarnya. "Mungkin ini adalah sesuatu yang bisa dipelajari Jerman."

Sebuah asosiasi yang mewakili keluarga Jerman telah menyerukan diakhirinya penutupan sekolah secara langsung. "Selama berbulan-bulan, anak-anak kami hidup dalam isolasi sosial, tidak dapat belajar dengan anak-anak lain," kata asosiasi itu.

Di tengah pertimbangan menangani pandemi nasional, Jerman juga sedang mempertimbangkan untuk menutup sekolah ketika penyebaran infeksi corona selama tujuh hari melebihi 200 kasus per 100.000 orang. Banyak wilayah di Jerman sudah mendekati ambang itu. (ha/vlz)

Jens Thurau Jens Thurau adalah koresponden politik senior yang meliput kebijakan lingkungan dan iklim Jerman.
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait