1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Olmert: Israel Harus Serahkan Wilayah Yang Didudukinya

29 September 2008

Usaha yang ditempuhnya untuk mencapai perjanjian perdamaian tidak membuahkan hasil. Kini Olmert menyatakan, bahwa perdamaian dan keamanan hanya dapat tercapai bila Israel menyerahkan wilayah yang didudukinya.

Ehud OlmertFoto: AP

Perdana Menteri Israel yang mengundurkan diri, Ehud Olmert, 'tuntut’ penarikan Israel secara menyeluruh dari wilayah Palestina yang diduduki. Ini juga termasuk dari wilayah Yerusalem Timur, dan dataran tinggi Golan, yang direbut Israel dari Suriah dalam perang enam hari tahun 1967, yang kemudian dianeksasi secara sepihak oleh Israel.

Dalam wawancara dengan harian "Yedioth Achronoth", sehubungan dengan perayaan tahun baru Yahudi, dikatakannya, dalam dasawarsa belakangan ia tidak bersedia menerima realitas. Ditambahkannya, harus dicapai perjanjian dengan Palestina. Itu berarti dalam pelaksanaannya harus mengembalikan hampir semua wilayah yang diduduki. Bila tidak mengembalikannya secara keseluruhan, Israel dapat mempertahankan sebagian kecil wilayah yang diduduki itu, tapi tanggung jawab di wilayah ini diserahkan kepada Palestina. Bila tidak, menurut Ehud Olmert, tidak akan tercipta perdamaian.

Dengan melihat status kota Yerusalem, Ehud Olmert, yang selama sepuluh tahun menjabat walikota di kota ini, menandaskan, setiap orang yang berkepentingan dengan keamanan Yerusalem, yang tidak menghendaki warga Palestina mengamuk dengan menggunakan buldozer, harus menyerahkan wilayah yang didudukinya. Keputusan ini sangat penting, meskipun itu bertentangan dengan naluri dan perasaan nasional.

Ia juga mengungkapkan, agar Israel bersedia melakukan perundingan dengan Palestina dan juga dengan Suriah. Tidak dapat dipungkiri, Israel harus menyerahkan dataran tinggi Golan kepada Suriah, bila menghendaki terciptanya perdamaian dengan negara-negara Arab.

Ehud Olmert mengungkapkan, setahun lalu, ia telah melakukan pembicaraan dengan Suriah. Jadi jauh sebelum polisi dan pihak kejaksaan Israel mengusutnya sehubungan tuduhan korupsi. Hal ini diungkapkannya untuk menanggapi tuduhan lawan politiknya, bahwa Ehud Olmer baru giat melakukan perundingan perdamaian, setelah ia didakwa terlibat kasus korupsi.

Pernyataan Ehud Olmert itu dikecam oleh mantan Menteri Luar Negeri Israel Silvan Shalom, sayap kanan blok Likud, sebagai sesuatu yang naif. Dalam wawancara radio dikatakannya: "Saat ini, adalah merupakan pemikiran yang naif, bila pangkalan Iran atau Hamas ditambah, di Tepi Barat Yordan atau didataran tinggi Golan. Meskipun hal itu akan menghasilkan pemecahan konflik. Tapi menurut pandangan saya, itu merupakan hilangnya orientasi. Bila membicarakan penarikan dari Tepi Barat Yordan, maka diketahui, karena di sana Mahmud Abbas yang memerintah, karena Israel ada. Tapi bila Israel pergi, maka dalam sekejap, Hamas akan tampil ketampuk kekuasaan. Apa ang terjadi di Sderot, juga akan terjadi di Yerusalem dan Tel Aviv. Saya ingat dengan orang buta yang menginjak pedal gas menuju jurang, karena merasa yakin, bahwa dialah satu-satunya yang dapat melihat.“

Sementera itu, Ehud Olmert kepada harian "Yedioth Achronot" menandaskan, Israel telah mencapai sebuah titik, di mana harus dipertanyakan, apakah kita menghendaki perdamaian atau tidak. (ar)