Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meyakini varian Omicron BA.2 sudah masuk RI dan diprediksi sudah terdapat 10 kasus. Subvarian ini sulit dideteksi alat tes PCR SGTF yang digunakan untuk skrining varian Omicron BA.1.
Iklan
Omicron BA.2 dipastikan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin sudah terdeteksi di Indonesia. Subvarian ini dijuluki 'Omicron siluman' karena lebih sulit dideteksi dengan tes SGTF (S-gene Target Failure).
"Sudah ada. Kita sudah deteksi mungkin sekitar 10," kata Menkes Budi dalam perbincangan dengan media, Kamis (27/01).
Mantan Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bagian Asia Tenggara, Profesor Tjandra Yoga Aditama, mengatakan Omicron BA.2 memang sedang meningkat di beberapa negara. Bukan tidak mungkin perlu ada penyesuaian kebijakan bila kemudian subvarian ini menyebar luas di Indonesia.
"Kita ketahui bahwa BA.2 dikenal sebagai 'stealth Omicron' atau Omicron yang 'menipu', khususnya karena adanya delesi fenomena 'S gene target failure - SGTF' sehingga dapat tidak terdeteksi oleh pemeriksaan PCR SGTF yang kini justru mulai diperbanyak di negara kita," ungkap Prof Tjandra.
"Sekarang memang jumlah BA.2 masih amat kecil, tapi kalau jumlahnya makin banyak maka bukan tidak mungkin dapat mempengaruhi kebijakan yang perlu diambil," pungkasnya dalam pesan yang diterima detikcom pada Jumat (28/01).
Waspadai 10 Varian SARS-CoV-2 Hasil Mutasi
Pertama kali terdeteksi di Cina akhir tahun 2019, COVID-19 terus bermutasi, 10 varian saat ini menjadi Variant of Concern (VoC) yang dicemaskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Foto: Waldemar Thaut/Zoonar/picture alliance
Varian Alpha mutasi dari Inggris
Varian dengan nama ilmiah B.1.1.7 ini terdeteksi pertama kali di Kent, Inggris Raya. Beberapa peneliti menganggap varian ini jauh lebih menular dibanding virus asli SARS-CoV-2 di Wuhan, Cina. Peneliti Lembaga Molekuler Eijkman Prof. Amin Subandrio sebut varian ini sudah ditemukan pada awal Maret 2021 di Jakarta.
Foto: Hasan Esen/AA/picture alliance
B.1.351 atau Varian Beta
Mutasi jenis ini ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada Oktober 2021. Varian ini disebut-sebut 50% lebih menular. Vaksinasi menggunakan Novavax dan Johnson & Johnson dianggap tidak efektif menghadapi varian ini. Delirium atau kebingungan menjadi salah satu gejala varian Beta.
Foto: Nyasha Handib/AA/picture alliance
Mutasi P.1 di Brasil
Varian ini diberi nama varian Gamma oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Mutasi berasal dari kota Manaus, provinsi Amazonas, Brasil. Virus ini pertama kali terdeteksi oleh ilmuwan Jepang yang meneliti sampel seorang warga yang pulang dari Manaus pada Desember 2020.
Foto: Bruna Prado/AP Photo/picture alliance
Delta, mutasi paling menular asal India
Dengan nama B.1.167.2, Delta dianggap 50% lebih menular dibanding varian Alpha yang disebut 50% lebih menular dari virus aslinya. Varian ini pertama kali ditemukan di India pada Oktober 2020. Mutasi ini memicu gelombang kedua COVID-19 di India.
Foto: Satyajit Shaw/DW
Mutasi dari Amerika latin, Lambda
Bernama ilmiah C.37, Lambda pertama kali terdeteksi di Peru pada Agustus 2020. Pada 15 Juni 2021, WHO menetapkannya sebagai varian yang menjadi perhatian. Tercatat 81% kasus aktif di Peru pada musim semi 2021 akibat varian ini.
Foto: Ernesto Benavides/Getty Images/AFP
Mutasi varian Kappa asal India
Pada Oktober 2020, terdeteksi varian 1.167.2 di India. Gejalanya tidak berbeda jauh dengan gejala varian asli COVID-19. Namun, pakar epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman, menyebut gejala campak muncul pada awal infeksi varian ini.
Foto: Adnan Abidi/REUTERS
Eta, varian yang sama dengan Gamma dan Beta
Varian ini membawa mutasi E484-K yang juga ditemukan di varian Gamma dan Beta. Kasus pertama varian ini dlaporkan di Inggris Raya dan Nigeria pada Desember 2020. Ditemukan di 70 negara di dunia, Kanada mencatat rekor 1.415 kasus Eta pada Juli 2021.
Foto: Adeyinka Yusuf/AA/picture alliance
Varian asal New York, B.1.526
Iota merupakan satu-satunya Variant of Concern (VoC) WHO di Amerika Serikat. Dideteksi pada November 2020, jenis virus ini disebut lebih menular dari varian sebelumnya. Para peneliti menyebut varian Iota meningkatkan angka kematian 62-82% bagi para penderita COVID-19 yang berusia lebih tua.
Foto: Wang Ying/Xinhua/imago images
Varian Mu asal Kolumbia di awal tahun 2021
Dengan nama ilmiah B.1.621, varian Mu ditemukan pertama kali di Kolumbia pada Januari 2021.Varian ini sempat dikhawatirkan dapat kebal dari vaksin. Bahkan WHO memperingatkan varian ini memiliki mutasi yang lebih tahan vaksin.
Foto: AGUSTIN MARCARIAN/REUTERS
Ditemukan di Afrika Selatan, Omicron lebih gampang menular
Varian ini ditemukan di Afrika Selatan pada November 2021. Ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan sebut gejala dari varian ini sangat ringan. Dilaporkan tidak ada gejala anosmia pada varian ini. Namun, 500 kali lebih cepat menyebar dibanding varian lain. (Berbagai sumber) (mh/ha)
Foto: Fleig/Eibner-Pressefoto/picture alliance
10 foto1 | 10
Diduga menular dengan cepat
"Di beberapa negara maka BA.2 ini makin meningkat, seperti di India, Filipina, dan juga mulai ada laporan antara lain dari Denmark, Inggris, dan Jerman," sambung Prof Tjandra.
Dalam kesempatan lainnya, pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo menyebut penularan BA.2 diduga lebih cepat dibanding varian Omicron BA.1. Akan tetapi lantaran sudah disimpulkan sebagai varian corona, pencegahan penyebaran subvarian ini masih mengandalkan penerapan protokol kesehatan dan vaksinasi COVID-19.
"Memang diduga penyebaran BA.2 lebih tinggi, tapi tidak diketahui apakah juga menimbulkan tingkat keparahan gejala. Hingga kini peningkatan penyebaran BA.2 juga tidak diikuti dengan kenaikan angka kenaikan pasien COVID yang dirawat di rumah sakit," terang Ahmad saat dihubungi detikcom, Kamis (27/01).
"Yang pasti secara umum semua varian masih terdeteksi sebagai COVID. Artinya mitigasinya pun masih standar yaitu prokes dan vaksinasi," pungkasnya. (Ed: ha)