1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiGlobal

OPEC Setuju untuk Kurangi Produksi Minyak 2 Juta Barel

6 Oktober 2022

OPEC memutuskan untuk mengurangi produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari. Langkah itu dapat meningkatkan harga minyak mentah dan membantu Rusia yang bergulat dengan upaya Barat untuk mengurangi pembiayaannya.

Dua petugas polisi berjaga di luar markas OPEC, Wina
13 negara anggota OPEC dan 10 non-anggota mengadakan pertemuan langsung pertama mereka di WinaFoto: Alexey Vitvitsky/SNA/IMAGO

Perserikatan OPEC (The Organization of the Petroleum Exporting Countries) yang beranggotakan 23 negara menyepakati pemotongan produksi minyak besar-besaran dalam pertemuan di Wina, Rabu (05/10).

Organisasi ini didirikan oleh 13 produsen minyak utama OPEC serta 10 negara non-OPEC lainnya, termasuk diantaranya Rusia.

Apa yang disetujui OPEC?

Gubernur OPEC Iran Amir Hossein Zamaninia mengatakan kelompok tersebut setuju untuk mengurangi produksi sebesar 2 juta barel per hari mulai November. Pemotongan itu kemungkinan akan menyebabkan kenaikan harga minyak.

Dalam sebuah pernyataannya, organisasi itu mengatakan bahwa keputusan didasarkan pada "ketidakpastian yang mengelilingi prospek ekonomi dan pasar minyak global."

Menteri Energi Saudi Arabia Abdulaziz bin Salman mengatakan bahwa OPEC adalah "kekuatan moderat" dan bertujuan "untuk mewujudkan stabilitas." Dia menambahkan bahwa OPEC bermaksud untuk tetap "berada di depan kurva" dalam menghadapi "periode ketidakpastian yang beragam."

Aliansi itu mengatakan akan memperbarui kerja sama antara anggota OPEC dan non-anggota, yang akan berakhir pada akhir tahun.

Harga minyak mentah telah turun dalam beberapa bulan terakhir di tengah kekhawatiran atas penurunan permintaan dan kemungkinan resesi global.

Harga telah jatuh di bawah $90 (Rp1,3 juta) per barel, setelah sempat melonjak menjadi $140 (Rp2,1 juta) per barel pada awal invasi Rusia ke Ukraina. Minyak mentah Brent North Sea, yang berfungsi sebagai patokan internasional, naik menjadi $93,43 (Rp1,4 juta) setelah pengumuman OPEC.

Kenaikan harga minyak mentah dapat membantu Moskow, yang menghadapi larangan Uni Eropa pada sebagian besar ekspor minyak mentahnya yang akan mulai berlaku pada bulan Desember serta tawaran oleh anggota G7 untuk membatasi harga minyak Rusia.

Pada Juli lalu, Presiden AS Joe Biden mengimbau Arab Saudi untuk meningkatkan produksi minyak. Sehingga, OPEC kemudian setuju untuk menggenjot produksi.

Potongan terbesar sejak COVID-19

Aliansi itu mengurangi produksi hampir 10 juta barel per hari pada April 2020 untuk mengurangi penurunan harga minyak mentah besar-besaran di tengah penguncian COVID-19.

Keputusan terbaru ini menandai pengurangan output terbesar sejak pemotongan di tahun 2020. OPEC mulai meningkatkan produksi tahun lalu menyusul perbaikan di pasar, dan output kembali ke tingkat pra-pandemi.

Beberapa anggota organisasi, termasuk Rusia, telah berjuang untuk memenuhi kuota yang ditetapkan oleh kelompok itu, yang dapat membatasi dampak perjanjian OPEC untuk memangkas produksi.

AS kecam keputusan yang "picik”

Gedung Putih mengatakan bahwa Presiden Amerika Serikat Joe Biden "kecewa" dengan keputusan yang "picik" dari aliansi itu untuk mengurangi produksi.

"Presiden kecewa dengan keputusan picik OPEC," kata Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan dan penasihat ekonomi top Brian Deese dalam sebuah pernyataan.

Keputusan itu akan memukul negara-negara yang "sudah terguncang" dengan harga tinggi, sebutnya dalam pernyataan itu. Ia menambahkan bahwa "ekonomi global sedang berurusan dengan dampak negatif yang berkelanjutan" dari invasi Moskow ke Kyiv.

Biden akan melanjutkan arahan pelepasan dari Strategic Petroleum Reserve Washington seperlunya. Dia juga meminta Kongres untuk menemukan cara untuk meningkatkan produksi energi AS dan mengurangi kendali OPEC atas harga global, kata Gedung Putih.

yas/ha (AFP, AP, Reuters)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait