OPEC Setuju untuk Kurangi Produksi Minyak 2 Juta Barel
6 Oktober 2022
OPEC memutuskan untuk mengurangi produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari. Langkah itu dapat meningkatkan harga minyak mentah dan membantu Rusia yang bergulat dengan upaya Barat untuk mengurangi pembiayaannya.
Iklan
Perserikatan OPEC (The Organization of the Petroleum Exporting Countries) yang beranggotakan 23 negara menyepakati pemotongan produksi minyak besar-besaran dalam pertemuan di Wina, Rabu (05/10).
Organisasi ini didirikan oleh 13 produsen minyak utama OPEC serta 10 negara non-OPEC lainnya, termasuk diantaranya Rusia.
Apa yang disetujui OPEC?
Gubernur OPEC Iran Amir Hossein Zamaninia mengatakan kelompok tersebut setuju untuk mengurangi produksi sebesar 2 juta barel per hari mulai November. Pemotongan itu kemungkinan akan menyebabkan kenaikan harga minyak.
Dalam sebuah pernyataannya, organisasi itu mengatakan bahwa keputusan didasarkan pada "ketidakpastian yang mengelilingi prospek ekonomi dan pasar minyak global."
Menteri Energi Saudi Arabia Abdulaziz bin Salman mengatakan bahwa OPEC adalah "kekuatan moderat" dan bertujuan "untuk mewujudkan stabilitas." Dia menambahkan bahwa OPEC bermaksud untuk tetap "berada di depan kurva" dalam menghadapi "periode ketidakpastian yang beragam."
Aliansi itu mengatakan akan memperbarui kerja sama antara anggota OPEC dan non-anggota, yang akan berakhir pada akhir tahun.
Harga minyak mentah telah turun dalam beberapa bulan terakhir di tengah kekhawatiran atas penurunan permintaan dan kemungkinan resesi global.
Harga telah jatuh di bawah $90 (Rp1,3 juta) per barel, setelah sempat melonjak menjadi $140 (Rp2,1 juta) per barel pada awal invasi Rusia ke Ukraina. Minyak mentah Brent North Sea, yang berfungsi sebagai patokan internasional, naik menjadi $93,43 (Rp1,4 juta) setelah pengumuman OPEC.
Kenaikan harga minyak mentah dapat membantu Moskow, yang menghadapi larangan Uni Eropa pada sebagian besar ekspor minyak mentahnya yang akan mulai berlaku pada bulan Desember serta tawaran oleh anggota G7 untuk membatasi harga minyak Rusia.
Pada Juli lalu, Presiden AS Joe Biden mengimbau Arab Saudi untuk meningkatkan produksi minyak. Sehingga, OPEC kemudian setuju untuk menggenjot produksi.
Sawit Indonesia yang Gegerkan Dunia
Larangan ekspor turunan minyak sawit membuat banyak negara gerah. Tiba-tiba disadari sawit Indonesia memainkan peranan vital dalam ketahanan pangan dunia. Bahan minyak goreng itu kini jadi gorengan politik global.
Foto: Yuli Seperi/Zumapress/picture alliance
Faktor Pemicu
Minyak goreng di dalam negeri tiba-tiba langka. Antrian panjang warga untuk membeli minyak goreng jadi pemandangan mengenaskan sekaligus ironi di negara penghasil “Crude Palm Oil” tebesar sedunia. Permainan mafia migor terbongkar, beberapa orang kini dijadikan tersangka. Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan tegas: Setop sementara ekspor produk turunan sawit.
Foto: Eko Siswono Toyudho/AA/picture alliance
Perkebunan Sawit Terluas Sedunia
Kelangkaan migor, ibarat sebuah tamparan keras untuk pemerintah Indonesia. Betapa tidak, Indonesia adalah produsen CPO global terbesar yang memiliki lahan perkebunan sawit paling luas sedunia sekitar 22,6 juta hektar (data 2021). Total produksi tahunan sawit Indonesia sekitar 36 juta ton. Disusul Malaysia dengan produksi separuh kapasitas Indonesia.
Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Komoditas Ekspor Unggulan
Dari rata-rata produksi tahunan global 77 juta ton minyak sawit, sekitar 59%-nya diproduksi di Indonesia. Saat dunia alami kelangkaan minyak nabati dan harga melambung naik akibat perang di Ukraina, pengusaha oportunis dibantu pejabat korup, mengekspor sebagian besar produksi minyak sawit ke luar negeri. Inilah yang diduga kuat memicu kekosongan pasokan minyak goreng di dalam negeri.
Isu Kerusakan Lingkungan
Sawit bukan hanya berkah. Pembukaan lahan untuk perkebunan sawit di Indonesia, juga berdampak negatif pada kelestarian alam. Biasanya industri melakukan tebang habis dan pembakaran hutan. Organisasi pelindung lingkungan kerap mengangkat topik ini di forum dunia. Juga sejumlah negara ikut menggoreng isu ini, untuk menekan Indonesia dan Malaysia terkait isu lingkungan dari perkebunan sawit.
Foto: Ulet Ifansasti/Getty Images
Dari Makanan, Biodiesel hingga Sabun
Minyak sawit punya kegunaan luas dan sangat beragam. Memang sebagian besarnya diolah menjadi minyak goreng. Namun minyak nabati yang harganya paling murah ini, oleh sejumlah industri raksasa di Eropa, juga digunakan sebagai campuran biodiesel, makanan, kosmetik hingga keperluan sehari-hari di rumah tangga seperti sabun atau sampo.
Foto: AP
Berkontribusi Pada Ketahanan Pangan Global
Setelah dihantam kelangkaan pasokan gandum, merosotnya suplai minyak nabati di pasar dunia dan melonjaknya harga, membuat banyak negara menjerit kebingungan. Terlepas dari efek negatif industri sawit bagi lingkungan, ternyata manfaatnya bagi ketahanan pangan global juga tidak bisa diremehkan. IMF mencemaskan kelangkaan ini akan memicu krisis pangan di negara-negara miskin di dunia.
Peran minyak sawit yang harganya murah dan kapasitas produksinya tinggi, saat ini sulit tergantikan oleh minyak nabati lainnya. Setiap hektar kebun sawit, bisa memproduksi 3,3 ton minyak per tahun. Sementara bunga matahari dan rapa hanya 0,7 ton minyak per ha/tahun. Harga minyak sawit saat ini terus naik, dan menembus rata-rata 1.300 USD/ton.
Foto: dpa
Kelangkaan Migor Juga Landa Eropa
Kenaikan harga minyak nabati global, tidak hanya dirasakan di Indonesia, juga di Eropa rak minyak goreng di sejumlah supermarket mulai kosong. Di Jerman pemicunya adalah "panic buying" dipicu perang Ukraina dan perilaku tidak logis warga. Namun di beberapa negara memang ada kekurangan pasokan dan menetapkan pembatasan, satu orang hanya boleh membeli satu botol minyak goreng. (as/vlz
Foto: MiS/IMAGO
8 foto1 | 8
Potongan terbesar sejak COVID-19
Aliansi itu mengurangi produksi hampir 10 juta barel per hari pada April 2020 untuk mengurangi penurunan harga minyak mentah besar-besaran di tengah penguncian COVID-19.
Keputusan terbaru ini menandai pengurangan output terbesar sejak pemotongan di tahun 2020. OPEC mulai meningkatkan produksi tahun lalu menyusul perbaikan di pasar, dan output kembali ke tingkat pra-pandemi.
Beberapa anggota organisasi, termasuk Rusia, telah berjuang untuk memenuhi kuota yang ditetapkan oleh kelompok itu, yang dapat membatasi dampak perjanjian OPEC untuk memangkas produksi.
Iklan
AS kecam keputusan yang "picik”
Gedung Putih mengatakan bahwa Presiden Amerika Serikat Joe Biden "kecewa" dengan keputusan yang "picik" dari aliansi itu untuk mengurangi produksi.
"Presiden kecewa dengan keputusan picik OPEC," kata Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan dan penasihat ekonomi top Brian Deese dalam sebuah pernyataan.
Keputusan itu akan memukul negara-negara yang "sudah terguncang" dengan harga tinggi, sebutnya dalam pernyataan itu. Ia menambahkan bahwa "ekonomi global sedang berurusan dengan dampak negatif yang berkelanjutan" dari invasi Moskow ke Kyiv.
Biden akan melanjutkan arahan pelepasan dari Strategic Petroleum Reserve Washington seperlunya. Dia juga meminta Kongres untuk menemukan cara untuk meningkatkan produksi energi AS dan mengurangi kendali OPEC atas harga global, kata Gedung Putih.