1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kriminalitas

Operator Darknet di Jerman Didakwa 249 Ribu Kejahatan Siber

20 Oktober 2020

Delapan orang pengelola jaringan server gelap "Cyberbunker" diajukan ke pengadilan. Mereka beroperasi dari bekas bunker militer di desa terpencil dan menyediakan layanan darknet dengan lebih dari 900 server.

Pengadilan kejahatan siber darknet "Cyberbunker" mulai digelar di pengadilan Trier, 19 Oktober 2020
Pengadilan kejahatan siber darknet "Cyberbunker" mulai digelar di pengadilan Trier, 19 Oktober 2020 Foto: Harald Tittel/dpa/picture-alliance

Delapan orang berusia antara 21 sampai 60 tahun diajukan ke pengadilan Jerman hari Senin (19/10) dengan dakwaan menyediakan layanan server gelap untuk transaksi ilegal bernilai jutaan euro.

Para terdakwa adalah satu warga Belanda, tiga warga Jerman dan satu warga Bulgaria. Mereka dituduh mengelola perusahaan gelap "Cyberbunker" dan membantu dan bersekongkol dengan lebih dari 249.000 kejahatan di seluruh dunia.

Jaksa penuntut Jörg Angerer mengatakan di pengadilan, geng kejahatan siber itu memiliki "pembagian tugas yang solid dengan hierarki yang jelas," dan mengoperasikan jaringan server gelap darknet dari sebuah gudang bawah tanah bekas bunker militer di desa Traben-Trarbach dekat sungai Mosel.

Polisi menggerebek Cyberbunker pada September 2019 setelah melakukan penyelidikan selama lima tahun. Hampir 900 server, baik fisik maupun virtual, disita dari bunker itu dengan sekitar 2 juta gigabyte data.

Lokasi bekas bunker militer Jerman di desa Traben-Trabach yang dijadikan pusat jaringan server gelapFoto: Thomas Frey/dpa/picture-alliance

Pelayanan situs internet gelap untuk kejahatan siber

Pada awal persidangan yang berlangsung di kota Trier, jaksa penuntut Jörg Angerer mengatakan platform darknet itu menawarkan layanan situs gelap untuk transaksi narkoba, peretasan komputer, pencucian uang, tautan pornografi anak sampai kontrak pembunuhan gelap.

"Klien bisa menghosting apa pun yang mereka suka - kecuali pornografi anak dan segala sesuatu yang berkaitan dengan terorisme," kata satu pesan di situs web Cyberbunker.

Salah satu penawaran misalnya menyewa situs gelap seharga 2.000 euro (Rp 24,6 juta) setahun. Kontrak dilakukan secara anonim. Operator Cyberbunker tidak meminta nama atau alamat dan menerima pembayaran dalam mata uang kripto Bitcoin.

Jaksa penuntut membutuhkan waktu hampir dua jam untuk membaca daftar dakwaan yang mencantumkan berbagai transaksi ilegal. Antara lain penjualan satu gram heroin yang seharga 70 euro (Rp 1,2 juta), kartu identitas palsu seharga 70 sampai 120 euro (Rp 1,2 juta sampai Rp 2 juta).

Pihak pengacara mengatakan, kejahatan siber adalah "wilayah hukum baru," sehingga kemungkinan kasus ini akan berlanjut sampai ke pengadilan banding tertinggi Jerman.

Kasus darknet pertama di pengadilan Jerman

Seorang warga Belanda berusia 60 tahun disebut-sebut sebagai pemilik Cyberbunker di tepi sungai Mosel itu.  Dia membeli bekas bunker militer di Desa Traben-Trarbach itu pada tahaun 2013, dan kemudian membangunnya secara bertahap menjadi pusat layanan server gelap. Di pengadilan dia menyatakan hanya menyediakan pelayanan darknet, tapi tidak tahu konten yang dihosting di server-server itu.

Warga Belanda itu mempekerjakan kedua putranya sebagai administrator dan operator teknologi komunikasi, kata pengadilan. Seorang perempuan warga Jerman berusia 53 tahun disebut bekerja di bagian "pembukuan" dan seorang pria Belanda berusia 50 tahun bertindak sebagai "manajer".

Jaksa penuntut umum mengatakan, ini adalah pertama kalinya sebuah kasus darknet diajukan di pengadilan Jerman, di mana penyedia layanan berjanji untuk "menutup mata" dan buta terhadap konten yang diunggah dan didistribusikan melalui server mereka.

Para penyelidik kejaksaan kini harus membuktikan, bahwa para terdakwa mengetahui dan mendukung kegiatan ilegal para pelanggan mereka. Kasus ini dijadwalkan berjalan hingga 2021.

hp/pkp   (dpa)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait