Sebelumnya, Donald Trump dan Kim Jong Un saling melontarkan ancaman dan hinaan. Sekarang, tiba-tiba keduanya ingin bertemu. Ini perubahan yang mengejutkan, ujar kepala redaksi Asia DW, Alexander Freund.
Jelas sudah pertemuan antara kedua pria alpha, Trump dan Kim, akan menjadi sorotan media dan masing-masing dapat menampilkan dirinya sebagai pemenang. Trump bisa mengklaim bahwa pendekatannya yang keras dan retorikaterhadap Korea Utara membuahkan hasil dan ia sukses meyakinkan sang "Rocketman."
Sementara Kim Jong Un, akan menampilkan dirinya sebagai pemimpin yang sukses bagi warganya yang terisolasi - berkat tes nuklir dan rudalnya ia berhasil memaksa Trump, yang disebutnya "pria tua pikun", untuk berunding layaknya dua pihak yang setara.
Tapi yang lebih penting adalah melihat langkah-langkah apa yang akan disetujui oleh kedua pemimpin pada pertemuan puncak simbolik tersebut.
Sebagai imbalan atas jaminan keamanan yang luas kepada Korea Utara dan kepemimpinannya, Kim dapat menyetujui penghentian uji coba nuklir dan rudal, bahkan pelucutan senjata nuklir di Semenanjung Korea.
Tapi Kim pasti akan menuntut harga tinggi untuk langkah seperti itu.
Korea Utara: Donald Trump dan Saga Nuklir Kim Jong-Un
Pemimpin Korea Utara dan Amerika Serikat dulu saling ancam serangan dengan senjata nuklir. Sekarang mereka berniat rujuk. Berikut peristiwa besar dalam 'drama' hubungan mereka.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Ahn Young-joon
2 Januari 2017: Percobaan Misil Sukses
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un katakan awal tahun ini, negaranya memasuki "tahap final" untuk peluncuran Misil Balistik Interkontinental (ICBM). Presiden Donald Trump yang dilantik 20 Januari 2017 mengatakan di Twitter: "Korea Utara baru menyatakan sudah sampai tahap final kembangkan senjata nuklir yang bisa capai AS. Itu tidak akan terjadi!"
Foto: Getty Images/AFP/KNCA
4 July 2017: "Paket Hadiah" Korea Utara
Korea Utara menguji rudal ICBM pertama, Hwasong-14 pada Hari Kemerdekaan AS. Menurut laporan, Kim Jong Un katakan kepada ilmuwannya, "AS tidak akan senang" dengan keberhasilan ini. Kim sebut percobaan ini "paket hadiah" di Hari Kemerdekaan AS. Sebagai reaksi Trump menulis di Twitter, "Korea Utara baru meluncurkan rudal lagi. Apa pria ini tak punya kesibukan lain daripada menyia-nyiakan hidupnya?"
Foto: Reuters/KCNA
28 July 2017: Dataran AS Terancam
Pyongyang ujicoba rudal Hwasong-14 yang kedua beberapa pekan setelahnya. Pakar memperkirakan, roket baru bisa mencapai dataran AS. Trump kritik sekutu Korea Utara, yaitu Cina, lewat ciutan: "Saya sangat kecewa dengan Cina. Para pemimpin tolol kita di masa lalu memperbolehkan mereka mendapat untung milyaran per tahun lewat perdagangan, tapi tidak melakukan APAPUN bagi kita dalam hal Korea Utara."
Foto: picture-alliance/AP Photo/Korean Central News Agency
8 Agustus 2017: Kemurkaan
Trump sepertinya mengancam dengan serangan kilat terhadap Pyongyang ketika ia mengatakan di depan wartawan: "Korea Utara sebaiknya tidak ancam AS lagi. Kerena mereka akan hadapi "api dan kemarahan" yang belum pernah mereka lihat. Korea Utara menjawab dengan ancaman akan menembakkan misil balistik jarak menengah ke dekat Guam, daerah AS yang berada di Pasifik. Tapi tidak terjadi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Anderson
29 Agustus 2017: Tes Roket Jepang
Pyongyang sulut kecaman internasional ketika menguji coba misil balistik jarak menengah, Hwasong-12, melewati kawasan udara Jepang. Dewan Keamanan PBB kecam uji coba tersebut. Trump mengatakan dalam pernyataan Gedung Putih, "Aksi ancaman dan destabilisasi hanya meningkatkan isolasi rezim Korea Utara di kawasan itu dan di seluruh dunia."
Foto: picture-alliance/dpa/kyodo
3 September 2017: Uji Coba Bom Hidrogen
Korea Utara umumkan sukses menguji senjata nuklir ke enamnya. Pyongyang mengatakan, ini senjata nuklir kuat yang disebut bom hidrogen, dan bisa ditempatkan jadi kepala misil balistik. Trump menulis lewat Twitter: "AS mempertimbangkan untuk menghentikan semua perdagangan dengan negara manapun yang berbisnis dengan Korea Utara, di samping opsi lainnya."
Foto: Reuters/KCNA
19 September 2017: Ancaman bagi "Rocket Man"
Dalam pidato pertamanya di PBB, Trump sebut Korea Utara "negara penipu" dan menandaskan, Washington "tidak punya pilihan lain selain menghancurkan seluruh Korea Utara" jika Pyongyang tidak hentikan program nuklirnya. Kim Jong Un disebutnya: "Rocket man" yang dalam misi bunuh diri dan membunuh rezimnya sendiri. Dua hari kemudian Kim menyebut Trump "pria pikun yang menderita gangguan mental".
Foto: Getty Images/S. Platt
29 November 2017: Tes ICBM Ke Tiga
Akhir 2017 Korea Utara menguji ICBM untuk terakhirkalinya. Pyongyang menyebutnya misil baru, yaitu Hwasong-15, yang lebih unggul daripada Hwasong-14, dan bisa ditembakkan ke target manapun di dataran AS. AS desak sekutunya, termasuk Jerman untuk hentikan hubungan diplomatik dengan Korea Utara. Jerman tidak bereaksi. Trump sebut Kim Jong Un "anak anjing yang sakit".
Foto: Reuters/KCNA
3 Januari 2018: Siapa Punya Tombol Lebih Besar?
Kim mengatakan di awal 2018, Korea Utara sudah menyelesaikan program nuklirnya dan sebuah "tombol nuklir " kini ada di mejanya. Dua hari kemudian Trump menulis ciutan: "Apakah seseorang dari rezimnya yang miskin dan kekurangan pangan mengatakan kepadanya, saya juga punya tombol nuklir, tapi lebih besar dan lebih ampuh daripada miliknya, dan tombol saya berfungsi!"
Foto: Reuters/KCNA
10 February 2018: Ketegangan Surut?
Presiden Korea Selatan Moon Jae In menyambut saudara perempuan Kim Jong Un, yaitu Kim Yo Jong di Seoul. Ia menyerahkan undangan kepada Moon Jae In, untuk bertemu saudara laki-lakinya di Pyongyang. Seoul dan Pyongyang setuju mengirimkan tim hoki bersama ke Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang, Korea Selatan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/K. Ju-sung
6 Maret 2018: Langkah Selanjutnya
Penasehat Keamanan Korea Selatan Chung Eui Yong pimpin delegasi ke Pyongyang tanggal 5 Maret untuk bicarakan perdamaian. Sehari setelahnya Chung katakan, kedua belah pihak setuju adakan KTT April mendatang. Ia mengatakan, Pyongyang setuju hentikan program nuklir dan tes rudal jika AS setuju untuk berbicara dengan Korea Utara.
Foto: Reuters/Yonhap/Reuters/Yonhap/South Korean Presidential Blue House
9 Maret 2018: Trump Setuju
Chung ke Washington, untuk berunding dengan Trump. Setelah pertemuan, Chung katakan, Trump setuju bertemu Kim Jong Un bulan Mei. Trump kemudian menulis di Twitter: "Sekarang tidak ada tes rudal Korea Utara. Kemajuan besar tercapai, tapi sanksi tetap ada hingga kesepakatan tercapai. Pertemuan sudah direncanakan!" Para pemimpin negara lain sambut terobosan bersejarah ini. Penulis: Alexander Pearson
Foto: picture-alliance/AP/dpa/Wong Maye-E
12 foto1 | 12
Sebagai gantinya, AS mungkin harus mengakhiri latihan militer bersama dengan Korea Selatan dan bahkan mungkin mengurangi kehadiran tentara Amerika di wilayah tersebut.
Bisa jadi Trump akan menyetujui kesepakatan seperti itu, karena dia bisa membanggakan kepada para pemilihnya bahwa dia telah melindungi AS dari rudal Korea Utara, sambil menghemat banyak uang pembayar pajak Amerika dengan mengurangi jumlah tentara yang ditempatkan di luar negeri.
Tapi masih diragukan apakah Korea Utara benar-benar sukses membuat bom hidrogen, dan mampu menyerang wilayah Amerika dengan rudalnya.
Biar bagaimanapun, aksi dan retorika Pyongyang berhasil. Korea Utara sekarang ditanggapi dengan serius dan berhasil mencapai meja perundingan.
Rezim Kim telah belajar dari masa lalu, dan dalam situasi apapun tidak ingin mengalami nasib yang sama seperti Saddam Hussein di Irak, atau Muammar Gaddafi di Libya.
Keseharian Korea Utara dari Perspektif Seorang Pengguna Instagram
Di era teknologi komunikasi yang makin canggih, Korea Utara menjadi satu-satunya 'dunia gelap' bagi media dan publik. Warga Inggris Perre Depont lewat akun Instagramnya mengunggah foto-foto keseharian yang langka.
Foto: DW/P.Depont
Keseharian dibalik tirai besi
Meskipun sangat tertutup, Korea Utara tetap ingin menarik keuntungan dari pariwisata dan mengijinkan kunjungann wisatawan asing. Tapi perjalanan wisata selalu didampingi pemandu khusus yang mengawasi setiap langkah para turis. Pierre Depont telah mengunjungi negara itu tujuh kali dan berhasil merekam suasana kehidupan sehari-hari.
Foto: DW/P. Depont
Benih-benih kapitalisme?
Depont pertama kali berkunjung ke Korea Utara tahun 2013 - dan sejak saat itu dia mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi di negara otoriter itu. Dua sampai tiga tahun terakhir, dia mengamati "bahwa di Pyongyang orang sudah bisa memamerkan kekayaan." Ada kelas menengah yang sedang berkembang dan banyak proyek pembangunan.
Foto: Pierre Depont
Jalan utama di Pyongyang
Menjalin kontak penduduk lokal tidak mudah, kata Pierre Depont. "Saya melakukan beberapa percakapan acak - selalu didengar oleh salah satu pemandu." Menurut pengalamannya, kebanyakan penduduk lokal tidak suka difoto. "Wanita Korea Utara berpakaian makin modis, tapi Anda hanya bisa melihatnya di kota-kota."
Foto: DW/P. Depont
Kehidupan kota yang mentereng
Sarana transportasi mewah: stasiun bawah tanah di Pyongyang ini dihiasi dinding marmer dan lampu gantung. Bagi Depont, Korea Utara adalah "ruang fotografi yang menakjubkan. "Anda sama sekali tidak menemukan iklan, tidak ada gangguan, rasanya seperti permainan baru." Tapi sementara ibukota makin berkembang, bagian lain dari Korea Utara tetap miskin.
Foto: Pierre Depont
Hidup yang keras
Sampai hari ini, Korea Utara tetap merupakan masyarakat agraris yang sangat militeristik. Tapi wisatawan yang datang tidak bisa melihat banyak kondisi kehidupan penduduk pedesaan. Di sini "setiap bidang tanah dibudidayakan, setiap meter persegi digunakan," tulis Depont.
Foto: Pierre Depont
Kemakmuran semu?
Turis yang tertarik dengan kehidupan di luar kota akan diantar tur berpemandu ke peternakan kooperatif. Ketika mereka mengunjungi satu peternakan di dekat Hamhung, kota terbesar kedua di negara itu, dia masuk ke supermarkt kecil yang menampilkan berbagai barang yang tersusun rapi. Rasanya seperti toko "hanya untuk pertunjukan," tulisnya.
Foto: DW/P.Depont
Sekolah elit jadi obyek wisata
Kunjungan ke sekolah percontohan adalah stasiun penting dalam kebanyakan agenda wisata. Kamp musim panas Songdowon yang telah direnovasi ini tahun 2014 dibuka kembali dan diresmikan langsung oleh pemimpin Korut Kim Jong Un. "Ada sesuatu yang luar biasa," kata Depont. "Anak-anak ini bermain di ruang hiburan menggunakan alat yang sangat canggih dan ada sekitar 20 komputer modern."
Foto: DW/P.Depont
Militerisme di setiap sudut
Militer adalah pusat identitas negara dan struktur masyarakatnya. Sekitar seperempat dari populasi bekerja sebagai personil militer. Korea Utara memiliki salah satu anggaran militer terbesar dunia dibandingkan dengan kekuatan ekonominya. Dari usia yang sangat muda, warga Korea Utara tumbuh dengan citra militer. Model panser miniatur ini ada di taman bermain anak-anak dekat Hamhung.
Foto: Pierre Depont
Ritual pemujaan
Selain militerisme, tingkat pengawasan politik dan tradisi kultus kepribadian sangat tinggi. Patung-patung Kim Jong Un dan pendahulunya ada di mana-mana. Pemujaan sehari-hari pemimpin tertinggi ini meninggalkan kesan kuat pada Pierre Depont. "Anda pikirkan, berapa uang dan usaha mereka mengangkat kisah para pemimpin besar dan patung besar mereka." (Teks: Helena Kaschel, Christine Bayer/hp/yf)
Foto: DW/P.Depont
9 foto1 | 9
Oleh sebab itu, Kim ingin memaksimalkan potensi ancaman Korea Utara. Tentu saja, sanksi yang kemundian menyertainya semakin menyulitkan negara yang sudah miskin itu. Namun warga Korut yang tertindas telah terbiasa dengan situasi seperti itu selama puluhan tahun.
Selain sosok kedua pria alfa tersebut, penting juga untuk melihat apa yang akan berubah bagi warga Korea Utara. Apakah mereka bisa hidup dalam kedamaian dan keamanan? Akankah keluarga yang telah terpisah selama berpuluh-puluh tahun bisa saling bertemu lagi? Apakah Korea Utara dan Korea Selatan akan dapat berangsur-angsur mengembangkan hubungan yang harmonis, dan bahkan bersatu kembali di masa yang akan datang?
Reunifikasi adalah harapan banyak pihak, apalagi setelah puluhan tahun menyakitkan dilewati dalam sejarah Korea.
Tapi kesenjangan antara Utara dan Selatan sekarang jauh lebih besar daripada yang ada antara Jerman Barat dan Timur pada saat masa reunifikasi. Rezim Korea Utara secara sistematis mengisolasi dan menindas rakyatnya, bahkan dengan mengoperasikan kamp konsentrasi.
Dalam konteks ini, pertemuan mendatang antara kedua pemimpin Korea serta showdown antara Trump dan Kim mungkin merupakan tonggak sejarah yang penting. Tapi untuk menciptakan rasa saling percaya dan rekonsiliasi akan memakan waktu lama dan hanya bisa berhasil jika orang-orang yang bersalah diadili. Saat itu terwujud, Trump dan Kim tinggal bagian sejarah saja.
Rahasia Kekuatan Militer Korea Utara
Kendati banyak mengandalkan sistem alutsista buatan Uni Sovyet tahun 70an, militer Korea Utara bukan tanpa taring. Inilah delapan ancaman terbesar yang dimiliki Kim Jong Un.
Foto: picture-alliance/dpa
Lautan Serdadu
Adalah jumlah serdadu yang menjadikan militer Korea Utara sebagai salah satu yang paling disegani di Asia. Setiap saat Kim Jong Un bisa memerintahkan 1,2 juta pasukan infanteri, ditambah 7,7 juta prajurit cadangan, untuk menyerbu jirannya di Selatan. Namun begitu banyak pihak meyakini, serdadu Korut tidak mengenyam pendidikan militer yang mumpuni dan sering mengalami mal nutrisi.
Foto: picture-alliance/dpa/Kcna
Satuan Elit
Namun begitu tidak semua serdadu Korea Utara bisa dianggap enteng. Pasalnya saat ini negeri komunis itu tercatat memiliki jumlah pasukan elit terbesar di dunia, yakni sekitar 200.000 serdadu. Mereka yang mengenyam pelatihan khusus biasanya ditempatkan di satuan pengintaian tempur dan penembak jitu yang disebar di kawasan perbatasan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Wong Maye-E
Artileri Berat
Salah satu ancaman terbesar dari militer Korut adalah sistem persenjataan konvensional seperti artileri. Saat ini negeri komunis itu memiliki 21.000 senjata artileri berat jarak jauh yang sebagian besar berdaya jelajah tinggi dan mampu mencapai ibukota Korsel, Seoul.
Foto: picture-alliance/dpa/KCNA
Meriam Api
Sistem persenjataan artileri darat menjadi tulang punggung kemampuan tempur militer Korut. Pada dekade 1980an Pyongyang memproduksi ribuan artileri gerak cepat yang menyontek desain Uni Sovyet dan Cina. Salah satu hasil produksi Korut adalah meriam Koksan berdiameter 170mm yang kini mendominasi sistem persenjataan berat negeri Komunis itu.
Foto: imago/Xinhua
Rudal Nuklir
Terlepas dari jumlah serdadu dan artileri, ancaman terbesar yang dimiliki militer Korut adalah sistem peluru kendali berhulu ledak nuklir. Dikembangkan sejak dekade 1970an dengan mengandalkan desain rudal Scud, Korut kini memiliki tiga tipe peluru kendali yang salah satunya berdaya jelajah 8000 kilometer. Dengan Taepodong 2 Pyongyang bisa menghantam Kanada, Eropa dan Amerika Serikat.
Foto: PEDRO UGARTE/AFP/Getty Images
Petaka dari Langit
Hingga kini tidak ada yang tahu secara pasti tentang program nuklir Korea Utara. Sebagian mengatakan rejim Kim Jong Un cuma selangkah lagi menuju bom hidrogen, yang lain meragukan Korut akan mampu membangun cadangan uranium yang telah diperkaya untuk memproduksi senjata nuklir. Namun begitu, Korea Utara tidak diragukan lagi memiliki sistem rudal yang dikembangkan untuk mengangkut hulu ledak nuklir
Foto: Reuters/KCNA
Racun Radioaktif
Hal lain yang menakutkan dari Korut adalah kemampuan membangun bom kotor, yakni bahan peledak konvensional yang dilengkapi elemen radioaktif. Bisa dibuat tanpa teknologi nuklir yang mumpuni, bom kotor pada dasarnya dikembangkan untuk menyebarkan racun radioaktif dan menciptakan panik massal. Militer AS pernah susun skenario perang yang juga berisi serangan bom kotor di lima kota besar Korsel
Foto: REUTERS/KCNA
Gas Pembunuh Massal
Lembaga pemantau nuklir, Nuclear Threat Initiative, pernah merilis laporan yang menyebut Korea Utara sebagai negara dengan cadangan senjata kimia terbesar ketiga di dunia. NTI memperkirakan saat ini Pyongyang menyimpan hingga 5000 ton agen kimia. Jika terancam, Korut diyakini bisa memproduksi 12.000 unit senjata kimia, antara lain berupa gas syaraf dan senyawa beracun, Sarin.