1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Oposisi Myanmar Imbau Rakyat Tolak Konstitusi Militer

25 Maret 2008

Junta militer Myanmar akan menyelengarakan referendum mengenai konstitusi pada bulan Mei, dan akan diikuti dengan pemilu tahun 2010. Pihak oposisi merancang konstitusi alternatif yang baru saja diperkenalkan di Bangkok.

Aung San Suu Kyi rencananya akan dikucilkan oleh rejim militer dari pemilu di Myanmar.Foto: AP
Penumpasan berdarah protes di Myanmar baru berlalu setengah tahun. Tetapi situasi di negara itu boleh dikatakan tetap membara. Kalangan oposisi mengimbau rakyat agar menolak konsep konstitusi buatan penguasa militer. Para pengritik merasa geram. Menurut mereka rancangan konstitusi yang akan dilanjutkan dengan pemilu itu, hanya bertujuan mengokohkan kekuasaan pihak militer sendiri. Misalnya saja pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi akan dikucilkan dari pemilu. Selain itu, seperempat kursi dalam parlemen disediakan bagi militer dan akan memiliki hak veto dalam menentukan anggota parlemen. Selama beberapa tahun, Zin Linn adalah tahanan politik di Myanmar. Sekarang dia tinggal di Thailand, tetapi tetap menjalin kontak dengan kampung halamannya. Menurut Zin Linn: “Sampai sekarang penduduk sama sekali belum melihat rancangan itu. Mereka mengemukakan tidak akan menerimanya, bila Suu Kyi dikucilkan dari pemilu. Sekarang sejumlah kelompok, terutama kelompok remaja, menyebarkan bulletin dan flyer mereka di semua kota besar. Mereka mengimbau masyarakat agar tidak mendukung referendum pemerintahan militer.” Sementara itu, para pengritik memanfaatkan kesempatan untuk memperkenalkan konsep konstitusi mereka sendiri, yang menjamin hak menentukan nasib sendiri bagi kelompok minoritas. Pejuang hak perempuan Thin Thin Aung merupakan salah seorang perancangnya. Dijelaskannya: ”Kami berusaha mengikut-sertakan sejumlah kelompok. Antara lain berbagai organisasi sipil di daerah perbatasan, kelompok perlawanan bersenjata dan partai-partai politik. Kami mengolah rancangan undang-undang itu bersama, untuk menunjukkan pada dunia internasional dan penduduk Birma, bahwa kami menawarkan konsitusi yang benar-benar demokratis. Kami hendak memberikan sinyal menentang konstitusi ciptaan penguasa yang hanya bertujuan melegitimasi kekuasaan militer." Kesetaraan yang dicita-citakan di Myanmar akan mendukung stabilitas politik, demikian alasan Lian Sakhong, Sekjen dari "Dewan Nasionalitas Etnis", yaitu sebuah kelompok etnis di Thailand. “Kami menginginkan Birma yang bersatu, dan semua negara tetangga juga akan menganggap konstitusi rancangan kami akan membawa perdamaian. Mereka juga akan melihat, bahwa kelompok etnis minoritas tidak mau memisahkan diri dari Birma. Negara ini tidak akan terpecah belah, seperti yang selalu digambarkan oleh junta militer, bila mendiskusikan perdamaian dan demokrasi di Birma." Demikian kata Lian Sakhong Penguasa militer tidak hendak melepaskan begitu saja tongkat kekuasaan. Mereka akan berusaha menakut-nakuti orang yang memberikan suara bagi konstitusi alternatif. Mereka juga tidak akan memperkenankan kehadiran pengamat asing dalam pemilu.

Tetapi menurut Zin Linn, bekas tahanan politik, masih harus ditunggu, sejauh mana pihak militer akan dapat mengendalikan rakyat. Dikatakannya: “Tahun ini pasti akan banyak perubahan. Orang-orang jadi waspada dan sangat jengkel. Mereka tidak mau menerima konsep dari junta militer. Kalau mereka dipaksa untuk menerimanya, mereka sadar, bahwa untuk 50 tahun ke depan mereka akan terus menderita."

Nampaknya konfrontasi baru di Myanmar tidak dapat dihindarkan. Tidak diketahui pula peluang apa yang dimiliki gerakan demokrasi. Yang penting adalah bagaimana reaksi dunia internasional, bila terulang lagi pembantaian terhadap demonstran seperti yang terjadi tahun 1988 atau 2007. (dgl)