Kepala negosiator dari pihak kelompok oposisi Suriah dalam perundingan perdamaian di Jenewa, Swis, ‘tidak optimis‘ atas upaya mengakhiri perang yang hampir lima tahun melanda negaranya.
Iklan
Tokoh terkemuka kelompok pemberontak Tentara Islam, Mohammed Alloush, mengatakan, tekanan untuk pembentukan pemerintah persatuan dengan melibatkan anggota rezim berkuasa adalah hal yang "delusional." Dikatakannya, "Siapapun yang ingin kami bergabung masuk ke pemerintah persatuan yang membunuhi anak-anak adalah delusi," ujarnya sebelum menuju ke pertemuan dengan kelompok oposisi utama, High Negotiations Committee (HNC).
Pembicaraan internal pada Rabu (03/02/16) pagi membahas langkah-langkah berikutnya, setelah ketegangan yang terjadi pada malam sebelumnya, kata satu sumber dari kubu oposisi. Alloush juga sempat menunjukkan gambar seorang anak muda yang disebut terluka parah akibat serangan udara Rusia di Suriah. "Masalahnya bukan utusan PBB Staffan de Mistura. Masalahnya adalah dengan rezim kriminal yang membinasakan anak-anak dan dengan Rusia yang selalu mencoba untuk mendukung penjahat," kata Alloush. Pertemuan hari Selasa kemarin mengalami kebuntuan setelah oposisi membatalkan pertemuan dengan utusan khusus PBB Staffan de Mistura, ditambah kemarahan atas serangan udara Rusia di Suriah sejak Senin lalu.
Pengangkatannya sebagai kepala negosiator telah menjadi kontroversi. Pemerintah Suriah dan Rusia menuding tentara Islam sebagai "teroris." Alloush, seorang gempal berusia 40 tahun, juga mengatakan pasukan Kurdi yang melawan jihadis di timur laut Suriah adalah "cabang dari rezim berkuasa." Dia mengatakan kepada wartawan bahwa HNC akan mengambil keputusan "dalam dua hari". Namun ia tak menjelaskan keputusan seperti apa yang akan diambil.
Pimpinan HNC dan mantan perdana menteri Suriah, Riad Hijab, dijadwalkan tiba di Swiss pada hari Rabu (03/02). Diplomat barat menyatakan optimismenya bahwa Riad Hijab, mantan perdana menteri Suriah yang membelot tahun 2012, bisa membantu karena dianggap dapat diterima bagi semua pihak. Pembicaraan yang ditengahi PBB di Swiss ini bertujuan mengakhiri perang Suriah, yang telah menewaskan lebih dari 260.000 orang.
Mengenaskan, Bencana Kelaparan di Madaya
Hati siapa tak tercabik, melihat derita rakyat di Suriah kibat perang sipil tak berkesudahan. Musim dingin menambah derita yang berkepanjangan. Kelaparanpun merajalela di Madaya, Suriah.
Foto: Getty Images/AFP/L. Beshara
Tak mampu bergerak
Akibat perang tak berkesudahan, kelaparan melanda Madaya, Suriah. Anak lelaki ini berjuang bertahan hidup. Nasib warga lainnya tak jauh berbeda. Bantuan pertolongan dibutuhkan sesegera mungkin. Karena tidak ada yang dimakan, merekapun menjadi sulit bergerak. Foto ini diperoleh dari oposisi Suriah di Perancis. DW belum memperoleh konfirmasi lebih lanjut.
Foto: Aktivisten aus Madaja
Hanya air dan daun yang tersisa
Yang tersisa hanya air dan dedaunan. Terkadang warga mencari sampah yang masih bisa dimakan. Jika musim dingin datang da dan tak lagi tumbuh, tak ada lagi yang dapat dimakan.
Foto: Aktivisten aus Madaja
Krisis kelaparan parah
Seorang balita dalam gambar yang diambil dari video tanggal 5 Januari 2016 ini menjadi peringatan bahwa bencana kelaparan sudah sangat darurat. Apalagi musim dingin tiba, dedaunanpun meranggas. Bencana kelaparan ditengarai akan semakin mengerikan.
Foto: Reuters
Anak jadi korban
Dalam perang yang dilakukan oleh orang-orang dewasa, anak kecil yang tidak berdosa selalu menjadi korban. Sudah lebih dari setengah tahun, kelaparan melanda Madaya. Diperkirakan 40 ribu orang menjadi korban kelaparan di wilayah yang dekat dengan Damaskus ini. Foto ini diperoleh dari oposisi Suriah di Perancis. DW belum memperoleh konfirmasi lebih lanjut.
Foto: Aktivisten aus Madaja
Bencana kemanusiaan
Foto anak-anak Suriah yang kelaparan parah telah memicu kemarahan masyarakat internasional. Berbagai pihak internasional menyebutnya sebagai bencana kemanusiaan. Foto ini diperoleh dari oposisi Suriah di Perancis. DW belum memperoleh konfirmasi lebih lanjut.
Foto: Aktivisten aus Madaja
Menyulut protes
Sehubungan kelaparan yang melanda Suriah, para demonstran melakukan aksi protes di Maret el Numan, distrik Idlib, Syria.
Foto: picture-alliance/AA/F. Faham
Bantuan tak bisa masuk
Penduduk Madaya menderita tidak bisa meninggalkan kota karena terkepung pasukan bersejata loyalis Presiden Suriah, Bashar al Assad sejak Juli 2015. Karena akses masuk ke kota itu diblokade, semua alat tranportasi pembawa bantuan kemanusiaan tidak bisa didatangkan.
Foto: picture alliance/dpa/P. Krzysiek
Akses dibuka
Menurut laporan World Food Programme (WFP),bantuan makanan dari WFP, Palang Merah Internasional dan Bulan Sabit Merah telah dikirimkan, setelah presiden Assad memberikan izin masuknya kembali bantuan ke Madaya.
Foto: Getty Images/AFP/L. Beshara
Bantuan ke kota-kota lain.
Pada saat bersamaan, bantuan pasokan makanan dan obat-obatan bukan hanya ditujukan ke Madaya saja, melainkan juga ke dua kota lainnya: Fuaa and Kafraya.