Indonesia Juara Dunia Paling Tidak Percaya Global Warming
11 Agustus 2022
Menurut survei yang digelar oleh YouGov, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara dengan warga terbanyak yang tidak mempercayai global warming.
Foto ilustrasi perubahan iklimFoto: Hannibal Hanschke/REUTERS
Iklan
Ternyata, cukup banyak orang Indonesia yang tidak mempercayai global warming. Bahkan, orang Indonesia berada di urutan satu soal ini berdasarkan salah satu survei yang dilakukan oleh YouGov pada 30 Juli - 24 Agustus 2020.
Survei dilakukan kepada 26 ribu responden dari 25 negara. Sebanyak 21% responden Indonesia mengaku 'perubahan iklim tidak terjadi' atau 'perubahan iklim memang terjadi tetapi bukan manusia yang bertanggung jawab'.
Indonesia berada di peringkat atas, mengalahkan Amerika Serikat (19%) dan Arab Saudi (18%). Negara lain yang masuk ke dalam daftar ini adalah Mesir (18%), India (16%), Meksiko (16%), Thailand (15%), serta Australia (14%).
Akankah Peningkatan Suhu Lampaui Batas 1,5 Derajat pada 2026?
Pakar iklim PBB mengungkap hal yang dikhawatirkan akan jadi kenyataan. Penelitian menunjukkan suhu rata-rata global akan meningkat di atas 1,5 derajat Celsius dalam empat tahun ke depan.
Foto: Adrees Latif/REUTERS
Maraknya kebakaran hutan
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) PBB mengungkap adanya kemungkinan sekitar 50% dalam lima tahun ke depan akan terjadi peningkatan suhu 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Kebakaran hutan, misalnya seperti di Taman Nasional Plumas California pada tahun 2021, dapat terjadi.
Foto: David Swanson/REUTERS
Cuaca ekstrem
Menurut Sekjen WMO Petteri Taalas, penelitian terbaru menunjukkan peningkatan suhu melebihi batas 1,5 derajat Celsius, yang ditetapkan sebagai batas maksimal pada perjanjian Paris. Hal ini dapat mengakibatkan cuaca ekstrem, contohnya banjir akibat hujan deras di kota Zhengzhou di Cina pada 2021.
Foto: Aly Song/REUTERS
Kerusakan ekosistem
Di tahun 2015 silam, para pemimpin dunia setuju untuk membatasi kenaikan suhu di bawah 2 derajat Celsius, saat itu tidak diprediksi bahwa perubahan iklim akan terjadi begitu cepat. Dampaknya terlihat pada kerusakan ekosistem. Misalnya Laut Marmara di Turki yang sudah tercemar oleh air limbah, setidaknya 60% spesies hewan dilaporkan menghilang.
Foto: Umit Bektas/REUTERS
Gletser dan lapisan es mencair
Taalas mengkhawatirkan suhu panas luar biasa yang terjadi di Arktik. Dia mencontohkan, melelehnya gletser Jakobshavn di Greenland hingga menyebabkan sejumlah bongkahan es terbuang ke laut dari tahun 2000 hingga 2010. Hal ini menyebabkan kenaikan permukaan laut setinggi 1 milimeter. “Apa yang terjadi di Arktik berdampak pada kita semua,” kata Taalas.
Foto: Hannibal Hanschke/REUTERS
Dampak fatal
Umat manusia akan dipaksa untuk menghadapi dampak dari perubahan iklim dan cuaca ekstrem, misalnya Badai Ida di tahun 2021 yang menghancurkan rumah milik Theophilus Charles di Louisiana (dalam gambar). Taalas memperingatkan bahwa batas 1,5 derajat Celsius tidak ditetapkan secara sembarangan. Nilai itu menandai dampak perubahan iklim jadi berbahaya bagi umat manusia dan Bumi.
Foto: Adrees Latif/REUTERS
Kemungkinan buruk bagi perlindungan iklim
Para pengamat lingkungan sangat mengkhawatirkan perkembangan perubahan iklim, meskipun banyak penduduk Eropa yang fokus dengan perang di Ukraina. Apa pun yang terjadi di Eropa timur, darurat iklim masih akan terus berlangsung bagi umat manusia. (mh/vlz)
Foto: Christoph Hardt/Geisler-Fotopres/picture alliance
6 foto1 | 6
Dalam acara 'Eureka! Edisi 7: Bumi Akhir Zaman', Siswanto M.Sc, peneliti cuaca dan iklim ekstrem Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG), mengingatkan generasi muda untuk mulai menyadari fakta yang ada. Dia mendorong generasi muda untuk melakukan aksi menghijaukan kembali Bumi.
"Bagi teman-teman, anak muda sekarang, jangan nanti-nanti. Yang kita butuhkan adalah action. Fakta dan data sudah menunjukkan bahwa pemanasan global dan perubahan iklim itu nyata dan dia tidak terjadi jauh dari kita, tetapi terjadi di sekitar kita, bahkan mungkin sudah menyerang kita," ujar Siswanto.
Dampak dari global warming bisa dirasakan daritren kejadian bencana alam. Dari tahun 2010-2020, BNPB mencatat adanya peningkatan bencana alam. Selain itu, suhu udara permukaan di wilayah-wilayah seluruh Indonesia juga beberapa mengalami peningkatan. Wilayah yang tertinggi adalah Temindung, Kalimatan Timur, laju peningkatan suhu permukaan di sana mencapai 0,47°.
"Kita tertimpa dampaknya, banjir, kekeringan, kemudian ada puting beliung yang tidak biasa terjadi di suatu lokasi menjadi biasa. Bumi ini bereaksi terhadap apa yang kita lakukan, semakin kita rakus dan tidak menyayangi Bumi maka demikian pula Bumi akan membalas kepada kita," tandasnya.