1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Orang Italia yang Mengajar Meditasi Jawa di Eropa

Anggatira Gollmer
28 September 2019

Sejak 40 tahun Laura Romano tinggal di Solo. Berkat workshop-workshop Sumarah yang setiap tahun ia berikan di Eropa, wanita kelahiran Italia ini berperan besar dalam membangun komunitas Sumarah di luar Indonesia.

Deutschland Berlin Vortrag im Rumah Budaya Indonesia | Laura Romano
Laura Romano mengajar Sumarah di EropaFoto: Rumah Budaya Indonesia

Musim panas ini, Laura Romano kembali mengunjungi Berlin. Selain memberikan presentasi tentang Sumarah, ia juga datang untuk memberikan workshop Sumarah yang berlangsung selama satu minggu. 20 orang dari Berlin serta kota-kota lain di Jerman dan Swiss ikut serta dalam latihan meditasi ini. Sejak 25 tahun Laura Romano sudah memberikan pelatihan Sumarah di Jerman, di Italia dan di berapa negara lainnya. 

Ia sendiri berkenalan dengan filsafat hidup dan aliran meditasi asal Jawa ini ketika pertama kali mengunjungi Indonesia semasa liburan kuliah di tahun 1975. “Pada waktu itu orang Italia tidak begitu tahu tentang Indonesia. Dari perjalanan itu kami dapat banyak pengalaman, melihat budaya lain yang pada waktu itu masih beda sekali dari di barat. Aspek tradisionalnya masih kuat sekali, itu yang membuat saya tertarik,” kenang Laura, yang dulu kuliah filsafat. Ia dulu bersama temannya naik bus dari Thailand, melalui Malaysia ke Sumatra, Jawa dan Bali.

Setelah menghabiskan waktu agak lama di beberapa tempat di Indonesia, ahkirnya Laura dan temannya bertemu sebuah grup teater dan melaluinya mereka berkenalan dengan Sumarah. 

“Pada waktu itu saya terpesona dengan seseorang, yang ternyata pamong Sumarah. Saat itu sebenarnya saya belum tahu siapa Beliau, cuma saya tertarik dengan wibawanya, dengan cara berbicaranya, dengan komentarnya tentang hidup dan tentang kami. Lalu lama-lama saya dengar bahwa Sumarah itu adalah satu aliran kebatinan dan kami mulai jalankan latihan meditasi,” papar Laura.

Laura Romano memberikan presentasi di Rumah Budaya Indonesia di BerlinFoto: Rumah Budaya Indonesia

Sumarah berarti menyerah dan aliran kebatinan ini didirikan di Jawa Tengah pada tahun 1935 oleh Raden Ngabei Soekinohartono. Meditasi Sumarah juga sering disebut sujud Sumarah karena aspek pasrah kepada Tuhan YME. Salah satu ciri khas Sumarah adalah meditasi yang dipimpin oleh seorang pamong. Peserta meditasi bisa duduk di kursi atau di tanah dan mengikuti proses dengan hening.

Hidup di Solo dan menjadi Warga Negara Indonesia

Setelah berkenalan dengan Sumarah dan berbekal ketertarikan terhadap budaya Jawa, Laura akhirnya kembali ke Italia setelah beberapa kali menunda kepulangannya. Ia lalu mengubah program studinya di Universitas supaya bisa membuat penelitian tentang filsafat Jawa.  Kemudian ia balik ke Indonesia untuk memulai penelitiannya tentang aliran kebatinan Sumarah. 

Selama masa penelitian bertahun-tahun, Laura sendiri menjadi semakin tertarik dengan Sumarah secara pribadi. “Setelah disertasi selasai, ternyata Sumarah untuk saya tidak hanya suatu topik studi lagi, tetapi sebuah sikap dan filasafat hidup,” ceritanya di Berlin.

Laura Romano juga semakin merasa nyaman tinggal di Solo dan menetap disana sejak tahun 1979. Walaupun pada saat itu Laura sempat menikah dengan orang Indonesia, alasan utama ia memilih tinggal di Indonesia adalah karena Sumarah. Setelah 20 tahun tinggal di Indonesia, ahkirnya Laura memilih menjadi warga negara Indonesia. 

Selama 40 tahun tinggal di Indonesia Laura menekuni berbagai profesi, seperti mengelola guest house dan boutique hotel, aktif di perusahaan impor-ekspor garmen dan nantinya mebel, serta mengajar Bahasa Italia di Universitas Gajah Mada di Yogyakartadan Universitas Muhammadiyah Surakarta di Solo. 

Laura Romano, yang sejak awal tahun 90an juga menjadi seorang pamong Sumarah menekankan, bahwa sebagai pamong orang tidak mendapatkan bayaran. “Pamong itu bukan profesi, melainkan fungsi. Dalam situasi meditasi saya seorang pamong, lalu ketika tugas itu sudah selesai, saya kembali Laura yang 'biasa',” tegasnya.

Membawa Sumarah ke Eropa

Prinsip di dalam filsafah Sumarah adalah, bahwa pamong tidak mencari murid, melainkan datang jika dibutuhkan. Demikian juga terjadi pada Laura Romano pada waktu pertama kali datang ke Eropa untuk Sumarah. Pada awal tahun 1990an ia berkali-kali diundang temannya untuk memberikan presentasi di Italia. Lantaran merasa belum siap, undangan ini berkali-kali ia tolak, sampai akhirnya Laura Romano didorong oleh pamongnya sendiri untuk berangkat.

 

“Saya juga merasa begitu banyak mendapatkan dari guru-guru saya selama bertahun-tahun. Sehingga saya tidak bisa berpikir, bahwa ini hanya untuk saya,” ujar Laura Romano. “Jadi saya mau share sistem ini yang begitu banyak membantu saya, teman-teman saya dan orang-orang lain juga,” lanjutnya.

Laura menerangkan bahwa Sumarah bertujuan untuk relaksasi dan membantu untuk lebih bisa menerima suatu kejadian dan mencari jalan selanjutnya. Selain itu pada tahap lanjutan, para praktisi Sumarah bisa mengenal diri sendiri secara lebih mendalam untuk mengeksplor apa saja yang ada dibalik watak dirinya.

Dari workshop sampai buku untuk dunia internasional

Sejak tahun 1995 Laura Romano dengan rutin memberikan workshop Sumarah di  Eropa dan paling sering di Jerman dan Italia. Workshop dilakukan baik di dalam kota dengan dua sesi meditasi di pagi dan malam hari atau retreat di pedesaan, dimana peserta selama satu minggu terpisah dari hiruk pikuk kota dan tugas-tugas keseharian.

Bersama kelompok meditasi Sumarah di Berlin tahun 2015Foto: privat

Bahwa ajaran Sumarah datang dari Timur, dinilai Laura Romano sebagai hal yang turut membantu bagi orang Barat karena ini membuat pelajarannya menjadi lebih menarik. Ia juga menjelaskan, “walaupun Sumarah bersumber dari filsafat Jawa, jika sudah menjadi meditasi, ini sudah lebih universal. Aspek-aspek budaya kita tinggalkan dan yang kita latih adalah aspek spiritualnya.” 

Selain workshop tahunan Laura Romano juga mengadakan pelatihan lebih intensif untuk murid-murid tingkat lanjutnya di Eropa agar mereka bisa menjadi pamong. Dari proses yang bernama “Practicing Guidance”, yang berjalan selama empat tahun, sudah ada lebih dari 20 pamong Sumarah yang setiap minggunya memimpin meditasi Sumarah di Berlin, Hamburg, Stuttgart, Köln dan di beberapa kota di Italia.

Untuk memperkenalkan Sumarah lebih luas di dunia internasional, atas saran dari salah satu almarhum pamongnya, Laura Romano juga menulis buku dalam Bahasa Italia yang sudah diterjemahkan ke Bahasa Jerman dan Inggris.

Harapan bagi generasi Sumarah berikutnya

Kendati semakin banyak orang Eropa yang tertarik dengan Sumarah, Paguyuban Sumarah di Indonesia sendiri mengalami penurunan anggota secara drastis. Tetapi Laura Romano tetap mempunyai harapan.

Menurut pengamatannya, sejak dua tahun terakhir ada semakin banyak generasi muda Indonesia yang justru melalui ekspos luar negeri mulai tertarik dengan spiritualitas atau filsafat dan menemukan tradisi meditasi yang berasal dari negaranya sendiri. Laura Romano pun beberapa kali diundang sebagai pamong untuk memberikan latihan Sumarah antara lain di Borobudur Writers and Cultural Festival, Jakarta, Bogor dan di Solo.

“Itu memang sedikit lucu, kok malah saya sebagai orang barat memberi workshop kepada orang Indonesia tentang tradisi mereka. Ini hal baru dan mungkin sebuah segi positif dari globalisasi. Ini sangat mengembirakan. Seperti guru saya pernah bilang: 'suatu hari Barat dan Timur akan bertemu'. Saya betul-betul tidak berpikir ini bisa terjadi begitu cepat,“ ujar warga Solo ini sambil tersenyum. (Ed:yp)