1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perang Ukraina dan Inflasi Khawatirkan Warga Jerman

3 Juni 2022

Pemerintah Jerman saat ini, hadapi banyak masalah besar dalam waktu bersamaan. Apakah para politisi punya jawaban yang tepat? Survei bulanan menanyakan kepada warga apa yang paling mereka khawatirkan.

Foto ilustrasi inflasi di Jerman
Foto ilustrasi inflasi di JermanFoto: Sebastian Gabsch/Geisler/picture alliance

Minggu ini, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengumumkan, Ukraina akan menerima sistem pertahanan udara paling modern yang bisa ditawarkan Jerman. Alutsista itu mencakup empat peluncur roket multi serta radar pelacak yang kuat untuk mendeteksi rudal dan drone Rusia. Dengan menjanjikan peralatan berteknologi tinggi seperti itu, Scholz mengejutkan para pengritik yang menuduhnya berpaling dari Krisis di Ukraina selama berminggu-minggu.

Kanselir Scholz juga memiliki alasan bagus untuk pendekatannya yang hati-hati terkait pengiriman senjata: Pasifisme atau ideologi yang menentang adanya perang berakar kuat di Partai Sosial Demokrat (SPD) yang berhaluan kiri-tengah. Hal ini juga berlaku untuk mayoritas pemilih SPD, yang setengahnya menyukai pendekatan yang hati-hati agar tidak memprovokasi Rusia. Ini adalah hasil survei "Deutschlandtrend" terbaru oleh pollster infratest dimap, yang mengajukan pertanyaan kepada 1.337 pemilih pada minggu ini dengan sejumlah kriteria.

Dukungan untuk Ukraina

Mereka menemukan hal kebalikannya dari para pendukung Partai Hijau, salah satu mitra koalisi SPD di pemerintahan, yang sangat mendukung tindakan tegas, termasuk pengiriman senjata dan pendekatan keras terhadap Rusia. Ini luar biasa, mengingat partai Hijau berakar pada gerakan perdamaian dan anti perang dari tahun 1980-an.

Ada juga perbedaan yang mencolok antara pemilih di barat dan di timur Jerman, mengenai bantuan militer ke Ukraina: Sekitar 53% responden di barat negara itu mendukung bantuan militer, sementara hanya 35% dari warga di wilayah yang dulunya Jerman Timur yang mendukung opsi bantuan militer.

Pemerintah Jerman juga mendukung sanksi Uni Eropa terhadap Rusia dan melanjutkan upaya diplomatik. Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Presiden Prancis Emmanuel Macron berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di telepon baru-baru ini. Meski upaya itu tidak membuahkan hasil yang nyata.

Bagaimana para responden menilai upaya ini? 15% responden survei mengatakan mereka merasa sanksi itu berlebihan, 41% merasa tidak cukup berlebihan, sementara 41% juga merasa harus ada upaya diplomatik yang lebih banyak. 23% persen dari mereka yang disurvei menganggap pengiriman senjata Jerman terlalu berlebihan.

Kenaikan harga yang dramatis

Prioritas para responden dalam beberapa bulan terakhir, juga memgalami pergeseran. September lalu, mayoritas responden masih menyebut perubahan iklim sebagai masalah paling penting yang harus menjadi fokus pembuat kebijakan Jerman. Tapi sekarang, kebijakan luar negeri terhadap Rusia dan Ukraina serta memerangi inflasi berada di urutan teratas. Dua isu itu menggeser masalah lingkungan ke tempat ketiga.

Perang telah menyebabkan harga energi naik, juga harga pangan meningkat secara signifikan. Hampir setengah dari semua responden mengatakan, mereka harus mengencangkan ikat pinggang karena kenaikan harga itu. Di antara mereka yang berpenghasilan rendah, 77% mengatakan mulai berjuang, dan begitu pula 59% orang Jerman timur, yang pendapatan rumah tangga rata-ratanya lebih rendah daripada mereka yang ada di barat negara itu.

 

Pemerintah Jerman telah meluncurkan berbagai langkah untuk meringankan beban keuangan warganya. Dari Juni hingga Agustus, ada tiket bulanan sebesar 9 Euro (sekitar Rp.140.000) untuk transportasi umum, pajak bensin juga telah dikurangi, dan setiap wajib pajak akan menerima pembayaran sekaligus sebesar 300 Euro (sekitar Rp. 4,6 juta) untuk mengurangi kenaikan biaya pemanas ruangan. Meskipun tindakan itu hanya sementara, sebagian besar dari mereka yang disurvei mendukung.

Nilai buruk untuk pemerintah

Namun secara keseluruhan, pemerintahan koalisi SPD, Partai Hijau, dan neoliberal Demokrat Bebas (FDP) kehilangan dukungan. 59% responden menyatakan ketidakpuasan terhadap pemerintah. Angka ini jauh lebih besar dari hasil survey sebelumnya pada Desember lalu.

Mayoritas pendukung SPD dan Partai Hijau senang dengan kinerja pemerintah secara keseluruhan, sementara pendukung FDP dengan cepat menjadi kecewa. Separuh pendukung partai pro-pasar bebas tidak terkesan dengan rekam jejak pemerintah.

Pendukung partai-partai oposisi utama, yakni Uni Kristen Demokratik (CDU) dan Uni Kristen Sosial (CSU) serta pendukung partai populis sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) semakin mengkritisi kebijakan Pemerintah Jerman. Angka ketidakpuasan terbesar muncul dari responden yang berasal dari rumah tangga berpenghasilan rendah dan orang-orang yang tinggal di Jerman timur, 70%  dari responden menyatakan tidak puas akibat inflasi.

Partai CDU dan CSU meraih keuntungan dari tren terbaru ini, dan dalam survei nasional bulanan, menunjukkan kenaikan dukungan  pada kisaran 27%. Dengan begitu, partai konservatif kembali muncul sebagai kelompok terkuat dalam politik Jerman. Sebelumnya kelompok konservatif memimpin pemerintahan selama hampir 77 tahun sejak berakhirnya Perang Dunia II dan kehilangan kekuasaan tahun lalu, setelah 16 tahun pemerintahan di bawah Kanselir Angela Merkel.

Sementara partai yang saat ini berkuasa SPD, terus kehilangan dukungan. Di sisi lain meski berada di dalam koalisi pamerintahan, Partai Hijau sebaliknya terus mendulang dukungan, baik di tingkat federal maupun di negara bagian serta regional. Menteri Luar Negeri Annalena Baerbock dan Menteri Ekonomi Robert Habeck dari Partai Hijau meraih popularitas tertinggi dengan presentase 60%. Angka popularitas itu jauh di depan Kanselir Olaf Scholz (43%) dan ketua Partai opoasisi CDU, Friedrich Merz di kisaran 35%. (rs/as)