Pemerintah Jerman saat ini, hadapi banyak masalah besar dalam waktu bersamaan. Apakah para politisi punya jawaban yang tepat? Survei bulanan menanyakan kepada warga apa yang paling mereka khawatirkan.
Iklan
Minggu ini, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengumumkan, Ukraina akan menerima sistem pertahanan udara paling modern yang bisa ditawarkan Jerman. Alutsista itu mencakup empat peluncur roket multi serta radar pelacak yang kuat untuk mendeteksi rudal dan drone Rusia. Dengan menjanjikan peralatan berteknologi tinggi seperti itu, Scholz mengejutkan para pengritik yang menuduhnya berpaling dari Krisis di Ukraina selama berminggu-minggu.
Kanselir Scholz juga memiliki alasan bagus untuk pendekatannya yang hati-hati terkait pengiriman senjata: Pasifisme atau ideologi yang menentang adanya perang berakar kuat di Partai Sosial Demokrat (SPD) yang berhaluan kiri-tengah. Hal ini juga berlaku untuk mayoritas pemilih SPD, yang setengahnya menyukai pendekatan yang hati-hati agar tidak memprovokasi Rusia. Ini adalah hasil survei "Deutschlandtrend" terbaru oleh pollster infratest dimap, yang mengajukan pertanyaan kepada 1.337 pemilih pada minggu ini dengan sejumlah kriteria.
Dukungan untuk Ukraina
Mereka menemukan hal kebalikannya dari para pendukung Partai Hijau, salah satu mitra koalisi SPD di pemerintahan, yang sangat mendukung tindakan tegas, termasuk pengiriman senjata dan pendekatan keras terhadap Rusia. Ini luar biasa, mengingat partai Hijau berakar pada gerakan perdamaian dan anti perang dari tahun 1980-an.
Negara Pemasok Senjata ke Ukraina
Perang yang dilancarkan Rusia di Ukraina terus berkobar. PBB berusaha medorong dialog damai. Namun, sejumlah negara NATO mengirim lebih banyak senjata ke Ukraina. Senjata apa yang sudah dan akan disuplai ke Ukraina?
Foto: Thomas Imo/photothek/picture alliance
Amerika Serikat, Beragam Senjata
Pentagon memasok beragam persenjataan ke Ukraina senilai 2,5 miliar USD. Antara lain peluru kendali anti pesawat terbang Javelin buatan Inggris (foto). Selain itu, AS merencanakan pengiriman 300 kendaraan lapis baja dan sejumlah meriam artileri yang bisa dikendalikan lewat GPS lengkap dengan amunisinya. Juga Washington akan kirim 11 helikopter transport tipe MI-17 buatan Uni Sovyet.
AS juga mengirim sekitar 300 Drone Switchblade yang dipuji gampang dikendalikan dan tidak perlu stasiun peluncur canggih di darat. Dengan bobot hanya beberapa kilogram Switchblade bisa diangkut dengan ransel dan punya daya jelajah hingga 10 km. Drone sekali pakai ini bisa dikendalikan secara presisi untuk diledakkan menghancurkan target musuh.
Foto: AeroVironment/abaca/picture alliance
Jerman, Tank Gepard
Pemerintah Jerman sudah menyetujui pengiriman senjata berat, berupa tank anti serangan udara jenis Gepard. Dikembangkan tahun 1970-an, tank ini selama tiga dekade jadi tulang punggung sistem pertahanan anti serangan udara Jerman. Dilengkapi meriam kaliber 23mm yang mampu menembus lapis baja, dulu terutama dirancang untuk melumpuhkan helikopter tempur MI-24 buatan Rusia.
Foto: Carsten Rehder/dpa/picture alliance
Turki, Drone Bayraktar
Turki sudah memasok 20 drone tempur Bayraktar TB2 ke Ukraina. Penjualan drone ini pada tahun 2021 mulanya tidak ada kaitannya dengan perang yang dilancarkan Rusia. Tapi seiring perkembangan situasi di Ukraina, drone buatan Turki ini jadi salh satu senjata berat yang dikirim ke Ukraina dari salah satu anggota NATO.
Foto: Mykola Lararenko/AA/picture alliance
Republik Ceko, Tank T-72 M4
Republik Ceko menjadi negara pertama anggota NATO yang mengirim senjata berat ke Ukraina. Bulan Januari 2022 seiring penguatan pasukan Rusia di perbatasan Ukraina, Praha mengirim amunisi dan granat anti panser. Setelah invasi Rusia, Republik Ceko mengirimkan tank tipeT-72 M4 buatan Uni Sovyet (foto) dan panser tipe MBP.
Foto: Jaroslav Ozana/CTK/dpa/picture alliance
Polandia, MIG-29
Polandia merencanakan pengiriman sejumlah pesawat tempur tipe MIG-29 buatan Rusia ke Ukraina lewat negara ketiga. Namun NATO menolak rencana ini, karena dengan itu berarti pakta pertahanan Atllantik Utara akan dianggap terlibat secara langsung dalam perang di Ukraina. Warsawa akhirny hanya mengirim senjata tempur dan amunisinya.
Foto: Cuneyt Karadag/AA/picture alliance
Negara NATO Lain, Akan Kirim Senjata Taktis
Anggota NATO lainnya seperti Inggris, Prancis, Belanda, Belgia dan Kanada sudah menjanjikan pengiriman bantuan persenjataan ke Ukraina. PM Inggris Boris Johnson sesumbar akan mengirim rudal anti armada laut, sementara PM Belanda Mark Rutte menjanjikan akan mengirim panser tempur. Namun sejauh ini belum ada yang melakukan pengiriman senjata (as/yf)
Foto: U.S. Army/Zuma/imago images
7 foto1 | 7
Ada juga perbedaan yang mencolok antara pemilih di barat dan di timur Jerman, mengenai bantuan militer ke Ukraina: Sekitar 53% responden di barat negara itu mendukung bantuan militer, sementara hanya 35% dari warga di wilayah yang dulunya Jerman Timur yang mendukung opsi bantuan militer.
Pemerintah Jerman juga mendukung sanksi Uni Eropa terhadap Rusia dan melanjutkan upaya diplomatik. Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Presiden Prancis Emmanuel Macron berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di telepon baru-baru ini. Meski upaya itu tidak membuahkan hasil yang nyata.
Bagaimana para responden menilai upaya ini? 15% responden survei mengatakan mereka merasa sanksi itu berlebihan, 41% merasa tidak cukup berlebihan, sementara 41% juga merasa harus ada upaya diplomatik yang lebih banyak. 23% persen dari mereka yang disurvei menganggap pengiriman senjata Jerman terlalu berlebihan.
Kenaikan harga yang dramatis
Prioritas para responden dalam beberapa bulan terakhir, juga memgalami pergeseran. September lalu, mayoritas responden masih menyebut perubahan iklim sebagai masalah paling penting yang harus menjadi fokus pembuat kebijakan Jerman. Tapi sekarang, kebijakan luar negeri terhadap Rusia dan Ukraina serta memerangi inflasi berada di urutan teratas. Dua isu itu menggeser masalah lingkungan ke tempat ketiga.
Perang telah menyebabkan harga energi naik, juga harga pangan meningkat secara signifikan. Hampir setengah dari semua responden mengatakan, mereka harus mengencangkan ikat pinggang karena kenaikan harga itu. Di antara mereka yang berpenghasilan rendah, 77% mengatakan mulai berjuang, dan begitu pula 59% orang Jerman timur, yang pendapatan rumah tangga rata-ratanya lebih rendah daripada mereka yang ada di barat negara itu.
Bagaimana Perang Putin Mempengaruhi Ekonomi Dunia
Efek perang Rusia terhadap Ukraina dirasakan di seluruh dunia. Harga makanan dan bahan bakar meningkat di mana-mana. Di beberapa negara kerusuhan pecah akibat naiknya harga barang kebutuhan utama.
Foto: Dong Jianghui/dpa/XinHua/picture alliance
Belanja Semakin Mahal di Jerman
Konsumen di Jerman merasakan kenaikan biaya hidup. Konsekuensi dari perang di Ukraina dan sanksi terhadap Rusia mulai terasa. Pada bulan Maret, tingkat inflasi Jerman mencapai level tertinggi sejak 1981. Pemerintah Jerman ingin segera mengembargo batubara Rusia, tetapi masih memperdebatkan pelarangan impor gas dan minyak dari Rusia.
Foto: Moritz Frankenberg/dpa/picture alliance
Antrian Mengisi Bahan Bakar di Kenya
Antrian panjang mobil di SPBU Nairobi. Di Kenya, warga juga merasakan dampak perang di Ukraina. Bahan bakar kian mahal, dan pasokannya terbatas, belum lagi krisis pangan. Duta Besar Kenya untuk PBB Martin Kimani dalam sidang Dewan Keamanan menyatakan keprihatinannya, dan membandingkan situasi di Ukraina timur dengan perubahan yang terjadi di Afrika setelah berakhirnya era kolonial.
Foto: SIMON MAINA/AFP via Getty Images
Siapa Amankan Suplai Gandum ke Turki?
Rusia adalah produsen gandum terbesar di dunia. Karena larangan ekspor dari Rusia, harga roti sekarang naik di banyak tempat, termasuk di Turki. Sanksi internasional telah mengganggu rantai pasokan. Ukraina juga merupakan salah satu dari lima pengekspor gandum terbesar di dunia, tetapi perang dengan Rusia membuat mereka tidak dapat mengirimkan barang dari pelabuhannya di Laut Hitam.
Foto: Burak Kara/Getty Images
Harga Gandum Melonjak di Irak
Seorang pekerja tengah menumpuk karung-karung tepung tergu di pasar Jamila, pasar grosir terpopuler di Baghdad. Harga gandum telah meroket di Irak sejak Rusia menginvasi Ukraina, karena kedua negara tersebut menyumbang setidaknya 30% dari perdagangan gandum dunia. Irak tetap netral sejauh ini, tetapi poster-poster pro-Putin sekarang telah dilarang di negara itu.
Foto: Ameer Al Mohammedaw/dpa/picture alliance
Unjuk Rasa di Peru
Para demonstran bentrok dengan polisi di ibukota Peru, Lima. Mereka memprotes kenaikan harga pangan, satu di antara rangkaian kenaikan harga. Krisis semakin diperburuk dengan adanya perang di Ukraina. Presiden Peru, Pedro Castillo memberlakukan jam malam dan keadaan darurat untuk sementara. Tapi jika peraturan tersebut dicabut, protes akan terus berlanjut.
Foto: ERNESTO BENAVIDES/AFP via Getty Images
Keadaan Darurat di Sri Lanka
Di Sri Lanka, warga turun ke jalan untuk mengekspresikan kemarahan mereka. Beberapa hari lalu, ada yang mencoba menyerbu kediaman pribadi Presiden Gotabaya Rajapaksa. Memuncaknya protes terhadap kenaikan biaya hidup, kekurangan bahan bakar, dan pemadaman listrik, mendorong presiden mengumumkan keadaan darurat nasional, sekaligus meminta bantuan pengadaan sumber daya dari India dan Cina.
Warga di Skotlandia juga memprotes kenaikan harga makanan dan energi. Di seluruh Inggris, serikat pekerja telah mengorganisir demonstrasi untuk memprotes kenaikan biaya hidup. Brexit telah mengakibatkan kenaikan harga di banyak area kehidupan, dan perang di Ukraina makin memperburuk keadaan.
Foto: Jeff J Mitchell/Getty Images
Harga Ikan Goreng di Inggris Melonjak
Warga Inggris punya alasan untuk khawatir terkait hidangan nasional tercinta mereka "fish and chips". Sekitar 380 juta porsi goreng ikan dan kentang dikonsumsi di Inggris setiap tahun. Tetapi sanksi keras saat ini, berarti harga ikan putih dari Rusia, minyak goreng dan energi, semuanya melonjak naik. Pada Februari 2022, tingkat inflasi Inggris mencapai 6,2%.
Foto: ADRIAN DENNIS/AFP via Getty Images
Peluang Ekonomi bagi Nigeria?
Seorang pedagang di Ibafo, Nigeria, tengah mengemas tepung untuk dijual kembali. Nigeria telah lama ingin mengurangi ketergantungannya pada makanan impor, dan membuat ekonominya lebih tangguh lagi. Orang terkaya di Nigeria Aliko Dangot, baru-baru ini membuka pabrik pupuk terbesar di negara itu, dan berharap memiliki banyak pembeli. Apakah itu sebuah peluang? (kp/as)
Foto: PIUS UTOMI EKPEI/AFP via Getty Images
9 foto1 | 9
Pemerintah Jerman telah meluncurkan berbagai langkah untuk meringankan beban keuangan warganya. Dari Juni hingga Agustus, ada tiket bulanan sebesar 9 Euro (sekitar Rp.140.000) untuk transportasi umum, pajak bensin juga telah dikurangi, dan setiap wajib pajak akan menerima pembayaran sekaligus sebesar 300 Euro (sekitar Rp. 4,6 juta) untuk mengurangi kenaikan biaya pemanas ruangan. Meskipun tindakan itu hanya sementara, sebagian besar dari mereka yang disurvei mendukung.
Iklan
Nilai buruk untuk pemerintah
Namun secara keseluruhan, pemerintahan koalisi SPD, Partai Hijau, dan neoliberal Demokrat Bebas (FDP) kehilangan dukungan. 59% responden menyatakan ketidakpuasan terhadap pemerintah. Angka ini jauh lebih besar dari hasil survey sebelumnya pada Desember lalu.
Mayoritas pendukung SPD dan Partai Hijau senang dengan kinerja pemerintah secara keseluruhan, sementara pendukung FDP dengan cepat menjadi kecewa. Separuh pendukung partai pro-pasar bebas tidak terkesan dengan rekam jejak pemerintah.
Pendukung partai-partai oposisi utama, yakni Uni Kristen Demokratik (CDU) dan Uni Kristen Sosial (CSU) serta pendukung partai populis sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) semakin mengkritisi kebijakan Pemerintah Jerman. Angka ketidakpuasan terbesar muncul dari responden yang berasal dari rumah tangga berpenghasilan rendah dan orang-orang yang tinggal di Jerman timur, 70% dari responden menyatakan tidak puas akibat inflasi.
Partai CDU dan CSU meraih keuntungan dari tren terbaru ini, dan dalam survei nasional bulanan, menunjukkan kenaikan dukungan pada kisaran 27%. Dengan begitu, partai konservatif kembali muncul sebagai kelompok terkuat dalam politik Jerman. Sebelumnya kelompok konservatif memimpin pemerintahan selama hampir 77 tahun sejak berakhirnya Perang Dunia II dan kehilangan kekuasaan tahun lalu, setelah 16 tahun pemerintahan di bawah Kanselir Angela Merkel.
Sementara partai yang saat ini berkuasa SPD, terus kehilangan dukungan. Di sisi lain meski berada di dalam koalisi pamerintahan, Partai Hijau sebaliknya terus mendulang dukungan, baik di tingkat federal maupun di negara bagian serta regional. Menteri Luar Negeri Annalena Baerbock dan Menteri Ekonomi Robert Habeck dari Partai Hijau meraih popularitas tertinggi dengan presentase 60%. Angka popularitas itu jauh di depan Kanselir Olaf Scholz (43%) dan ketua Partai opoasisi CDU, Friedrich Merz di kisaran 35%. (rs/as)