Dewan Keamanan PBB serukan penyelidikan independen setelah 29 anak tewas dalam serangan udara koalisi yang dipimpin Arab Saudi di Saada. Serangan juga sebabkan 48 lainnya cedera, termasuk 30 anak, demikian Palang Merah.
Iklan
Laporan tentang serangan terhadap bus yang mengangkut anak-anak mengejutkan dunia internasional yang mengutuk serangan yang disebut "serangan terbesar terhadap anak-anak" sejak konflik mulai berkecamuk tahun 2015.
Organisasi hak anak-anak Save the Children di Jerman menyerukan dilakukannya "penyelidikan menyeluruh, segera dan independen atas serangan ini, dan serangan lain yang terjadi baru-baru ini terhadap warga sipil serta infrastruktur sipil seperti sekolah dan rumah sakit," demikian dikatakan kepala bidang eksekutif Save the Children, Susanna Krüger. Ia menambahkan, organisasinya sudah melihat peningkatan jumlah insiden, dan pelaku tidak dituntut.
Bocah Yaman dalam Dekap Kelaparan
Embargo Arab Saudi terhadap Yaman memicu bencana kemanusiaan tak berkesudahan. Wabah kelaparan yang menjalar menyebabkan setengah juta anak-anak mengalami malnutrisi. UNICEF mencatat seorang anak tewas setiap 10 menit
Foto: Reuters/A. Zeyad
Kemanusiaan Berakhir di Yaman
Lebih dari setengah juta anak-anak di Yaman menderita kelaparan dan malnutrisi. Badan PBB, UNICEF, melaporkan kebanyakan hidup di kawasan yang rentan wabah Kolera tanpa akses layanan kesehatan yang memadai. Wabah Kolera yang mengamuk sejak April 2015 diklaim telah menelan 425.000 korban dan menewaskan 2.135 pasien.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Generasi Kelaparan
Bencana kelaparan yang dipicu oleh perang saudara di Yaman menjadi ancaman terbesar buat anak-anak. Saat ini PBB mencatat 537.000 bocah menderita malnutrisi akut dan 1,3 juta anak-anak lain menghadapi kelangkaan pangan. Sejauh ini hanya seperlima pusat bantuan makanan yang masih beroperasi di Yaman.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Embargo Tak Berkesudahan
Yaman yang mengimpor 90% bahan pangan kerepotan menjamin pasokan di dalam negeri lantaran terkena embargo ekonomi Arab Saudi. Sejak Maret 2015 Riyadh mengobarkan perang terhadap suku Houthi di utara Yaman. PBB memperkirakan setidaknya 10% dari 23 juta penduduk Yaman hidup di kamp pengungsian.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Nyawa Tanpa Harga
Wabah kelaparan akibat embargo terutama dirasakan oleh warga kota Al-Hudaydah. Kota di pesisir Laut Merah itu banyak bergantung dari hasil laut untuk menjamin pasokan pangan. Namun serangan udara yang dilancarkan Arab Saudi dan Amerika Serikat ikut menghancurkan kapal-kapal nelayan. Akibat kelaparan seorang bocah meninggal dunia setiap 10 menit di Yaman.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Tanpa Air dan Makanan
Minimnya infrastruktur pengaliran air dan sanitasi memperparah situasi kemanusiaan. Larangan impor bahan bakar juga mengganggu distribusi air dan makanan untuk penduduk di wilayah terpencil. Kelangkaan bahan bakar juga menciptakan masalah kesehatan lantaran kebanyakan rumah sakit bergantung pada bahan bakar solar untuk memproduksi listrik.
Foto: Reuters/K. Abdullah
Korban yang Terlupakan
Perang yang dilancarkan Arab Saudi terhadap suku Houthi yang didukung Iran sejauh ini telah menelan 10.000 korban jiwa. Selain kedua pihak, dua kelompok terror yang berafiliasi dengan ISIS, Anshar al-Syaria dan ISIL-YP, juga ikut meramaikan perang saudara di Yaman. PBB mencatat 1000 bocah meninggal dunia setiap pekan akibat malnutrisi, diare dan infeksi saluran pernafasan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Mohammed
6 foto1 | 6
"Tidak ada tempat aman bagi anak-anak"
Tapi ini bukan pertama kalinya, anak-anak jadi korban perang di Yaman. Sejak Maret 2015, lebih dari 6.000 anak tewas atau cedera dalam serangan udara yang dilancarkan oleh Arab Saudi, yang menarget pemberontak anti pemerintah. Demikian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
"Yaman adalah salah satu tempat paling mengerikan bagi anak-anak," demikian dikatakan jurubicara UNICEF Juliette Touma kepada DW. Bisa dibilang, sekarang tidak ada tempat aman bagi anak-anak di Yaman, demikian Touma. Ia menambahkan, di Yaman hampir semua anak perlu bantuan kemanusiaan akibat konflik. "Keamanan dan penjagaan keamanan bagi anak-anak porak poranda akibat serangan yang tak kunjung henti, juga akibat banyaknya kekerasan terhadap anak-anak," kata Touma.
Wabah Kolera Melanda Yaman
Infeksi Kolera di Yaman saat ini mencapai 2.500 kasus dalam dua pekan. Pemerintah di Sanaa kewalahan menghadapi wabah yang merajalela dan mendeklarasikan situasi darurat di negeri yang remuk oleh perang.
Foto: Reuters/A.Zeyad
Keberuntungan Semu
Kendati terinfeksi Kolera, ia masih dianggap beruntung. Pasalnya pria tua ini sempat menjalani perawatan intensif di sebuah rumah sakit di Sanaa. Namun dengan angka korban yang melonjak, klinik dan rumah sakit di Yaman mulai kewalahan menampung pasien.
Foto: Picture alliance/Photoshot/M. Mohammed
Banjir Nestapa di Sanaa
Sejak 6 Mei lalu, ketika foto ini dibuat di rumah sakit pemerintah di Sanaa, angka korban Kolera melonjak drastis. Direktur Komite Palang Merah Internasional, Dominik Stillhart, mewanti-wanti terhadap "bencana kemanusiaan" di ibukota. Saat ini sekitar 115 pasien meninggal dunia dalam dua pekan akibat penyakit mematikan tersebut.
Foto: Reuters/K. Abdullah
Ibukota Perang Saudara
Situasi sanitasi di ibukota mempermudah munculnya wabah penyakit. Sampah dibiarkan mengotori jalanan sejak petugas kebersihan melakukan mogok massal lantaran tunggakan upah. Situasi ini dimanfaatkan penduduk miskin untuk mengais makanan di antara sampah.
Foto: Getty Images/M.Huwais
Lantai Beralas Karton
Saat ini kondisi kebersihan di klinik dan rumah sakit juga merosot drastis. Banyak pasien yang terpaksa menginap di atas lantai rumah sakit lantaran minimnya tempat tidur. Sebagian menggunakan kardus dan karton sebagai alas.
Foto: Getty Images/M.Huwais
Fatal buat Anak-anak
Buang air besar dan muntah-munrah biasanya menjadi gejala umum Kolera. Wabah di Yaman ditengarai disebabkan oleh kualitas air yang buruk. Pasien Kolera biasanya diberi asupan cairan yang mengandung gula dan garam. Jika tidak ditangani, wabah Kolera bisa berbuah fatal, terutama pada anak-anak.
Foto: Getty Images/M.Huwais
Banjir Memperparah Wabah
Sebuah truk sampah berusaha melewati jalan raya di ibukota Sanaa yang terendam banjir menyusul hujan lebat. Banjir di sejumlah wilayah Yaman dan lambatnya reaksi pemerintah mempercepat penyebaran wabah penyakit.
Foto: Getty Images/M.Huwais
Bantuan Tersendat
Tidak hanya di Sanaa, beberapa kota lain di Yaman juga sibuk menghadang wabah yang kian mengganas. Kementerian Kesehatan menyerukan organisasi internasional agar secepatnya mengirimkan bantuan. Yaman yang remuk oleh konflik bersenjata antara Arab Saudi dan pemberontak Houthi kekurangan tenaga medis dan obat-obatan buat menyelamatkan korban Kolera.
Foto: Picture alliance/AP Photo/H. Mohammed
7 foto1 | 7
Arab Saudi "tidak tertarik" untuk memperhatikan warga sipil
Setelah terjadinya serangan terakhir, sejumlah pengamat mengemukakan pertanyaan, apakah Arab Saudi dan koalisi pro pemerintah yang dipimpinnya sengaja menarget anak-anak. Sebagian besar analis setuju, memberikan jawaban tidak mudah.
Ali al-Absi, pakar politik Yaman yang tinggal di Berlin mengatakan, serangan Arab Saudi dan koalisinya tidak secara khusus menarget anak-anak, namun catatan menunjukkan mereka kerap menyasar kawasan dengan potensi korban warga sipil sangat tinggi. Al Absi mengemukakan, Arab Saudi tampaknya tidak tertarik untuk mencegah agar warga sipil tidak terkena dampak perang.
Di lain pihak al-Absi juga mengungkap bahwa kekejaman terhadap anak-anak juga dilakukan pihak lawan. "Pemberontak Houthi mengepung kota Taiz dan menarget warga sipil serta anak-anak dengan tembakan senapan," demikian al-Absi.
Akhirnya belum tampak
Lebih dari 15.000 orang tewas dan ribuan lainnya cedera sejak 2015, ketika Arab Saudi dan sekutunya meluncurkan serangan militer terhadap pemberontak Houthi, yang bertujuan untuk mendukung pemerintahan di bawah Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi, yang diakui secara internasional.
Yaman - Bertahan Hidup dengan Sampah
Jutaan warga Yaman harus melarkan diri dari peperangan. Begitu juga keluarga Ruzaiq yang terpaksa hidup dari sampah di pengungsian.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Harapan di Tempat Kotor
Lokasi pembuangan sampah di pinggir kota pelabuhan Hudaidah di Yaman Barat. Di tempat yang bagi kebanyakaan orang bukanlah tempat tinggal yang layak ini keluarga Ruzaig bernaung.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Damai di Gubuk
Di tempat pembuangan sampah ini hidup 18 keluarga. Mereka mengaku merasa jauh lebih aman dibandingkan di kampung halaman mereka di barat laut Yaman, yang kerap menjadi sasaran pemboman pesawat tempur Arab Saudi.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Dari Sampah ke Mulut
Sarapan "seadanya": roti, kentang, paprika. Sebelum menyiapkan hidangan, mereka terlebih dahulu harus bersusah payah memilah bahan pangan yang masih layak dikonsumsi dari tumpukan sampah.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Masa Kecil dalam Perang
Selain mengais sisa makanan, Ayoub Mohammed Ruzaiq (11 tahun) juga mengumpulkan botol plastik untuk kemudian dijual.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Jatah Hidup
Dalam lemari es yang telah rusak ini, keluarga Ruzaiq menyimpan bahan makanan yang mereka temukan di tempat pembuangan sampah.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Berserah pada Tuhan
Mohammed Ruzaiq (belakang kiri), yang berusia 67 tahun, mengatakan bahwa ia tidak menginginkan bantuan orang lain. "Kami hanya menginginkan berakhirnya peperangan, malapetaka ini. Setelah itu Tuhan lah yang akan melindungi kami."
Foto: Reuters/A. Zeyad
Tidur dalam Lapar
Tidak jarang keluarga Ruzaiq terpaksa tidur dengan perut kosong. Beralaskan karton atau di tempat tidur gantung mereka merebahkan diri di gubuk beratap plastik.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Belum Tampak Akan Berakhir
Kemungkinan Ayoub beserta keluarganya terpaksa masih harus bertahan hidup lebih lama di tempat pembuangan sampah ini. Peperangan masih berkecamuk dan bantuan internasional hampir tidak tersedia bagi Yaman.
Foto: Reuters/A. Zeyad
8 foto1 | 8
AS dan negara-negara barat memberikan dukungan signifikan bagi koalisi tersebut melalui logistik dan penjualan senjata penjualan senjata. Sejumlah organisasi HAM menyebut semua aksi ini ibaratnya minyak yang meyebabkan api tambah berkobar di Yaman, yang meriüalam salah satu negara paling miskin di dunia.
Sementara itu, menurut sejumlah laporan, Iran menyediakan sokongan bagi pemberontak Houthi.
Esther Osorio, jurubicara urusan luar negeri pada Uni Eropa (UE) mengatakan dalam wawancara dengan DW, bahwa Uni Eropa menyediakan dana sebesar sekitar 500 juta Dolar bagi bantuan kemanusiaan di Yaman sejak 2015. Selain itu, UE mengadakan sejumlah inisiatif di bidang diplomatik dan politik.
Sementara bagi organisasi hak-hak anak, lebih banyak langkah harus diambil untuk mengakhiri kekerasan, bukan hanya bagi anak-anak melainkan juga warga sipil. "Bagi konflik ini tidak ada solusi militer." Demikian dikatakan Susanna Krüger dari organisasi Save the Children.
Lini Masa Pertikaian Arab Saudi dan Iran
Bukan kali pertama Iran dan Arab Saudi bersitegang. Sepanjang sejarahnya, hubungan kedua negara acap mengalami pasang surut menyusul konflik politik atau agama. Inilah sejarah modern permusuhan dua ideologi dalam Islam
Foto: DW Montage
Damai berbayang kecurigaan
Hubungan Iran dan Arab Saudi baru tumbuh sejak kekuasaan Syah Reza Pahlevi dan Raja Khalid. Kedua negara sebelumnya sering direcoki rasa saling curiga, antara lain karena tindakan Riyadh menutup tempat-tempat ziarah kaum Syiah di Mekkah dan Madinah. Perseteruan yang awalnya berbasis agama itu berubah menjadi politis seiring dengan eskalasi konflik di Timur Tengah dan Revolusi Islam 1979.
Foto: picture alliance/AP Images
Pendekatan usai Revolusi Islam
Raja Khalid sempat melayangkan ucapan selamat kepada Ayatollah Khomeini atas keberhasilan Revolusi Islam 1979. Tapi hubungan kedua negara memburuk menyusul perang Iran-Irak dan kisruh Haji 1987. Puncaknya, Riyadh memutuskan hubungan pada 1987, ketika Khomeini mengecam penguasa Saudi sebagai "Wahabi yang tidak berperikemanusiaan, ibarat belati yang menusuk jantung kaum Muslim dari belakang."
Foto: Getty Images/Afp
Keberpihakan dalam Perang Iran-Irak 1980
Saat berkobar perang Iran-Irak, Arab Saudi sejak dini menyatakan dukungan terhadap rejim Saddam Hussein di Baghdad. Riyadh memberikan dana sumbangan sebesar 25 milyar US Dollar dan mendesak negara-negara Teluk lain untuk ikut mengisi pundi perang buat Irak. Demi menanggung biaya perang, Arab Saudi menggenjot produksi minyak yang kemudian mengakibatkan runtuhnya harga minyak di pasar dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
Kisruh Haji 1987
Mengikuti ajakan Ayatollah Khomeini, jemaah Iran setiap tahun berdemonstrasi di Mekkah dan Madinah menentang Israel. Tradisi sejak 1981 itu tidak pernah diperkarakan, kecuali pada 1987, ketika polisi memblokade jalan menuju Masjid al-Haram. Akibat bentrokan, 402 jemaah Iran tewas dan 649 luka-luka. Setelah kedutaannya di Teheran diserbu massa, Riyadh memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran.
Foto: farhangnews
Kontroversi program nuklir Iran
Arab Saudi sejak awal menolak program nuklir Teheran. Sikap itu tidak berubah bahkan setelah tercapainya Perjanjian Nuklir di Vienna tahun 2015. Riyadh menilai kesepakatan tersebut "sangat berbahaya." Desakan kepada Iran untuk bekerja sama dengan pengawas nuklir PBB juga disampaikan Saudi pada awal 2023.
Foto: Irna
Pemberontakan Houthi di Yaman, 2004
Hubungan Iran dan Arab Saudi kembali menegang setelah kelompok Syiah Zaidiyah di Yaman mengobarkan pemberontakan. Riyadh menuding Teheran mengompori perang bersaudara dan mencampuri urusan dalam negeri Yaman dengan memasok senjata. Iran sebaliknya menuding Arab Saudi menghkhianati perannya sebagai mediator konflik dengan membombardir minoritas Houthi di utara Yaman.
Foto: picture alliance/Y. Arhab
Perang proksi di Suriah, 2011
Dukungan Iran atas rejim Bashar Assad di Suriah sejak lama dianggap duri dalam daging oleh Arab Saudi. Sejak 2011, Riyadh aktif memasok senjata buat oposisi Sunni di Suriah. Kerajaan di Riyadh juga menjadi yang pertama kali mengecam Assad seputar "tindakan represif pemerintahannya terhadap demonstrasi anti pemerintah," ujar Raja Abdullah saat itu.
Foto: picture-alliance/AP/Vadim Ghirda
Tragedi Mina 2015
Bencana memayungi ibadah Haji 2015 ketika lebih dari 400 jemaah Iran meninggal dunia di terowongan Mina akibat panik massa. Iran menuding pemerintah Arab Saudi ikut bertanggungjawab. Riyadh sebaliknya menyelipkan isu bahwa tragedi itu disebabkan jemaah haji Iran yang tak mau diatur. Kisruh memuncak saat pangeran Arab Saudi, Khalid bin Abdullah, mendesak agar Riyadh melarang masuk jemaah haji Iran.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Eksekusi Mati Al-Nimr 2016
Sehari setelah pergantian tahun Arab Saudi mengeksekusi mati 46 terpidana, antara lain Syeikh Nimr al-Nimr, seorang ulama yang aktif membela hak-hak minoritas Syiah yang kerap mengalami represi dan diskriminasi di Arab Saudi. Al-Nimr didakwa terlibat dalam terorisme. Sebagai reaksi Pemimpin Spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei melayangkan ancaman, bahwa Saudi akan mendapat "pembalasan tuhan."
Foto: picture alliance/dpa/Y. Arhab
Drama di Lebanon
Pada November 2017 Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengumumkan pengunduran diri dari Riyadh, Arab Saudi, dan menyalahkan Iran terkait kebuntuan politik di Beirut. Langkah itu diyakini bagian dari manuver Arab Saudi untuk memprovokasi perang antara Iran dan Hizbullah dengan Israel. Saudi dan Iran berebut pengaruh di Lebanon pasca penarikan mundur pasukan Suriah 2005 silam.
Foto: picture-alliance/dpa/AP/Lebanese Official Government/D. Nohra
Narasi damai di awal 2023
Menyusul mediasi Cina, pemerintah Arab Saudi sepakat memulihkan hubungan dengan Ira pada Maret 2023. Kesepakatan tersebut disusul pembukaan kembali relasi dengan Suriah dan perundingan damai dengan pemberontak Houthi di Yaman. Sebelumnya, negara-negara Teluk juga sepakat mengakhiri perpecahan dengan Katar, sekutu dekat Iran di Teluk Persia.