Organisasi Islam Minta Perlindungan Masjid Ditingkatkan
12 Maret 2018
Organisasi Islam-Turki di Jerman, DITIB, minta polisi Jerman meningkatkan perlindungan di masjid-masjid dan tempat ibadah mereka. Sebuah masjid di Berlin hari Minggu (11/3) dibakar pelaku tak dikenal.
Iklan
Serangan pembakaran ke sebuah masjid di distrik Reinickendorf, Berlin, hari Minggu (11/3) adalah serangan ke-24 terhadap tempat ibadah Muslim dalam dua bulan terakhir, kata organisasi Islam-Turki di Jerman DITIB dalam sebuah pernyataan.
DITIB meminta pihak berwenang Jerman untuk meningkatkan perlindungan atas tempat ibadah Muslim dan mengusut tuntas siapa yang ada di balik serangan secepat mungkin. Pelakunya harus mempertangung jawabkan perbuatan mereka di pengadilan, kata DITIB. Polisi Jerman mengatakan masjid di Reinickendorf kemungkinan dibakar oleh tiga pelaku remaja.
Menurut penyelidikan sampai saat ini, pembakaran itu diduga berlatar belakang politis, kata polisi setempat. Seorang saksi mata menceritakan, dia melihat tiga remaja melarikan diri dari tempat kejadian.
Tidak ada korban dalam serangan pembakaran itu. Satu jendela pecah, ruang utama seluruhnya terbakar. DITIB menerangkan, masjid itu tidak bisa digunakan lagi.
Serangan terhadap rumah ibadah meningkat
Ini bukan serangan satu-satunya terhadap rumah ibadah umat Muslim pada hari itu. Dalam insiden lain, bom api dilemparkan ke sebuah tempat berkumpul kalangan imigran Turki di kota Meschede.
Sebelumnya pada hari Jumat ((9/3) sebuah masjid di Lauffen, Jerman Selatan, juga diserang. Tidak ada yang terluka dalam serangan yang masih dalam penyelidikan tersebut.
Kementerian Dalam Negeri Jerman baru-baru ini merilis sebuah statistik kejahatan yang menunjukkan bahwa tahun 2017 terjadi sekitar 950 pelanggaran hukum yang berlatar belakang sentimen anti-Islam. Kebanyakan tindakan itu dilakukan oleh kalangan ekstrim kanan.
Pihak kepolisian Jerman menduga, rangkaian serangan terhadap masjid dan tempat perkumpulan Muslim akhir-akhir ini juga kemungkinan besar bermotif politik. Apalagi saat ini Turki terlibat dalam konflik di Suriah dan tentara Turki melakukan serangan ke kawasan-kawasan yang dikuasai kelompok Kurdi di Suriah.
Pada akhir minggu ini, warga Kurdi di Jerman menggelar aksi di berbagai kota untuk memrotes operasi militer Turki di Suriah. Dalam aksi demonstrasi di kota Berlin yang diikuti ratusan orang sempat terjadi bentrokan dengan polisi.
Menyusuri Jejak Islam di Jerman
Beragam masjid dan komunitas Islam, sebagian kecil tempat menarik yang dikunjungi 14 intelektual Muslim Indonesia saat studi trip "Life of Muslims in Germany". Lokasi mana saja yang mereka singgahi? Berikut rangkumannya.
Foto: Privat
Singgah di Masjid Indonesia
Masjid Al-Falah, nama masjid milik warga Indonesia yang terletak di Berlin. Masjid yang dikelola Indonesische Weisheits und Kulturzentrum (IWKZ) dulunya merupakan pub. Para Intelektual muda yang mengikuti study trip Goethe tersebut tiba tepat Sholat Jumat sehingga bisa menikmati kuliner indonesia yang dijual untuk membiayai operasional masjid. Tiap tahun 4000 Euro harus dikumpulkan secara swadaya.
Foto: DW
Mengapa Warga Indonesia Berbeda?
Ketua IWKZ Dimas Abdirama menceritakan bahwa kegiatan di Masjid lebih berfokus sebagai ruang belajar bagi mahasiswa. "Dibandingkan pendatang lainnya, kita mempunya daya pikat kepada pemerintah Jerman yang membutuhkan banyak tenaga ahli," ujar ahli bioteknologi medis itu. Ada sekitar 4000 mahasiswa Indonesia studi di Jerman. Potensi ini menurut Dimas membuat orang Indonesia mudah diterima.
Foto: DW
Melihat Toleransi di Neukölln
Lewat program "Life of Muslims in Germany", 14 kaum intelektual muda Indonesia tidak hanya diajak berkenalan dengan Muslim Indonesia. Mereka juga diajak ke Neukölln untuk melihat bagaimana umat Muslim dari beragam aliran dapat hidup berdampingan. Masjid Al-Salam NBS milik aliran Sunni itu menurut Syekh Muhammad Thaha tidak hanya digunakan sebagai tempat keagamaan tapi juga kegiatan kemanusiaan.
Foto: DW/K. Salameh
Masjid yang Terbuka
Meski mayoritas umatnya adalah Sunni, namun menurut Syekh Thaha, masjid Al-Salam terbuka untuk seluruh jamaah, termasuk Syiah. "Kami tidak memaksakan ajaran tertentu, siapapun bisa datang ke masjid ini,"katanya. Masjid ini juga terbuka bagi seluruh warga Jerman yang ingin mengenal Islam atau warga imigran yang ingin belajar bahasa Arab.
Foto: DW
Alevi, Minoritas yang Mudah Diterima
Di Jerman, mayoritas umat Islam adalah Sunni (74%), namun di posisi ke dua ditempati kelompok asal Turki bernama Alevi (13%). Menurut Claudia Dette, pemandu perjalanan kami, Alevi kelompok yang paling mudah berintegrasi setelah Ahmadiyah. Rahasianya menurut Kadin Sahir adalah karena Syariah bagi Alevi adalah tunduk mengikuti konstitusi yang ada di negara di mana mereka berada.
Foto: DW
Masjid Dalam Gereja
Ibn-Ruysd Goethe, "Masjid Liberal" yang mengakui imam perempuan di Jerman dan terletak di gereja turut disambangi rombongan. "Masjid ini hadir sebagai bentuk protes atas paham ekstrimis di Jerman. Mereka menyebut diri liberal untuk memahami Islam pada konteks sekarang. Pada titik ini mungkin kita bisa sepakat dalam rangka mengaktualkan Islam," kata Ahmad Muttaqin, salah seorang peserta study trip.
Foto: Getty Images/S. Gallup
Menangkal Radikalisme Lewat Masjid
Sebanyak 50,6% 2,2 juta umat Islam di Jerman memiliki latar belakang keturunan Turki, itulah sebabnya di salah satu masjid terbesar milik warga Turki di Berlin, masjid Sehitlik, program yang ditawarkan lebih khusus lagi. Para peserta yang disambut Pinar Cetin, pemimpin Bahira menjelaskan organisasinya bertugas untuk melakuan konsultasi demi mencegah anak muda Muslim terhindar dari paham radikal.
Foto: DW
Mari Belajar Bersama
Tak melulu mengunjungi masjid. Peserta "Life of Muslims in Germany" juga singgah ke lembaga swadaya Morus14. Sebanyak 100 sukarelawan dari berbagai latar belakang budaya dan kelompok meluangkan waktunya mendampingi dan mengajar anak-anak berlatarbelakang imigran. Program seperti ini bertujuan untuk menanggulangi masalah integrasi yang kerap menjadi pekerjaan besar di Jerman.
Foto: DW
Merawat Ingatan
Beberapa museum yang dikunjungi terkait dengan Islam, namun di Museum The Story of Berlin, para peserta berkenalan dengan sejarah Jerman. Kisah Jerman Barat dan Timur serta diskirimasi di era NAZI jadi pengingat bagaimana perbedaan dapat memicu konflik. "Kita kerap melihat sejarah hal yang jauh dari kehidupan. Sementara bagi mereka sejarah hidup bersama kita sekarang," kata Heychael berkomentar.
Foto: DW
Mudah dan Nyaman
Selama berkeliling di Berlin, para peserta hilir mudik menggunakan beragam alat transportasi, seperti kereta bawah tanah. Jadwal yang teratur serta tempat yang nyaman menjadi pengalaman berbeda yang didapat bila dibandingkan dengan transportasi di tanah air. Tak sedikit yang terheran-heran ketika mengetahui sebagian besar tahanan di Berlin justru penumpanjg yang tertangkap tidak membeli tiket.
Foto: DW
Life of Muslims in Germany
Selama hampir 2 minggu, 14 intelektual muda Muslim Indonesia dari berbagai latar belakang komunitas Islam dan profesi di Indonesia tersebut diajak merasakan seperti apa kehidupan umat Muslim di Jerman. Lewat study trip "Life of Muslims in Germany" yang digagas Goethe Insitut Indonesia, peserta dapat mengenal kebijakan Jerman atas 4,7 juta warga Muslim yang hidup di negeri itu. (ts/rzn) Ed:ap