Lima organisasi medis minta pemerintah evaluasi kegiatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen. Pasalnya, kegiatan PTM 100 persen memicu kekhawatiran karena kasus Omicron kian meningkat.
Iklan
Kegiatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen masih digelar di wilayah PPKM level 1 dan 2. Hal ini menimbulkan kekhawatiran karena kasus Omicron kian meningkat.
Terkait PTM, lima organisasi medis menyerukan agar pemerintah mengevaluasi kebijakan tersebut. Kelima organisasi itu adalah Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Indonesia Intensif Indonesia (PERDATIN), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (PERKI), serta Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Dalam siaran pers yang diterima detikcom, Senin (24/01), kelima organisasi profesi medis telah mengajukan surat permohonan pada empat Kementerian pembuat kebijakan PTM untuk mengevaluasi kegiatan PTM 100 persen khususnya pada kelompok anak usia kurang dari 11 tahun.
"Laporan dari beberapa negara, proporsi anak yang dirawat akibat infeksi COVID-19 varian Omicron lebih banyak dibandingkan varian-varian sebelumnya Dan juga telah dilaporkan transmisi lokal varian Omicron di Indonesia, bahkan sudah ada kasus meninggal karena Omicron" kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Agus Dwi Susanto.
Iklan
Usulan terkait PTM di tengah lonjakan Omicron
Berdasarkan sejumlah pertimbangan-pertimbangan di atas, maka 5 Organisasi Profesi (5 OP) medis tersebut mengajukan usul sebagai berikut:
Anak-anak dan keluarga tetap diperbolehkan untuk memilih pembelajaran tatap muka atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) berdasarkan kondisi dan profil risiko masing-masing keluarga.
Anak-anak yang memiliki komorbid diimbau untuk memeriksakan diri terlebih dahulu ke dokter yang menangani.
Anak-anak yang sudah melengkapi imunisasi COVID-19 dan cakap dalam melaksanakan protokol kesehatan dapat mengikuti PTM.
Mekanisme kontrol dan buka tutup sekolah seyogyanya dilakukan secara transparan untuk memberikan keamanan publik.
"Kami juga mengimbau orang tua agar melengkapi vaksinasi regular melalui imunisasi kejar bagi anak-anaknya agar tetap terlindungi dari kemungkinan penyakit lain yang mungkin timbul," kata Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K).
Waspadai 10 Varian SARS-CoV-2 Hasil Mutasi
Pertama kali terdeteksi di Cina akhir tahun 2019, COVID-19 terus bermutasi, 10 varian saat ini menjadi Variant of Concern (VoC) yang dicemaskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Foto: Waldemar Thaut/Zoonar/picture alliance
Varian Alpha mutasi dari Inggris
Varian dengan nama ilmiah B.1.1.7 ini terdeteksi pertama kali di Kent, Inggris Raya. Beberapa peneliti menganggap varian ini jauh lebih menular dibanding virus asli SARS-CoV-2 di Wuhan, Cina. Peneliti Lembaga Molekuler Eijkman Prof. Amin Subandrio sebut varian ini sudah ditemukan pada awal Maret 2021 di Jakarta.
Foto: Hasan Esen/AA/picture alliance
B.1.351 atau Varian Beta
Mutasi jenis ini ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada Oktober 2021. Varian ini disebut-sebut 50% lebih menular. Vaksinasi menggunakan Novavax dan Johnson & Johnson dianggap tidak efektif menghadapi varian ini. Delirium atau kebingungan menjadi salah satu gejala varian Beta.
Foto: Nyasha Handib/AA/picture alliance
Mutasi P.1 di Brasil
Varian ini diberi nama varian Gamma oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Mutasi berasal dari kota Manaus, provinsi Amazonas, Brasil. Virus ini pertama kali terdeteksi oleh ilmuwan Jepang yang meneliti sampel seorang warga yang pulang dari Manaus pada Desember 2020.
Foto: Bruna Prado/AP Photo/picture alliance
Delta, mutasi paling menular asal India
Dengan nama B.1.167.2, Delta dianggap 50% lebih menular dibanding varian Alpha yang disebut 50% lebih menular dari virus aslinya. Varian ini pertama kali ditemukan di India pada Oktober 2020. Mutasi ini memicu gelombang kedua COVID-19 di India.
Foto: Satyajit Shaw/DW
Mutasi dari Amerika latin, Lambda
Bernama ilmiah C.37, Lambda pertama kali terdeteksi di Peru pada Agustus 2020. Pada 15 Juni 2021, WHO menetapkannya sebagai varian yang menjadi perhatian. Tercatat 81% kasus aktif di Peru pada musim semi 2021 akibat varian ini.
Foto: Ernesto Benavides/Getty Images/AFP
Mutasi varian Kappa asal India
Pada Oktober 2020, terdeteksi varian 1.167.2 di India. Gejalanya tidak berbeda jauh dengan gejala varian asli COVID-19. Namun, pakar epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman, menyebut gejala campak muncul pada awal infeksi varian ini.
Foto: Adnan Abidi/REUTERS
Eta, varian yang sama dengan Gamma dan Beta
Varian ini membawa mutasi E484-K yang juga ditemukan di varian Gamma dan Beta. Kasus pertama varian ini dlaporkan di Inggris Raya dan Nigeria pada Desember 2020. Ditemukan di 70 negara di dunia, Kanada mencatat rekor 1.415 kasus Eta pada Juli 2021.
Foto: Adeyinka Yusuf/AA/picture alliance
Varian asal New York, B.1.526
Iota merupakan satu-satunya Variant of Concern (VoC) WHO di Amerika Serikat. Dideteksi pada November 2020, jenis virus ini disebut lebih menular dari varian sebelumnya. Para peneliti menyebut varian Iota meningkatkan angka kematian 62-82% bagi para penderita COVID-19 yang berusia lebih tua.
Foto: Wang Ying/Xinhua/imago images
Varian Mu asal Kolumbia di awal tahun 2021
Dengan nama ilmiah B.1.621, varian Mu ditemukan pertama kali di Kolumbia pada Januari 2021.Varian ini sempat dikhawatirkan dapat kebal dari vaksin. Bahkan WHO memperingatkan varian ini memiliki mutasi yang lebih tahan vaksin.
Foto: AGUSTIN MARCARIAN/REUTERS
Ditemukan di Afrika Selatan, Omicron lebih gampang menular
Varian ini ditemukan di Afrika Selatan pada November 2021. Ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan sebut gejala dari varian ini sangat ringan. Dilaporkan tidak ada gejala anosmia pada varian ini. Namun, 500 kali lebih cepat menyebar dibanding varian lain. (Berbagai sumber) (mh/ha)
Foto: Fleig/Eibner-Pressefoto/picture alliance
10 foto1 | 10
Kasus Omicron capai 1.600 lebih
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) dr Siti Nadia Tarmizi kembali mengumumkan penambahan kasus Omicron di Indonesia. Per hari ini (24/01), total kasus yang dilaporkan menyentuh 1.600 kasus.
Dari total kasus tersebut, ada 369 di antaranya yang masuk kategori transmisi lokal. Sementara sisanya merupakan kasus Omicron impor, pelaku perjalanan luar negeri (PPLN).
"Per hari ini total kasus Omicron mencapai 1.626 kasus. Terdiri dari PPLN 1.019, non PPLN 369," konfirmasi dr Nadia kepada wartawan, Senin (24/01).
Adapun 238 di antara jumlah tersebut masih ditelusuri, atau masuk dalam pengawasan epidemiologi. Belum diketahui apakah termasuk transmisi lokal atau PPLN. (Ed: ha/rap)