Osama bin Laden Kembali Muncul di TV al-Jazeera
25 April 2006Rekaman suara Osama bin Laden, yang disiarkan oleh stasiun televisi Arab al-Jazeera akhir pekan lalu, selain berisikan seruan perang Jihad di Sudan, juga dikatakan, langkah masyarakat Barat mengisolasi pemerintah Hamas merupakan bukti bahwa dunia Barat melancarkan perang salib melawan Islam. Namun, oleh Sudan dan Hamas seruan tersebut ditanggapi dengan dingin.
Harian Itali Corriere della Sera menilai, Osama bin Laden merasa, dengan menuduh negara Barat melancarkan perang salib, ia mempunyai alasan untuk menyerang tidak hanya pemerintah Barat, warga sipilpun dijadikan target olehnya.
"Suara bin Laden terdengar berat, tetapi tidak selelah dalam pemunculan sebelumnya bulan Januari lalu. Nadanya tenang dan pesannya jelas. Kali ini, seruan untuk berperang tidak hanya ditujukan pada kelompok militan, tetapi pada segenap pengikut setianya. Masyarakat barat pada keseluruhannya merupakan target bin Laden. Ia tidak membedakan rakyat dan pemerintah, karena semuanya dianggap mendukung perang salib melawan Islam. Rencana bin Laden adalah menghimpun tenaga sebanyak mungkin guna mengukuhkan politiknya sehingga dapat menuntut Amerika Serikat untuk meletakkan senjata.”
Sementara harian Itali lainnya La Republica yang terbit di Roma dalam sorotannya mengangkat teori Huntington.
“Osama bin Laden kembali setor muka. Kali ini ia menaruh jarinya ke dalam luka politik internasional, sekaligus membenarkan teori Huntington, “Benturan Peradaban”. Pernyataan bin Laden yang ditayangkan stasiun televisi Arab al-Jazeera berisikan seruan yang ditujukan pada pengikutnya untuk mendampingi rakyat Palestina melancarkan perang Jihad menyerang dunia Barat. Namun, sangat mengejutkan, karena kali ini Bin Laden juga mengritik keterlibatan Barat di kawasan Darfur, Sudan. Sementara itu, Dinas Intelijen Amerika Serikat CIA menyatakan, rekaman yang disiarkan Al-Jazeera merupakan suara asli bin Laden, sekaligus menunjukkan, ia sedang dalam pelarian dan berada di bawah tekanan."
Tema yang tidak luput dari sorotan pers internasional adalah menanjaknya harga minyak dunia. Kekhawatiran terhadap terganggunya pasokan minyak dari Iran membuat harga minyak dunia kembali naik. Penyebab utamanya adalah terhentinya perundingan seputar konflik atom Iran.
Harian Perancis La Tribune yang terbit di Paris menulis:
“Sebetulnya melonjaknya harga minyak dunia justru dapat dijelaskan dari segi kekuatan geopolitik. Negara-negara pengekspor minyak mentah menyadari, dengan memberlakukan minyak bumi sebagai instrumen mereka, mereka dapat mengatur politik internasional. Sementara itu, negara-negara yang sangat tergantung pada minyak bumi sama sekali tidak berdaya. Coba kita tinjau kembali pertemuan menteri keuangan negara anggota G7, yang baru diselenggarakan akhir pekan lalu. Dalam pertemuan itu kelompok G7, yang merupakan konsum minyak bumi terbesar, menghimbau agar para penghasil minyak bumi meningkatkan pasokan minyaknya. Namun, permintaan itu tidak digubris oleh negara penghasil minyak bumi, termasuk Iran. Mengingat cadangan minyaknya menipis, negara industri semakin terdesak untuk mencari solusi.”
Sementara harian liberal Spanyol yang berhaluan kiri El Pais, berkomentar:
“Melonjaknya harga minyak bumi yang sekarang ini terjadi, pada dasarnya tidak dapat disamakan dengan krisis energi minyak yang terjadi di tahun 70an dan awal 80an. Krisis masa itu disebabkan oleh kekacauan politik. Krisis sekarang, ditimbulkan karena permintaan melebihi penawaran.”
Harian El Pais bahkan berani melangkah lebih jauh dengan tidak menutup kemungkinan untuk mempertimbangkan kembali energi nuklir sebagai alternatif. Namun, sebelumnya masih perlu dipikirkan, bagaimana dengan limbahnya.