Pasca disahkannya UU KPK tahun lalu, KPK kerap dituding semakin kehilangan taji dan independensi. Namun, baru-baru ini KPK banyak diapresiasi menyusul berita penangkapan Edhy Prabowo, Menteri KKP di kabinet Jokowi.
Iklan
Penangkapan seorang menteri aktif di kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini menjadi sorotan utama di tanah air. Kabar penangkapan ini mencuat di tengah derasnya kritikan terhadap lembaga antirasuah yang dinilai semakin kehilangan taji pasca disahkannya UU KPK yang memicu gelombang protes besar tahun 2019 lalu.
Edhy Prabowo, seorang elit Partai Gerindra yang ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam kabinetnya, diciduk KPK sepulang dari Amerika Serikat (AS) pada Rabu (25/11) dini hari di Bandara Sokerano-Hatta, Tangerang, Banten.
Edhy diduga terlibat dalam kasus suap ekspor benur. Dan setelah menjalani pemeriksaan intensif oleh KPK selama kurang dari 1 x 24 jam, status Edhy resmi dijadikan tersangka bersama dengan 7 orang lainnya, termasuk beberapa staf khususnya, staf khusus istrinya dan beberapa pihak swasta.
Dengan tangan diborgol dan memakai rompi tahanan khas KPK berwarna oranye, Edhy keluar dari ruang pemeriksaan pada Rabu (25/11) malam. Sambil menyampaikan sederet permohonan maaf kepada Jokowi, Prabowo dan keluarganya, Edhy mengaku bahwa apa yang terjadi kepadanya adalah sebuah "kecelakaan".
“Kemudian saya juga mohon maaf pada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Kelautan dan Perikanan yang mungkin banyak terkhianati, seolah-olah saya pencitraan di depan umum, itu tidak, itu semangat. Ini adalah kecelakaan yang terjadi, dan saya bertanggung jawab terhadap ini semua,” kata Edhy di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (26/11) dini hari.
Tahapan Panjang RUU KPK: Disahkan Diam-diam Hingga Demo Berkelanjutan
Masyarakat masih menanti diterbitkannya Perppu KPK oleh Presiden Joko Widodo. Namun hal itu nampaknya sulit terwujud, karena sudah ada uji materi di MK. Simak perjalanan panjang RUU KPK yang menuai polemik di tanah air.
Foto: DW/R. Putra
Pertama kali muncul di era SBY
Usulan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) pertama kali diwacanakan oleh Komisi III, sejak bulan Oktober 2010, di era kepemimpinan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kemudian di pertengahan Desember 2010, DPR dan Pemerintah menetapkan RUU KPK masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011.
Foto: Detikcom/L. Aritonang
DPR kirim draf RUU KPK ke Presiden Jokowi
Dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis (5/9/2019), sebanyak 10 fraksi menyepakati RUU KPK menjadi usul inisiatif DPR. Berdasarkan hitungan manual, Rapat Paripurna hanya dihadiri 70 anggota dewan. Draf RUU KPK pun langsung dikirim oleh DPR kepada Presiden.
Foto: Office of the President of Indonesia/Rusman
Jokowi meneken Surat Presiden
Presiden Joko Widodo meneken Surat Presiden (Surpres) terkait RUU KPK pada Rabu (11/09) dan mengirim kembali dokumen tersebut ke DPR agar segera dimulai pembahasannya bersama Menkumham sebagai perwakilan pemerintah. Presiden Jokowi menyampaikan pemerintah setuju beberapa poin dalam draf revisi UU KPK, salah satunya soal pembentukan Dewan Pengawas.
Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr
DPR mengesahkan RUU KPK menjadi UU
Kurang dari dua minggu setelahnya, pada Selasa (17/09) DPR mengesahkan RUU KPK menjadi Undang-Undang. Diketahui pengesahan ini mendapat penolakan dari sejumlah pihak, termasuk pegiat antikorupsi, elemen masyarakat dan pihak KPK. Mereka menilai revisi UU KPK melemahkan lembaga anti rasuah itu.
Foto: Office of the President of Indonesia/Rusman
BEM Seluruh Indonesia berunjuk rasa
Pasca disahkannya RUU KPK, gelombang protes pun bermunculan. Salah satunya Aliansi BEM Seluruh Indonesia turun ke jalan, suarakan aspirasinya. Mereka menuntut Presiden Jokowi segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK, serta mendesak pemerintah segera menindaklanjuti tujuh tuntutan mahasiswa lainnya. Seperti penanganan karhutla dan mengatasi kerusuhan di Papua.
Foto: Reuters/W. Kurniawan
Ada typo di RUU KPK
Dokumen revisi UU KPK sempat dikembalikan ke DPR atas instruksi Presiden Jokowi, karena terdapat kesalahan penulisan atau typo, di pasal 29 huruf e, bertuliskan “Berusia paling rendah 50 (empat puluh) tahun. Dokumen telah diperbaiki dan diserahkan ke Kementerian Sekretariat Negara.
Foto: President Secretary/Rusman
Perppu KPK masih belum jelas
Hingga saat ini, Presiden Jokowi belum mengeluarkan Perppu KPK, meski sebelumnya telah berdialog dengan sejumlah tokoh nasional. Pengamat menilai, Presiden didesak oleh partai pendukungnya untuk tidak mengeluarkan Perppu KPK, namun diminta untuk menunggu hasil uji materi di Mahkamah Konstitusi.
Foto: Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat President
UU KPK berlaku Kamis 17 Oktober 2019
UU KPK akan berlaku Kamis 17 Oktober 2019, diundangkan tepat satu bulan setelah disahkan oleh DPR pada 17 September lalu. (pkp/na) (dari berbagai sumber)
Foto: DW/R. Putra
8 foto1 | 8
ICW apresiasi kinerja penyidik KPK
Kinerja penyidik KPK menangkap Edhy Prabowo tak sedikit mendapat apresiasi, salah satunya datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
KPK yang berada di tengah kesulitan dinilai bisa bekerja menindak kasus yang diduga melibatkan seorang menteri Kabinet Indonesia Maju, yaitu Edhy Prabowo.
Namun, apakah penangkapan Edhy lantas jadi bukti bahwa KPK tidak melemah seperti yang banyak dinarasikan belakangan ini?
Menurut Peneliti ICW, Egi Primayogha, penangkapan Edhy oleh penyidik KPK perlu diberikan apresiasi, tapi hal itu tidak lantas menghilangkan masalah revisi UU KPK yang menjadi poin utama penolakan mahasiswa dan masyarakat sipil pada tahun lalu.
“Dalam hemat saya tidak bisa satu kasus KPK langsung dianggap berhasil gitu ya. Atau permasalahan yang sudah pernah dilontarkan sebelumnya dan direspons besar-besaran dalam demonstrasi tahun lalu itu hilang. Tidak,” kata Egi Primayogha, Peneliti ICW saat dihubungi DW, Kamis (26/11).
“Bahkan kalau kita lihat di kinerja KPK dari aspek penindakan misalnya. Kalau dalam catatan kami dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, jumlah operasi tangkap tangan (OTT) ini menurun drastis,” tambah Egi.
Menurut catatan ICW, pada enam bulan pertama tahun 2016 KPK berhasil menggelar 8 Operasi Tangkap Tangan. Demikian pula pada 6 bulan pertama 2017 (5 OTT), 6 bulan pertama 2018 (13 OTT), dan 6 bulan pertama 2019 (7 OTT). Namun, di tahun ini, di masa kepemimpinan Firli Bahuri dkk, KPK hanya berhasil menggelar 2 OTT di enam bulan pertama.
“Dan kalau ditotal tahun ini OTT-nya hanya ada 4 dengan kasus Pak Edhy Prabowo,” kata Egi.
KPK diminta lakukan penyelidikan kasus Edhy yang lebih luas
Egi mengatakan bahwa keseriusan KPK benar-benar diuji dalam kasus ini. KPK ia sebut harus mampu membuktikan diri dengan memperluas penelusuran terkait dugaan suap eskpor benur yang menjerat Edhy Prabowo.
“Perlu ada penelusuran dan keseriusan dari KPK untuk menelusuri kasus ini. Jangan sampai seperti kasus sebelumnya, ada kasus Harun Masiku yang mana hingga sekarang kasusnya belum tuntas karena Harun Masikunya belum diketahui keberadaannya,” ujarnya.
Selain itu, Egi juga menyinggung masalah kolektifitas di tubuh KPK terkait penangkapan Edhy Prabowo. Apakah benar dalam penangkapan Edhy tidak ada pertentangan satu sama lain?
Apresiasi terhadap KPK yang berhasil menangkap Edhy juga datang dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA). Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati seperti dilansir dari siaran pers resmi KIARA, Rabu (25/11) lalu, menyebutkan bahwa pemberian izin ekspor benih lobster memang sudah sangat bermasalah sejak awal.
Senada dengan Egi dari ICW, Susan juga mendesak KPK untuk melakukan penyelidikan dan pengusutan lebih dalam kepada sejumlah perusahaan yang telah melakukan ekspor benih lobster berdasarkan izin yang diberikan Edhy Prabowo. Setidaknya ada 9 perusahaan yang menurut Susan telah melakukan ekspor benih lobster per Juli 2020.
Mekanisme pemberian izin ekspor bagi 9 perusahaan ini menurutnya wajib diselidiki terus oleh KPK.
“KPK jangan hanya berhenti pada kasus ini. Perlu pengembangan dan penyelidikan lebih lanjut supaya kasus ini terang benderang dan publik memahami betul duduk perkaranya,” tegas Susan.
Iklan
7 tersangka kasus suap ekspor benur
Sebelumnya KPK telah mengamankan Edhy Prabowo dan 16 orang lainnya dalam OTT di lima lokasi berbeda, yaitu di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Tengarang Selatan, Depok dan Bekasi pada Rabu (25/11).
OTT dilakukan terkait dugaan suap dalam Perizinan Tambak, Usaha dan Pengelolaan Perikanan Atau Komoditas Perairan Sejanis Lainnya Tahun 2020.
Dari 17 orang yang diamankan, KPK menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Enam orang diduga sebagai penerima suap, yaitu Edhy Prabowo (Menteri KKP), Safri (Stafus Menteri KKP), Andreau Pribadi Misanta (Stafus Menteri KKP), Siswadi (Pengurus PT Aero Citra Kargo, swasta), Ainul Faqih (Staf istri Menteri KKP), dan Amiril Mukminin (pihak swasta).
Sementara, satu orang lainnya sebagai pemberi suap yakni Suharjito (Direktur PT Dua Putra Perkasa, swasta).
gtp/hp (dari berbagai sumber)
Potret Kabinet Indonesia Maju Pilihan Jokowi
Presiden Joko Widodo secara resmi memperkenalkan 38 anggota Kabinet Indonesia Maju pada Rabu (23/10). Selain diisi oleh 5 menteri perempuan, beberapa tokoh muda diberikan jabatan strategis.
Foto: Laily Rachev
Satu-satu mendatangi istana dengan mengenakan baju putih
Setelah pelantikan pada Minggu (20/10), Presiden Joko Widodo memulai kerjanya dengan memanggil calon-calon menterinya ke Istana selama dua hari berturut-turut. Menariknya, semua calon menteri itu memakai baju putih ala menteri Jokowi yang dikenalkan pada periode pertama. Jokowi seperti ingin melihat respon publik terhadap tokoh-tokoh yang ia panggil sebelum akhirnya melantik pada Rabu (23/10).
Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden/Thomas
Diperkenalkan sambil duduk lesehan di tangga Istana Merdeka
Presiden Joko Widodo akhirnya secara resmi memperkenalkan anggota kabinet baru yang ia namakan Kabinet Indonesia Maju, Rabu (23/10). Sebanyak 38 nama ia perkenalkan sambil duduk lesehan di tangga Istana Merdeka. Menteri yang juga ikut duduk bersama Jokowi berdiri memberikan penghormatan ketika nama dan jabatannya disebutkan Jokowi. Berbeda dengan periode pertama, semua menteri mengenakan batik.
Foto: Laily Rachev
Prabowo Subianto jadi Menteri Pertahanan
Yang tidak kalah mengejutkan publik sebelum pelantikan anggota kabinet adalah penunjukkan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan. Prabowo yang juga menjabat Ketua Umum Gerindra sebelumnya menjadi rival Jokowi dalam Pemilihan Presiden 2019, namun pada akhirnya masuk dalam pemerintahan. Selain itu, Waketum Gerindra Edhy Prabowo juga mendapatkan jabatan Menteri KKP menggantikan Susi Pudjiastuti.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Alangkara
Menteri-menteri muda di bidang strategis
Yang paling banyak disorot adalah Nadiem Makarim ex-CEO Gojek yang ditunjuk Jokowi sebagai Mendikbud. Banyak yang tidak menyangka Nadiem dipilih mengurusi masalah pendidikan di Indonesia. Berbagai meme bermunculan, semuanya dikaitkan dengan Gojek, perusahaan start-up yang dibesarkan Nadiem. "Nadiem jadi Mendikbud, bayar SPP pake gopay", cuitan salah satu netizen.
Foto: Laily Rachev
Kabinet diisi 5 menteri perempuan
Kabinet Indonesia Maju yang diumumkan Jokowi pada Rabu (23/10) hanya diisi oleh 5 menteri perempuan, berkurang dibanding pada periode pertama yaitu 8 menteri perempuan. Menteri perempuan yang baru adalah I Gusti Ayu Bintang Darmawati sebagai Menteri PPPA dan Ida Fauziyah sebagai Menaker. Sementara Sri Mulyani, Retno Marsudi dan Siti Nurbaya dipertahankan Jokowi dengan jabatan yang sama.
Foto: Laily Rachev
Susi jadi trending topik Twitter di hari pelantikan Kabinet Indonesia Maju
Obrolan lini masa dipenuhi dengan ucapan terimakasih kepada Susi Pudjiastuti yang mengakhiri jabatannya sebagai Menteri KKP. Banyak yang menyayangkan bahkan tidak sedikit netizen ungkapkan kekecewaanya karena Susi tidak dipertahankan Jokowi sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Padahal, banyak yang mengagumi Susi karena sosoknya yang nyentrik dan terkenal suka menenggelamkan kapal nelayan asing.