Satu persen penduduk terkaya dunia menikmati 82 persen pertumbuhan kekayaan dunia tahun 2017, sementara 50 persen penduduk termiskin tidak mendapat apa-apa.
Iklan
Menyambut ajang World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, organisasi sosial OXFAM dari Inggris hari Senin (22/1) merilis laporan kesenjangan pembagian kekayaan dunia yang diberi judul: "Reward Work, Not Wealth".
Direktur OXFAM Winnie Byanyima (foto artikel) dalam pernyataannya menyebutkan, booming yang dialami para miliuner "bukan pertanda kebangkitan ekonomi, melainkan gejala kegagalan sistem ekonomi".
Laporan terbaru OXFAM menunjukkan, sejak tahun 2010 harta penduduk terkaya dunia tumbuh enam kali lebih cepat daripada para pekerja biasa. Sejak Maret 2016 sampai Maret 2017, setiap dua hari ada miliuner baru. Laporan itu menggambarkan bagaimana tata ekonomi dunia saat ini hanya menguntungkan segelintir hartawan. Sementara ratusan juta orang "berjuang untuk bertahan hidup dalam kemiskinan".
OXFAM misalnya memaparkan, bagaimana direktur utama dari lima rumah mode terkemuka hanya dalam empat hari bisa mengumpulkan pendapatan yang setara dengan pendapatan seorang pekerja garmen di Bangladesh yang bekerja seumur hidup.
OXFAM juga mengeritik upah perempuan yang "secara konsisten mendapat pembayaran lebih rendah dari pria" bahkan sering dibayar dengan upah terendah.
"Orang-orang yang membuat pakaian kita, merakit telepon genggam kita dan menyuplai makanan kita dieksploitasi untuk memastikan persediaan barang murah, dan memperbesar keuntungan bagi perusahaan serta para investor kaya," kata Winnie Byanyima.
Untuk melawan peruncingan kesenjangan ini, Oxfam meminta pemerintah untuk membatasi tingkat keuntungan para pemegang saham dan tenaga eksekutif puncak, menutup kesenjangan gaji antara lelaki dan perempuan, tindakan keras terhadap penghindaran pajak dan peningkatan anggaran untuk layanan kesehatan dan pendidikan.
Penderitaan Diselubungi Mode Cantik
Di balik gemerlap dunia mode tersembunyi penderitaan para buruh di pabrik tekstil. Pakaian yang merekat di tubuh konsumen Eropa menyelubungi kenyataan hidup memprihatinkan pekerja tekstil di Asia.
Foto: DW/M. Mohseni
Industri Global
Sebagian besar pakaian yang dikenakan dunia melalui tangan-tangan pekerja tekstil di negara berkembang. Merek besar internasional sudah lama memindahkan produksi mereka ke Asia Tenggara dan Amerika Latin, di mana buruh mendapat upah rendah. Jika pakaian diproduksi murah, menjaga kelestarian lingkungan dan hak pekerja tidak jadi prioritas.
Foto: picture-alliance/dpa
Produksi Massal
Produksi massal pakaian diawali di Inggris di masa revolusi industri, yang dimulai awal abad ke-18. Ketika itu industri tekstil mengalami 'boom' di kawasan London dan Manchester, yang punya lebih dari 100 pabrik katun di tahun 1850-an. Pekerja anak-anak, waktu kerja yang panjang, gaji kecil dan masalah kesehatan sudah umum di kalangan buruh.
Foto: gemeinfrei
Sejarah Penyalahgunaan
Setelah itu kondisi tersebut juga muncul di AS. Tahun 1911, 146 pekerja tekstil tewas dalam kebakaran di pabrik Triangle Shirtwaist, di New York, karena manajer mengunci pintu keluar. Sebagian besar korban adalah perempuan muda. Kondisi kerja mereka serupa dengan yang bisa dilihat di Asia sekarang. Jam kerja panjang, upah kecil dan bangunan yang tidak aman.
Foto: picture-alliance/dpa
"Made in China"
Ketika makin banyak negara bersaing untuk kurangi biaya produksi pakaian, banyak pabrik dipindahkan dari AS dan Eropa ke Asia dan Amerika Latin di tahun 1970-an. Sekarang Cina jadi produsen tekstil terbesar dunia. Pekerjanya sekarang dapat bayaran makin baik, sampai hampir enam juta Rupiah per bulan. Sekarang pemilik pabrik memindahkan produksi ke negara tetangga, yang upah buruhnya masih rendah.
Foto: picture-alliance/dpa
Upah Eksploitasi
Di negara bagian Tamil Nadu di India selatan, anak-anak perempuan bekerja dalam sistem Sumangali, yang dalam bahasa Tamil berarti "pengantin yang bawa kesejahteraan." Diperkirakan, 120.000 anak bekerja dalam 'periode pelatihan' selama empat tahun untuk mengumpulkan uang bagi biaya pernikahannya. Mereka bekerja 12 jam, dan hanya mendapat sekitar 8.000 Rupiah.
Foto: picture-alliance/Godong
Perjuangkan Upah Lebih Baik
Di Kamboja, diperkirakan 300.000 perempuan bekerja di pabrik tekstil dalam kondisi menyedihkan. Seorang pekerja mendapat sekitar 790.000 Rupiah per bulan. Ketika memprotes upah yang rendah, pekerja ditembaki. Di Bangladesh, sekitar empat juta bekerja di industri tekstil, sebagian besar perempuan. Negara itu sangat tergantung pada sektor industri garmen dengan upah rendah.
Foto: Reuters
Konsekuensi Tragis
Kesengsaraan pekerja tekstil modern dapat perhatian global ketika sebuah pabrik runtuh di Bangladesh, 24 April 2013. Lebih dari 1.100 orang tewas. Ini adalah salah satu kecelakaan paling besar akibat bangunan bobrok atau kebakaran. Tragedi itu mengakibatkan sekitar 80 perusahaan, seperti H&M dan Metro untuk tandatangani kesepakatan kondisi kerja lebih aman di Bangladesh.
Foto: Reuters
Dunia Berbeda
Pakaian yang dipamer di jendela toko menyelubungi kenyataan hidup menyedihkan bagi banyak pekerja tekstil. Merk-merk Jerman termasuk pelanggan pabrik tekstil yang menjalankan praktek kerja memprihatinkan. Jalur suplai panjang dan tidak adanya transparansi menyebabkan sulitnya pelacakan, dari mana dan bagaimana barang diproduksi.
Foto: DW/M. Mohseni
8 foto1 | 8
Studi yang dirilis tepat menjelang pembukaan pertemuan bergengsi para tokoh politik dan bisnis dunia di ajang WEF di Davos itu ingin mengajak para peserta fokus pada upaya menciptakan "masa depan bersama di dunia yang terpecah".
"Sulit untuk menemukan pemimpin politik atau bisnis yang tidak mengatakan bahwa mereka khawatir tentang kesenjangan," kata Winnie Byanyima.
"Tapi lebih sulit lagi menemukan orang yang mau melakukan sesuatu untuk menghadapinya. Banyak yang secara aktif membuat keadaan jadi lebih buruk dengan cara memotong pajak dan menghapus hak-hak buruh," tandasnya.
Miliuner Asia dan Tempat Mereka Tinggal
Menurut data terakhir, Jepang adalah tempat tinggal paling banyak miliuner di Asia Pasifik. Tapi negara mana lagi yang jadi rumah miliuner? Bagaimana dengan Indonesia? Ayo melihat bersama DW!
Foto: PHILIPPE LOPEZ/AFP/Getty Images
1. Jepang
Laporan terbaru New World Wealth mengungkap, Jepang jadi rumah hampir 1,3 juta miliuner, berarti paling banyak di kawasan itu. Jepang adalah negara di mana pembagian kekayaan paling merata di dunia, di mana banyak miliuner tapi tidak banyak multi-miliuner dan milyarder.
Foto: Getty Images/AFP/K. Nogi
2. Cina
Ini negara dengan tingkat ekonomi kedua terbesar di dunia, dan punya 654.000 miliuner. Cina jadi rumah paling banyak multi-miliuner di Asia Pasifik.
Foto: imago/CTK Photo
3. Australia
Australia punya jumlah miliuner ke tiga terbesar di Asia Pasifik, yaitu 290,000. Negara ini berada di puncak daftar negara yang punya warga paling kaya. Diperkirakan, kekayaan itu disebabkan tingginya harga di sektor real estate di Australia.
Foto: picture-alliance/empics
4. India
Dalam daftar negara dengan miliuner terbanyak, India berada di posisi ke-empat, yaitu dengan 236,000 jutawan. Laporan mengungkap, peningkatan jumlah miliuner di India sangat cepat. Dari 40.000 individu tahun 2000 menjadi 236.000 tahun 2015.
Foto: picture alliance/Robert Harding World Imagery
5. Singapura
Dengan populasi hanya lima juta penduduk, Singapura punya 224.000 miliuner, hanya kurang 12.000 dari India. Tidak mengherankan, jika dibilang secara rata-rata orang Singapura kaya.
Foto: Fotolia/asab974
6. Hong Kong
Hong Kong punya 215,000 jutawan..... dengan 9.560 multi-milliuner. Hong Kong punya pasar barang mewah ketiga terbesar di kawasan Asia Pasifik tahun 2015.
Foto: A.Ogle/AFP/Getty Images
7. Korea Selatan
Korea Selatan punya 125.000 miliuner, lebih sedikit dari Singapura dan Hong Kong. Diperkirakan, dalam sepuluh tahun ke depan akan ada penambahan 55% jumlah miliuner.
Foto: Fotolia/Chee-Onn Leong
8. Taiwan
Taiwan jadi rumah 98.200 miliuner. Jumlahnya bertambah 75% sejak tahun 2000. Boleh dibilang tidak terlalu banyak dibanding negara lain dengan kebangkitan ekonomi besar-besaran di kawasan Asia Pasifik.
Foto: imago/imagebroker
9. Selandia Baru
Negara itu punya 89.000 jutawan, dan penduduknya 4,5 juta. Salah satu sektor penting perekonomian Selandia Baru adalah perdagangan internasional, khususnya hasil-hasil pertanian.
Foto: Getty Images/AFP/M. Bradley
10. Indonesia
Indonesia jadi negara Asia Tenggara kedua di samping Singapura, yang masuk daftar 10 negara dengan miliuner terbanyak di kawasan Asia Pasifik. Akhir 2015, miliuner Indonesia tercatat sejumlah 48.500.